Di dunia yang hanya menghargai bakat spiritual dan aliran Qi yang sempurna, ia terlahir sebagai "Tanpa Akar". Sementara teman sebaya disibukkan dengan meditasi dan pil kultivasi, Lian memilih jalan yang menyakitkan: ia mengukir kekuatannya dengan darah, keringat, dan Latihan Tubuh Besi yang brutal, menolak takdir yang telah digariskan langit.
Ketika Desa Lingshan dihancurkan oleh serangan mendadak. Lian secara tidak sengaja menelan sebuah artefak kuno: Giok Tersembunyi.
Giok itu tidak hanya memberinya Qi; ia menipu Surga, memberikan Lian jalur kultivasi yang tersembunyi dan lebih unggul. Kekuatan ini datang dengan harga: ancaman yang ia hadapi di Alam Fana hanyalah bayangan dari musuh-musuh kosmik yang ingin merebut kembali Giok yang merupakan Fragmen Takdir.
Kisah ini adalah tentang seorang pemuda yang dihina, yang menggunakan tekadnya untuk menghadapi musuh dari Alam Abadi, dan membuktikan: Bakat adalah hadiah, tetapi kehendak adalah kekuatan sejati
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sarang Rubah
Lian memegang token kayu kecil itu di telapak tangannya. Token itu kasar, diukir dengan simbol rubah yang sedang tidur—simbol kecerdasan yang tersembunyi, simbol pemikiran lateral.
Dia berdiri dalam keheningan Hutan Kuno selama satu jam penuh, menimbang pilihannya.
Dia tidak mengenal wanita itu. Perlawanan Fana itu lemah secara fisik. Pertemuan ini adalah risiko yang tidak perlu. Peta Mo Ya jelas: dia harus menyabotase Simpul, sendirian, sebagai hantu. Mo Ya akan menyebut aliansi ini sebagai keterikatan emosional yang bodoh, sebuah variabel yang tidak logis yang hanya akan mengacaukan misinya.
Tetapi suara Zhe bergema lebih kuat di benaknya. "Seorang fana tahu dia lemah... Dia menyuap penjaga gerbang... Dia menyerang dari sudut yang berbeda."
Sekte Seribu Pedang telah mengirimkan "Pembersih" baru setelah kegagalan Kuan. Mereka akan mengirim seseorang yang siap menghadapi serangan Jiwa. Mereka akan mengirim seseorang yang siap menghadapi kekuatan fisik murni. Mereka akan mengirim seseorang seperti Tetua Yin, yang dipersenjatai dengan Artefak.
Lian menyadari kebenaran yang pahit: jika dia terus menyerang sendirian, dia mungkin kuat, tetapi dia bisa ditebak. Dia hanya satu Anomali.
Namun, jika dia bersekutu dengan Perlawanan Fana... dia menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar. Sesuatu yang kacau dan tidak bisa diprediksi oleh Formasi Logika Sekte.
"Kau benar, Zhe," bisik Lian. "Aku harus berhenti berpikir seperti kultivator yang menyendiri."
Dia menyimpan token kayu itu dan mulai bergerak, bukan ke arah puncak Menara Pengamat Guntur, tetapi ke bawah, menuju kaki gunung tempat "sarang rubah" itu seharusnya berada.
Menemukan tempat persembunyian Perlawanan Fana adalah ujian pertama. Lian tidak mencari pintu masuk yang jelas; dia tahu tempat persembunyian yang efektif melawan Sekte Seribu Pedang pasti disembunyikan dari pemindaian Formasi Logika Alami.
Dia mengaktifkan Analisis Gioknya—kemampuan pasif yang diwarisi dari Mo Ya, yang kini diperkuat oleh Ketiadaan Murni Gioknya. Dia tidak memindai Qi; dia memindai celah dalam Aturan.
Dia berjalan di sepanjang dasar tebing, matanya terpejam, merasakan jalinan Formasi Logika Alami yang menutupi area itu seperti jaring laba-laba. Jaring itu sempurna, setiap simpul terhubung, setiap Aturan ditegakkan. Kecuali di satu titik.
Di balik air terjun kecil yang tertutup lumut, ada gangguan. Bukan lubang, tapi getaran aneh. Formasi Logika di area itu tampak "bingung". Seolah-olah Aturan di sana tumpang tindih—Aturan Sekte Seribu Pedang bertabrakan dengan Aturan yang lebih tua dan lebih alami.
Lian menemukan celah di balik air terjun. Itu bukan gua buatan manusia, melainkan sistem gua alami yang terbentuk dari mata air panas bawah tanah. Panas dan mineral di dalam air mengacaukan sensor Formasi Sekte, menciptakan titik buta alami.
Sarang rubah.
Lian tidak masuk melalui pintu masuk utama. Dia menggunakan "Langkah Giok Hampa", menembus dinding batu tipis di samping gua, muncul di dalam bayangan di langit-langit gua yang tinggi.
Dia menyelimuti dirinya dengan "Perisai Jiwa Ketiadaan", menyembunyikan Maksud dan keberadaannya. Dia menjadi hantu sekali lagi, mengamati.
Di bawahnya, sebuah gua besar terbentang, diterangi oleh jamur bercahaya dan panas dari mata air. Sekitar lima puluh orang—fana, semuanya—bergerak dengan efisiensi yang senyap. Mereka merawat yang terluka dari pertarungan sebelumnya, memperbaiki baju zirah kulit, dan mengasah tombak obsidian.
Ini adalah markas Perlawanan Fana yang terorganisir.
Di tengah ruangan, di depan peta besar wilayah yang tergores di dinding batu, berdiri wanita pemimpin itu. Dia sedang berdebat sengit dengan seorang pria tua yang tampak letih.
"Kita tidak bisa menyerang Menara Guntur, Kaira!" kata pria tua itu. "Kita baru saja kehilangan enam orang yang terluka parah melawan patroli kecil. Menara itu dijaga oleh 'Pembersih' elit!"
"Dan jika kita tidak melakukan apa-apa, Harun?" balas Kaira, suaranya tajam seperti obsidian. "Jika kita tidak menghancurkan Simpul Formasi di Menara itu, musim tanam berikutnya akan gagal total. Formasi Guntur mereka mengacaukan pola cuaca. Kita akan kelaparan sebelum musim dingin berakhir."
"Menyerang adalah bunuh diri," desah Harun. "Kita butuh keajaiban."
"Kita mungkin memilikinya," kata Kaira pelan.
"Si 'hantu' itu?" Harun mendengus. "Dia menyelamatkan kita, ya. Tapi dia hanya satu orang. Mungkin dia seorang kultivator kuat yang sedang lewat. Dia tidak akan mempertaruhkan nyawanya untuk sekelompok fana seperti kita."
"Dia menghancurkan Simpul Formasi Taktis dari jarak seratus langkah tanpa jejak Qi," Kaira bersikeras. "Dia bukan kultivator biasa. Dia adalah sesuatu yang lain. Dan aku meninggalkannya undangan."
"Kau mempertaruhkan keamanan kita pada harapan?"
"Aku mempertaruhkan keamanan kita pada satu-satunya hal yang ditakuti Sekte Seribu Pedang," kata Kaira. "Sesuatu yang tidak bisa mereka hitung. Sesuatu yang tidak logis."
Lian memutuskan sudah waktunya.
Dia tidak muncul. Dia tetap dalam bayang-bayang di langit-langit, tetapi dia membiarkan suaranya terdengar, diperkuat sedikit oleh resonansi Gioknya, membuatnya terdengar dingin, tanpa usia, dan datang dari segala arah sekaligus.
"Kau benar, Kaira dari Tanah Tandus."
Seluruh gua membeku. Lima puluh pemberontak fana mencabut senjata mereka, mata mereka melesat liar mencari sumber suara.
Kaira tidak bergerak. Dia hanya menatap bayangan di sudut ruangan. "Jadi, kau datang, hantu."
"Aku di sini," suara Lian menggema. "Dan aku di sini bukan untuk harapan. Aku di sini untuk strategi."
"Strategi apa yang bisa dimiliki satu orang melawan Menara Guntur?" tanya Harun, suaranya bergetar.
"Menara itu hanyalah cangkang," kata Lian dari bayang-bayang. "Kekuatan sebenarnya ada di bawahnya. Sebuah Simpul Penstabil Bawah Tanah, terhubung langsung ke Jaringan Formasi Utama. Hancurkan Simpul itu, dan Menara Guntur akan runtuh."
Kaira menyipitkan matanya. "Bagaimana kau tahu itu? Informasi itu dijaga ketat."
"Aku memiliki peta mereka," kata Lian.
Keheningan melanda ruangan. Memiliki peta Jaringan Formasi adalah sesuatu yang mustahil.
"Bahkan jika kau tahu di mana letak Simpul itu," kata Kaira, menguji, "kau tidak bisa mencapainya. Pintu masuk bawah tanah dijaga oleh Formasi Logika Alami terkuat. Itu mendeteksi Maksud menyerang. Saat kau melangkah dengan niat buruk, kau akan mati."
"Formasi mereka tidak bekerja padaku," kata Lian singkat.
Kaira dan Harun saling berpandangan. "Hantu" ini adalah Anomali yang sebenarnya.
"Jadi, apa rencanamu?" tanya Kaira. "Kau menyelinap masuk, menghancurkan Simpul, dan pergi, sementara kami bersembunyi di sini?"
"Tidak," kata Lian. "Itu strategi yang buruk. Setelah aku menghancurkan Simpul Tiga Sungai, mereka sekarang waspada. Mereka tahu ada penyabot. Menara Guntur akan dijaga ketat. Aku menduga 'Pembersih' tingkat tinggi sudah dalam perjalanan ke sana, mungkin seseorang yang siap menghadapi serangan Jiwa."
"Lalu apa?"
"Aku butuh pengalih perhatian," kata Lian. "Aku butuh kekacauan. Sesuatu yang begitu besar, begitu tidak logis, sehingga menarik setiap penjaga dan setiap 'Pembersih' di Menara itu ke gerbang depan."
Kaira mulai mengerti. "Kau ingin kami, sekelompok fana, menyerang Menara Guntur secara langsung?"
"Tidak. Aku ingin kalian melakukan apa yang kalian lakukan terbaik," kata Lian. "Berpikir lateral. Kalian tidak bisa meledakkan gerbang. Tapi kalian bisa meledakkan gudang amunisi mereka. Kalian bisa memicu longsoran batu di jalur patroli mereka. Kalian bisa menyabotase generator Formasi sekunder mereka."
Lian melanjutkan, suaranya kini dipenuhi otoritas dingin dari seorang Arbiter. "Rencananya adalah ini: Aku akan memberimu lokasi tiga titik lemah di luar Menara—gudang penyimpanan kristal, menara komunikasi, dan generator perisai sekunder. Pada jam tertentu besok malam, tim kalian akan menyerang ketiga titik itu secara bersamaan."
"Itu akan menarik semua penjaga," kata Kaira, matanya bersinar.
"Tepat," kata Lian. "Dan saat semua mata tertuju pada kekacauan di permukaan, aku akan menggunakan 'Langkah Giok Hampa' untuk masuk ke Simpul Bawah Tanah. Aku akan menghancurkan Simpul Penstabil Utama."
Harun tampak pucat. "Menyerang tiga titik sekaligus... Kami akan kehilangan banyak orang."
"Tidak jika kalian menggunakan ini," kata Lian.
Dia menjatuhkan sesuatu dari langit-langit. Bukan senjata. Bukan artefak. Itu adalah sebuah gulungan kulit yang tebal.
Kaira membukanya. Itu adalah cetak biru terperinci dari sistem patroli "Pembersih" di sekitar Menara, jadwal pergantian penjaga, dan—yang paling penting—kelemahan dalam Formasi Logika Alami yang melindungi tiga target tersebut.
"Ini... ini adalah jadwal patroli mereka selama sebulan ke depan!" seru Harun.
"Aku Menganalisisnya dan dari apa yang kulihat dari Kapten Gao Yan," kata Lian. "Gunakan ini. Serang saat pergantian penjaga. Kalian tidak perlu melawan mereka; kalian hanya perlu meledakkan target dan lari.”
Kaira menatap gulungan itu, lalu kembali ke bayangan tempat Lian bersembunyi. Dia tidak lagi skeptis. Dia melihat sekutu yang paling kuat yang pernah dia impikan.
"Kami akan melakukannya," kata Kaira. "Kami akan memberimu pengalih perhatian terbesar yang pernah dilihat Sekte Seribu Pedang. Tapi aku ingin sesuatu sebagai balasannya, hantu."
"Apa itu?"
"Setelah kau menghancurkan Simpul Utama, temui aku di sini lagi. Kami, kaum fana, telah berjuang sendirian terlalu lama. Kami butuh pemimpin. Kami butuh simbol. Kami butuh 'hantu' untuk memimpin kami."
Lian terdiam. Dia datang untuk mencari pengalih perhatian. Dia malah ditawari untuk memimpin perlawanan.
"Hancurkan Menara Guntur dulu," kata Lian akhirnya. "Setelah itu, kita bicara lagi."
Dia menggunakan "Langkah Giok Hampa" dan menghilang dari langit-langit, meninggalkan gua yang kini dipenuhi bisikan penuh semangat. Aliansi Fana telah terbentuk.
Lian muncul kembali di puncak bukit, menatap Menara Guntur di kejauhan. Dia tahu ini adalah pertaruhan besar. Dia memercayai nyawanya pada sekelompok pemberontak fana.
Tapi dia juga tahu bahwa musuh lain yang membawa Artefak Pelindung Jiwa, sedang menuju Menara itu. Pertarungan langsung adalah bunuh diri.
Menggunakan kekacauan yang diciptakan oleh Kaira adalah satu-satunya cara "fana" untuk menang.