Di negeri fantasi Qingya, seorang gadis bernama Lian Yue tiba-tiba membangkitkan Spirit Rubah Perak sebelum usianya genap 18 tahun—sesuatu yang mustahil dan sangat berbahaya. Kejadian itu membuat seluruh sekte mengincarnya karena dianggap membawa warisan kuno.
Saat ia kabur, Lian Yue diselamatkan oleh pewaris Sekte Naga Hitam, Shen Ryuko, lelaki dingin dan kuat. Namun ketika tubuh mereka bersentuhan, Qi mereka saling menyatu—tanda bahwa mereka adalah pasangan ritual yang hanya bisa diaktifkan lewat hubungan intim.
Sejak itu, keduanya terikat dalam hubungan berbahaya, penuh gairah, dan diburu para sekte yang ingin merebut kekuatan mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 — Pelarian Malam
Malam itu, Hutan Roh Kuno yang biasanya tenang berubah menjadi medan perburuan yang mematikan. Kabar mengenai Sanksi Kekaisaran telah menyebar lebih cepat daripada cahaya fajar, dan pasukan pengejar yang dipimpin oleh Pangeran Yu Liang serta Shen Zhaoling telah mencapai pinggiran hutan hanya dalam hitungan jam.
Ryuko dan Lian Yue bersembunyi di dalam rongga pohon raksasa yang dilindungi oleh akar-akar tua yang tebal. Di tangan Ryuko, sebuah jimat komunikasi milik Sekte Naga Hitam berpendar redup sebelum akhirnya hancur menjadi abu. Pesan terakhir dari Tetua Mo Qiang telah sampai: Status dicabut. Seluruh kekaisaran memburumu. Jangan kembali.
Ryuko mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. "Zhaoling benar-benar melakukannya. Dia menggunakan hukum untuk mencuri apa yang tidak bisa dia ambil dengan kekuatan."
Lian Yue menyentuh lengan Ryuko, merasakan panas dari Qi Naga yang mulai bergejolak. "Mereka tidak memburumu karena kejahatan, Ryuko. Mereka memburu 'kita' karena ketakutan. Mereka takut pada apa yang bisa kita capai jika kita bersatu."
Tiba-tiba, Ryuko menegang. Telinganya yang tajam menangkap suara kepakan sayap yang tidak alami di angkasa.
"Elang Pengintai Qi," desis Ryuko. "Pasukan Kavaleri Emas sudah dekat. Kita tidak bisa bersembunyi lagi. Kita harus bergerak sekarang."
Mereka keluar dari persembunyian, dan pemandangan di langit malam sungguh mengerikan. Lusinan burung mekanik spiritual dengan mata merah menyala terbang berputar-putar di atas hutan, melepaskan suar cahaya emas yang menerangi kegelapan. Setiap kali suar itu meledak, Formasi alami hutan terkoyak, memaksa penghuni roh hutan melarikan diri dalam kepanikan.
"Lian Yue, pegangan!" Ryuko tidak lagi ragu. Ia mengangkat Lian Yue ke punggungnya, kakinya meledakkan Qi Yang yang kuat saat ia meluncur di antara dahan-dahan pohon.
Kejar-kejaran itu intens. Dari kejauhan, suara genderang perang kekaisaran mulai terdengar, berirama dengan deru napas Ryuko.
"Di sana! Di arah jam dua!" teriak Lian Yue.
Sekelompok kavaleri yang menunggangi Harimau Bersayap muncul dari balik kabut. Mereka adalah pasukan elit Istana, yang dipersenjatai dengan tombak panjang yang memancarkan energi petir.
"Serahkan Warisan Purnama!" teriak sang komandan. "Pewaris Ryuko, kau telah kehilangan hakmu! Menyerahlah atau dihancurkan!"
"Langkahi mayatku!" raung Ryuko.
Ia tidak berhenti untuk bertarung; setiap detik sangat berharga. Ryuko melakukan manuver berbahaya, menjatuhkan diri dari ketinggian tebing hutan untuk mendarat di aliran sungai bawah tanah yang tersembunyi. Namun, pasukan pengejar tidak mudah tertipu. Panah-panah spiritual menghujani mereka seperti badai meteor.
Lian Yue menyadari bahwa Ryuko mulai terdesak karena harus melindungi dirinya sambil terus berlari. Ia menutup matanya, memanggil Spirit Rubah Perak Yueyin yang kini telah stabil dalam dirinya.
Yueyin, pinjamkan aku kekuatanmu. Bukan untuk menghancurkan, tapi untuk mengaburkan.
Tanda Sisik Naga di leher Lian Yue bersinar dengan cahaya perak yang sejuk. Tiba-tiba, kabut tebal yang dingin mulai menyelimuti area di sekitar mereka. Ini bukan sekadar kabut; ini adalah Kabut Ilusi Rubah.
Pasukan Harimau Bersayap yang mengejar mereka tiba-tiba kehilangan arah. Mereka mulai menyerang bayangan satu sama lain, terperangkap dalam penglihatan palsu yang diciptakan oleh Qi Yin Lian Yue.
"Hebat, Lian Yue!" Ryuko memuji, merasakan beban di punggungnya menjadi lebih ringan saat tekanan dari pengejar berkurang.
"Teruslah berlari, Ryuko! Aku akan menahan mereka selama mungkin!" sahut Lian Yue, meskipun ia merasakan kelelahan mulai menggerogoti jiwanya.
Mereka melintasi batas Hutan Roh Kuno, menuju ke wilayah yang lebih liar dan tidak terpetakan. Namun, rintangan terbesar muncul di depan mereka. Di sebuah jembatan batu kuno yang melintasi jurang tak berdasar, berdiri sesosok pria dengan jubah biru mewah.
Pangeran Yu Liang.
Ia tidak lagi tampak seperti bangsawan yang santun. Wajahnya penuh dengan amarah yang dingin, dan di tangannya ia memegang busur besar yang terbuat dari tulang naga purba.
"Ryuko," kata Yu Liang, suaranya tenang namun mematikan. "Kau telah membawa lari dewi yang seharusnya menjadi milik Kekaisaran. Aku akan melepaskanmu jika kau menyerahkannya sekarang. Jika tidak, jurang ini akan menjadi kuburan kalian berdua."
Yu Liang menarik tali busurnya. Sebuah anak panah cahaya emas raksasa terbentuk, mengarah tepat ke arah mereka.
Ryuko menurunkan Lian Yue, berdiri di depannya dengan pedang Naga Hitam yang kini diselimuti api hitam. "Kau tidak pernah menginginkannya, Yu Liang. Kau hanya menginginkan kekuasaan yang ia bawa. Kau tidak pantas bahkan untuk menyebut namanya."
"Kalau begitu, matilah!" Yu Liang melepaskan anak panahnya.
Anak panah itu melesat dengan kekuatan yang mampu membelah gunung. Ryuko meraung, melepaskan teknik terlarang Naga Hitam Membelah Langit. Api hitam dan cahaya emas bertabrakan di tengah jembatan, menciptakan ledakan yang menghancurkan struktur batu tersebut.
Jembatan itu runtuh.
Dalam sepersekian detik sebelum mereka jatuh ke jurang, Ryuko meraih pinggang Lian Yue. Ia tidak menggunakan Qi-nya untuk terbang ke atas—itu akan membuatnya menjadi sasaran empuk bagi pengejar lainnya. Sebaliknya, ia menyalurkan Qi-nya ke kakinya dan berlari di dinding jurang yang tegak lurus, menembus kabut di bawah.
"Mereka gila! Mereka melompat!" teriak para pengawal dari atas.
Yu Liang melihat ke dalam jurang yang gelap, wajahnya berkerut. "Cari mereka! Mereka tidak mungkin selamat dari jatuh setinggi itu tanpa luka!"
Di dasar jurang, di dalam sebuah gua kecil di balik air terjun tersembunyi, Ryuko dan Lian Yue terbaring terengah-engah. Tubuh mereka dipenuhi luka gores, dan pakaian mereka compang-camping, tetapi mereka masih hidup. Dan yang paling penting, mereka bersama.
Lian Yue menatap Ryuko, yang masih memeluknya erat seolah takut ia akan menghilang.
"Kita berhasil keluar," bisik Lian Yue.
"Untuk sekarang," jawab Ryuko, matanya menunjukkan tekad yang lebih keras dari sebelumnya. "Tapi kita tidak bisa terus berlari. Kita butuh tempat untuk tumbuh. Hutan ini... jauh di dalamnya, ada tempat yang bahkan tidak berani dimasuki oleh pasukan Kekaisaran. Di sanalah kita akan berlatih."
Pelarian malam itu bukan sekadar pelarian dari kejaran fisik, melainkan pelarian dari kehidupan lama mereka. Mulai detik ini, mereka bukan lagi bagian dari tatanan dunia—mereka adalah Takdir yang berjalan sendiri di tengah kegelapan.