Seoul tidak pernah tidur, tetapi bagi Han Ji-woo, kota ini terasa seperti sedang koma.
Di bawah gemerlap lampu neon Distrik Gangnam, Ji-woo duduk di bangku taman yang catnya sudah mengelupas, menatap layar ponselnya yang retak. Angin musim gugur menusuk jaket tipisnya yang bertuliskan "Staff Event". Dia baru saja dipecat dari pekerjaan paruh waktunya sebagai pengangkut barang bagi para Hunter (pemburu).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ray Nando, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mukbang maut
RESTORAN BINTANG TUJUH (NERAKA)
Lantai 5: The Gluttony Banquet.
Aroma paha ayam goreng, steak wagyu, dan lelehan keju mozzarella memenuhi udara. Ruangan ini didekorasi dengan emas dan marmer. Di tengah ruangan, terdapat meja makan panjang yang tak berujung, dipenuhi gunungan makanan.
Han Ji-woo menelan ludah. Perutnya berbunyi KROOOOOK yang saking kerasnya sampai membuat gelas kristal di meja bergetar.
"Ingat aturan misinya," bisik Valerius sambil menahan napsu makan. "Makan sepuasnya, tapi jangan sampai kenyang. Itu paradoks. Makanan di sini pasti dimanterai sihir pemuas (Satiation Magic)."
Tiba-tiba, api menyembur dari dapur terbuka di ujung ruangan.
Seorang Iblis Babi Raksasa (Pig Demon) dengan topi koki putih tinggi muncul. Dia memiliki empat tangan, masing-masing memegang pisau daging, spatula, dan botol saus.
"Selamat datang, Para Kelaparan!" suaranya menggelegar, basah, dan berminyak. "Saya adalah Chef Gula. Di restoran ini, kalian tidak boleh menyisakan makanan. Habiskan, atau kalian yang akan jadi menu besok!"
Chef Gula menunjuk kursi makan.
"Duduk! Hidangan Pembuka: Dimsum Penderitaan!"
Piring-piring terbang mendarat di depan mereka. Isinya pangsit raksasa yang bergerak-gerak.
"A-apa ini?" Yuna menusuk pangsit itu dengan garpu.
Pangsit itu menjerit. "Aduh! Pelan-pelan!"
"Makanan hidup?!" jerit Yuna.
"Makan!" perintah Chef Gula. "Waktu kalian 5 menit sebelum Meja Makan berputar!"
Ji-woo tidak peduli pangsit itu menjerit atau mengumpat. Dia langsung menyambar piring itu, menuangnya ke mulut tanpa dikunyah.
HAP!
"Rasanya... seperti udang yang punya banyak masalah hidup," komentar Ji-woo datar. "Kurang micin."
Chef Gula melotot. "Kurang micin?! Itu dibumbui dengan garam laut air mata duyung!"
KALORI TERKUTUK
Yuna dan Valerius makan dengan hati-hati. Tapi anehnya, baru makan satu suap, tubuh mereka langsung bereaksi.
"Tuan Han..." Valerius memegang perutnya yang tiba-tiba membuncit. "Analisis kalori... Satu butir nasi di sini setara dengan 10.000 kalori. Ini adalah Makanan Padat Gravitasi."
"Benar!" tawa Chef Gula. "Semakin kalian makan, semakin berat tubuh kalian. Sampai akhirnya kalian tidak bisa berdiri, dan lantai ini akan terbuka untuk menjatuhkan kalian ke penggilingan daging di bawah!"
Yuna sudah terlihat seperti bola. Pipinya menggembung. "Bos... aku... tidak kuat..."
Tapi Ji-woo?
Dia masih kurus. Dia masih makan dengan lahap.
Steak T-Bone 2 kilogram habis dalam 10 detik.
Pizza 5 meter habis dalam 30 detik.
Chef Gula bingung. "Kenapa? Kenapa kau tidak jadi gemuk? Kenapa kau tidak meledak?"
Ji-woo menyeka mulutnya dengan taplak meja.
"Chef, kau tidak tahu konsep Metabolisme Orang Miskin?"
"Apa itu?"
"Orang miskin terbiasa lapar. Jadi ketika ada makanan, tubuhku tidak menyimpannya sebagai lemak. Tubuhku mengubahnya menjadi Stok Energi Darurat untuk bertahan hidup bulan depan."
Sistem di kepala Ji-woo berbunyi terus-menerus.
[SISTEM PENCERNAAN REAKTIF]
Makanan Mewah Terdeteksi.
Konversi ke: CADANGAN STAMINA.
Efisiensi: 100%.
Status Perut: MASIH KOSONG (Black Hole Mode).
Ji-woo berdiri, menunjuk Chef Gula dengan tulang paha ayam.
"Keluarkan menu utamanya. Ini cuma camilan."
Chef Gula murka. Egonya sebagai pemberi makan terluka.
"Kau menantangku?! Baik! Asisten! Siapkan The Last Supper!"
PERTARUNGAN PENCERNAAN
Piring-piring disingkirkan. Meja makan terbelah.
Dari dalam lantai, muncul sebuah kuali raksasa sebesar kolam renang. Isinya cairan mendidih berwarna ungu, dengan tentakel gurita raksasa, mata naga, dan cabai setan yang meletup-letup.
MENU SPESIAL: SUP KIAMAT PEDAS (SPICY APOCALYPSE STEW).
Tingkat Kepedasan: Neraka Level 9.
Efek Samping: Mencairkan organ dalam.
"Habiskan ini sendirian!" tantang Chef Gula. "Jika kau bisa menghabiskannya tanpa minum air, aku akan biarkan kalian lewat!"
Yuna dan Valerius (yang kini tergeletak kekenyangan di lantai) menatap ngeri. Uap sup itu saja sudah membuat mata perih.
Ji-woo berjalan mendekati kuali. Panasnya terasa di wajah.
"Tanpa sendok?" tanya Ji-woo.
"Pakai mulutmu langsung!"
Ji-woo menyeringai. Dia mencelupkan wajahnya ke dalam kuali mendidih itu.
SRUP... SRUP... GLUK... GLUK...
Chef Gula menunggu teriakan kesakitan. Tapi yang terdengar hanya suara sedotan yang antusias.
Level sup itu turun dengan cepat.
Ji-woo tidak merasakan panas? Tentu saja panas. Lidahnya terbakar.
Tapi rasa sakit di lidah tidak sebanding dengan rasa sakit dompet kosong yang dia rasakan selama bertahun-tahun. Bagi Ji-woo, rasa pedas adalah rasa Kehidupan.
"Enak!" Ji-woo mengangkat kepalanya sebentar, mulutnya belepotan kuah ungu. "Pedasnya nendang! Ada nasi hangat tidak?"
"TIDAK ADA NASI!" teriak Chef Gula frustrasi. "BAGAIMANA KAU BISA MAKAN ITU?! ITU RACUN!"
"Racun bagimu, nutrisi bagiku," Ji-woo kembali menyelam ke dalam kuali.
Dalam 3 menit, kuali itu kering. Bersih. Mengkilap seperti baru dicuci.
Ji-woo bersendawa keras.
BUUUURP!
Sendawa itu mengeluarkan gelombang kejut api ungu yang membakar topi koki Chef Gula hingga gosong.
TING!
[TANTANGAN SELESAI]
Total Kalori Dikonsumsi: 50.000.000 kkal.
Status Kenyang: 2% (Lumayan ganjal perut).
Chef Gula jatuh berlutut. Dia menangis.
"Aku gagal... Aku gagal sebagai Chef Iblis... Dia memakan masakanku seperti memakan mie instan..."
Ji-woo menepuk perutnya yang tetap rata (sixpack-nya malah makin keras).
"Masakanmu enak, Chef. Tapi kau melupakan bumbu rahasia."
"Apa? Apa bumbu rahasianya?" tanya Chef Gula putus asa.
"Rasa Syukur," jawab Ji-woo asal (biar terdengar bijak). "Dan sedikit kecap manis."
LIFT MENUJU AWAN
Pintu menuju Lantai 6 terbuka di belakang dapur.
Tapi Yuna dan Valerius masih terlalu gemuk untuk berjalan. Mereka menggelinding di lantai seperti bola bekel.
"Bos... tolong..." rintih Yuna.
Ji-woo menghela napas. Dia mengangkat Yuna dengan tangan kiri dan Valerius dengan tangan kanan (seperti mengangkat bola bowling).
"Kalian ini beban tim. Secara harfiah."
Ji-woo berjalan melewati Chef Gula yang masih menangis di pojok.
"Terima kasih traktirannya. Besok-besok buka cabang di Seoul ya, harga promo."
Mereka masuk ke dalam lift kaca yang membawa mereka naik.
Saat lift naik, tubuh Yuna dan Valerius perlahan menyusut kembali normal (efek sihir lantai 5 menghilang saat meninggalkan area).
"Lantai selanjutnya..." Valerius mengecek peta menara yang dia curi dari serbet makan.
Wajahnya berubah pucat.
"Ada apa?" tanya Ji-woo sambil membersihkan sisa daging naga di giginya.
"Lantai 6, Tuan Han. Ini bukan lantai fisik."
Valerius menelan ludah.
[LANTAI 6: THE HALL OF MIRRORS (AULA CERMIN)]
[MISI: HADAPI KETAKUTAN TERBESARMU]
"Ketakutan terbesar?" Ji-woo tertawa. "Aku sudah menghadapi hantu, monster, dan kemiskinan. Apa lagi yang harus ditakuti?"
Lift berhenti. Pintu terbuka.
Ruangan itu gelap gulita, penuh dengan cermin retak.
Ji-woo melangkah keluar.
Dia melihat ke dalam cermin besar di depannya.
Pantulan di cermin itu bukan monster.
Pantulan itu menampilkan Han Ji-woo yang duduk di sebuah Kursi Kantor, memakai dasi, dengan perut buncit, wajah lelah, dan di mejanya ada kalender dengan tulisan:
"CICILAN RUMAH: SISA 30 TAHUN."
Mata Ji-woo terbelalak horor. Keringat dingin mengucur.
"TIDAK! JANGAN ITU!"
Bayangan di cermin tersenyum lelah.
"Ayo, Ji-woo. Menyerahlah. Jadilah warga negara yang normal. Bayar pajak. Ikut arisan. Tua dan membosankan."
Ji-woo mundur ketakutan.
"Musuh ini... Musuh ini terlalu kuat!"