NovelToon NovelToon
SCARLET TEARS: VANILLA AND VENGEANCE

SCARLET TEARS: VANILLA AND VENGEANCE

Status: tamat
Genre:Mafia / Roh Supernatural / Dark Romance / Tamat
Popularitas:97
Nilai: 5
Nama Author: isagoingon

"Aku mencintaimu, Hayeon-ah. Mungkin caraku mencintai salah, kacau, dan penuh racun. Tapi itu nyata." Jin Seung Jo.





PERINGATAN PEMBACA:

Cr. pic: Pinterest / X
⚠️ DISCLAIMER:

· KARYA MURNI SAYA SENDIRI. Cerita, karakter, alur, dan dialog adalah hasil kreasi orisinal saya. DILARANG KERAS mengcopy, menjiplak, atau menyalin seluruh maupun sebagian isi cerita tanpa izin.

· GENRE: Dark Romance, Psychological, Tragedy, Supernatural.

· INI BUKAN BXB (Boy Love). Ini adalah BxOC (Boy x Original Female Character).

· Pembaca diharapkan telah dewasa secara mental dan legal.





©isaalyn

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon isagoingon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengikat Terakhir

Setelah Junho pergi, suasana di bekas dapur terasa mencekam—seperti awan gelap yang menggantung di atas kepala. Bayi kecil itu kembali merintih, ketakutan oleh aura negatif yang ditinggalkan Junho. Semua usaha Seola seolah sirna dalam sekejap.

Seola, dengan hati yang berat dan lelah, duduk di lantai dingin. Dia menatap ketiga bayangan yang terpisah oleh dinding rasa sakit yang tak terlihat—seolah-olah ada jurang yang dalam di antara mereka.

"Kenapa kalian tidak mengerti?" bisiknya, suaranya hampir tak terdengar, dipenuhi keputusasaan.

"Dia," jarinya menunjuk ke bayangan bayi yang samar, "tidak peduli siapa yang benar atau salah. Dia tidak mengerti rasa bersalah atau kebencian. Dia hanya tahu cinta—cinta yang tulus, dan kesedihan karena kalian berdua bersedih."

Kata-kata Seola menggema, seperti guntur yang mengoyak keheningan.

Seung Jo, dengan air mata darah yang kini berhenti, mengangkat kepalanya. Dalam momen itu, sebuah realisasi menamparnya—selama ini, dia terjebak dalam rasa bersalah dan keinginan untuk ditebus oleh Hayeon, hingga melupakan kebutuhan anaknya yang polos.

Hayeon, di sisi lain, merasa terpuruk. Dia selalu melihat dirinya sebagai pelindung, menjaga bayi itu dari Seung Jo. Namun, kini dia menyadari, dengan menjauhkan anaknya dari ayahnya—betapa pun buruknya—dia justru menciptakan ketidakutuhan yang menyakiti anak mereka.

Seola melihat perubahan itu—sebuah kesempatan berharga. Dia tidak berbicara tentang maaf atau rekonsiliasi, melainkan tentang keluarga.

"Paman, Kakak," panggilnya, suaranya kini lebih tegas, penuh harapan.

"Coba lihat dia. Bersama-sama."

Dengan ragu, Seung Jo dan Hayeon menoleh ke arah bayangan bayi mereka. Mereka melakukannya bersamaan, untuk pertama kalinya tanpa saling menyalahkan atau merasa takut.

Dan kemudian, keajaiban terjadi.

Bayangan bayi itu merasakan perhatian penuh cinta dari kedua orang tuanya—meski cinta itu rumit dan terluka—dan berhenti merintih. Sebuah cahaya kecil dan hangat memancar darinya, lembut dan murni, penuh cinta tanpa syarat yang hanya bisa diberikan oleh seorang anak.

Cahaya itu menyentuh bayangan Seung Jo dan Hayeon.

Bagi Seung Jo, cahaya itu seperti pengampunan yang tak pernah dia minta. Bukan dari Hayeon, tetapi dari anaknya sendiri—sebuah pengakuan bahwa, di mata anaknya, dia tetap ayahnya.

Bagi Hayeon, cahaya itu terasa seperti izin. Izin untuk melepaskan sedikit rasa sakitnya, untuk membiarkan ayahnya mendekat, bukan untuk dirinya sendiri, tetapi demi kebaikan anak mereka.

Tidak ada pelukan dramatis, tidak ada kata-kata maaf yang terucap.

Namun, Seung Jo perlahan mendekat. Hayeon tidak menghalangi, hanya mengawasi dengan sikap waspada yang mulai melunak.

Dia berdiri di samping Hayeon, mereka berdua memandangi cahaya kecil dari anak mereka. Jarak di antara mereka masih ada, tetapi kini dipenuhi kesedihan bersama dan, yang terpenting, cinta untuk cahaya kecil di depan mereka.

Bayi itu, merasakan kedekatan kedua orang tuanya, mulai memudar. Tapi kali ini, bukan karena kesedihan—melainkan karena kedamaian. Cahayanya bersinar lebih terang sejenak, seolah mengucapkan selamat tinggal, sebelum akhirnya menghilang sepenuhnya, membawa serta tangisannya yang menyedihkan untuk selamanya.

Seola menyaksikan, air mata bahagia mengalir di pipinya. Dia berhasil—bukan dengan memaksa mereka untuk saling memaafkan, tetapi dengan mengingatkan mereka pada ikatan yang lebih kuat dari rasa sakit atau rasa bersalah: cinta seorang anak.

Kini, hanya tersisa Seung Jo dan Hayeon. Masih terpisah, masih terluka. Namun, sesuatu telah berubah. Sebuah jembatan yang rapuh telah terbentuk. Dan untuk pertama kalinya sejak kehilangan mereka, ada harapan bahwa suatu hari nanti, mereka mungkin bisa menemukan kedamaian—bersama, atau... mungkin tidak.

 ---

Setelah kepergian sang bayi, suasana di bekas dapur itu seolah terperangkap dalam keheningan yang dalam—sebuah kesunyian yang menyesakkan, menggantikan energi tegang dan putus asa yang sebelumnya menguasai ruangan. Seolah, dengan naluri yang tajam, merasakan saatnya untuk pergi. Dia memberikan senyum kecil, penuh makna, kepada kedua arwah itu—sebelum berbalik, meninggalkan mereka dalam kesendirian, kembali ke dunia yang mulai cerah oleh sinar fajar.

Seung Jo dan Hayeon berdiri terpisah, langkah-langkah mereka seakan membentengi jarak di antara mereka. Tak ada tatapan, hanya keheningan yang terasa berat—tapi kali ini, tidak ada kebencian. Ini adalah keheningan dua jiwa yang telah melewati neraka bersama, terlalu lelah untuk terus berperang.

Hayeon adalah yang pertama memecah kebisuan itu. Suaranya lembut, seperti bisikan angin yang menyentuh daun.

"Dulu... di toko roti," katanya, matanya menatap lantai, seolah mengintip kenangan yang jauh.

"Saat kau pertama kali datang... kau selalu memesan cheesecake vanilla dan espresso."

Seung Jo terkejut, matanya terbelalak. Dia menoleh, memandangi wajah Hayeon yang pucat, tak menyangka dia masih mengingat hal-hal kecil seperti itu.

"Kau... selalu menghindari tatapanku," balasnya, suaranya serak, seolah tercekik.

"Tanganmu bergetar setiap kali menyerahkan pesananku."

"Karena aku takut," Hayeon mengakui, matanya kini menatapnya.

"Tapi ada bagian dari diriku yang... tidak bisa tidak memperhatikanmu. Kau terlihat begitu kesepian." Dia menatapnya, dan seolah dunia di sekitar mereka memudar.

"Seperti aku."

Pengakuan itu menggantung di antara mereka, dua jiwa yang kesepian, seharusnya saling menghibur, malah saling menghancurkan.

"Aku tidak bermaksud... untuk semuanya berakhir seperti ini," ucap Seung Jo, suaranya bergetar. Ini bukan pembelaan, melainkan pengakuan yang tulus.

"Aku terbiasa menyelesaikan segalanya dengan kekerasan dan kekuasaan. Itu satu-satunya bahasa yang aku kenal."

"Aku tahu," jawab Hayeon, suaranya berat.

"Dan bahasa itu menghancurkanku." Dia menarik napas dalam-dalam, seolah mengumpulkan semua kekuatan.

"Tapi... aku juga membencimu karena... karena kau membuatku merasakan sesuatu. Kebencian, ketakutan, tapi juga... sebuah koneksi. Di dunia yang membuatku merasa tak terlihat, kau membuatku terlihat. Meski dengan cara yang salah."

Kebenaran pahit itu terungkap. Dalam hubungan mereka yang beracun, ada pengakuan akan keberadaan satu sama lain yang tak pernah mereka dapatkan dari orang lain.

"Mengenai... anak kita," lanjut Hayeon, suaranya bergetar.

"Aku tidak akan pernah bisa memaafkanmu untuk itu. Tapi... aku melihat caramu memandangnya. Penyesalan di matamu. Dan itu... cukup untukku. Untuk melepaskannya. Bukan untukmu, tapi untuk diriku sendiri. Dan untuknya."

Seung Jo mengangguk, air mata darahnya mengalir lagi, kali ini dalam keheningan. Dia mengerti, tak berharap untuk diampuni.

"Aku akan tinggal di sini," ucapnya, suara penuh tekad.

"Di tempat ini. Sebagai penjaga kenangan. Sebagai hukumanku. Dan... jika suatu hari kau memutuskan untuk pergi, untuk benar-benar menemukan kedamaian, aku akan melepaskanmu."

Hayeon memandangnya lama, melihat bayangan pria yang dulu ditakutinya, kini hancur dan penuh penyesalan. Di balik semua rasa sakit, ada secercah belas kasih.

"Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan," ucapnya akhirnya, suara bergetar.

"Tapi... terima kasih. Untuk kata-katamu tadi." Hayeon terdiam untuk memilih kata-kata yang tepat.

"Aku masih takut. Dan tolong jangan menyerah. Aku akan berusaha untuk bersatu untuk kita." ucap Hayeon membuat Seung Jo tersenyum dan menggenggam tangan Hayeon dengan hati-hati tentunya dengan persetujuannya.

"Aku tidak akan menyerah, sayang.. Tidak akan.. Terima kasih." ucap Seung Jo yang penuh rasa syukur dan bahagia membuat air mata darahnya berhenti.

Bukan rekonsiliasi, bukan akhir bahagia—tapi sebuah permulaan. Sebuah gencatan senjata yang rapuh antara dua arwah yang terluka.

Matahari pagi mulai menyinari perpustakaan, menembus jendela, menyinari debu yang berputar-putar. Di bekas dapur, dua bayangan itu berdiri bersama dalam keheningan, akhirnya berdamai dengan masa lalu mereka yang kelam, siap menghadapi kekekalan dengan beban yang sedikit lebih ringan—dan mungkin, suatu hari nanti, dengan sedikit kedamaian.

1
LOLA SANCHEZ
Aku sangat penasaran! Kapan Thor akan update lagi?
isagoingon: besok yaa kakkk!😄
terima kasih sudah mampirr!!
total 1 replies
Oralie
Larut malam ini tetap menunggu update dari thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!