Irsyad mendapat tugas sulit menjadikan Bandung Medical Center sebagai rumah sakit pusat trauma di Bandung Timur.
Kondisi rumah sakit yang nyaris bangkrut, sistem yang carut marut dan kurangnya SDM membuat Irsyad harus berjuang ekstra keras menyelesaikan tugasnya.
Belum lagi dia harus berhadapan dengan Handaru, dokter bedah senior yang pernah memiliki sejarah buruk dengannya.
Bersama dengan Emir, Irsyad menjadi garda terdepan menangani pasien di Instalasi Gawat Darurat.
Terkadang mereka harus memilih, antara nyawa pasien atau tunduk dengan sistem yang bobrok.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mas Irsyad
“Ayah,” panggil Nayraya pada pria yang berdiri tak jauh darinya.
“Kamu kemana saja? Ayah sudah menunggu lama.”
“Aku diajak makan malam oleh rekan ku. Ayah sudah makan?”
“Belum.”
Tanpa mengatakan apapun, Nayraya langsung membuka kunci pintu. Wanita itu segera masuk disusul oleh Ayahnya. Pria bernama Manaf itu menjatuhkan bobot tubuhnya di sofa yang ada di ruang tamu.
“Aku ngga masak hari ini. Ayah mau ku buatkan mie instan?”
“Boleh.”
Setelah menaruh tasnya di kamar, Nayraya segera menuju dapur. Wanita itu merebus air di panci. Sambil menunggu air mendidih, dia mengambil mie instan, telur dan sawi. Berturut-turut Nayraya memasukkan bahan-bahan ke dalam panci.
Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, mie instan rebus selesai dibuatnya. Nayraya menaruh mangkok di atas meja, tepat di depan Manaf.
“Aku mau mandi dulu.”
Tidak ada jawaban dari Manaf, pria itu memilih langsung menikmati mie instan di depannya. Saking laparnya, mie instan sudah tandas dimakan olehnya sebelum Nayraya selesai mandi. Pria itu menaruh mangkok kosong di bak cuci piring, lalu mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih.
“Ayah lihat jendela depan dan pintu diganti,” ujar Manaf ketika Nayraya baru keluar dari kamar mandi.
“Jendela depan kacanya pecah kena bola. Pintu sudah dimakan rayap, makanya aku ganti. Ayah mau tidur di sini?”
“Iya.”
Tanpa banyak bicara, Nayraya masuk ke dalam kamar. Tak berapa lama kemudian dia keluar sambil membawa seprai, sarung bantal, sarung guling dan selimut. Tak butuh waktu lama, wanita itu sudah selesai membereskan kamar yang biasa ditidurinya Ayahnya.
“Kamarnya sudah beres, aku tidur duluan.”
Nayraya segera masuk ke kamarnya, lalu naik ke atas ranjang. Wanita itu tidak langsung tidur, melainkan hanya duduk bersandar ke headboard ranjang sambil memegang lututnya. Perasaannya tak karuan melihat Ayah yang sudah dua tahun tidak ditemuinya kembali muncul di depannya.
Ketika Ibu dan adiknya meninggal karena kecelakaan, bukan hanya Nayraya yang merasakan sedih dan terpuruk, tapi begitu juga Manaf. Rasa cinta yang begitu dalam pada istrinya, membuat Manaf masih sulit untuk melepaskan kepergian istrinya.
Setelah kepergian istri dan anaknya, Manaf seperti kehilangan gairah hidup. Pria itu tidak mau bekerja sampai akhirnya sang atasan memecatnya karena sudah hampir dua bulan Manaf bolos kerja. Selama enam bulan Manaf hanya diam di rumah, tidak mengurus dirinya apalagi mengurus Nayraya.
Setelah lama menganggur, akhirnya Manaf memutuskan bekerja kembali karena tabungannya sudah hampir habis. Dia juga masih harus membiayai sekolah Nayraya. Saat itu Nayraya masih menempuh pendidikan di sekolah perawat.
Lewat temannya, Manaf mendapatkan informasi pekerjaan. Pria itu mendapat tiga tawaran pekerjaan, dua pekerjaan berada di belakang meja, seperti pekerjaannya dahulu dan satu menjadi supir pengantar barang ke luar Bandung.
Demi bisa melupakan istrinya, Manaf memilih pekerjaan sebagai supir. Terkadang dia harus pergi berhari-hari dan meninggalkan Nayraya sendirian di rumah.
Keseringan ditinggal sang Ayah sendirian, Nayraya pun sudah terbiasa hidup seorang diri dan mandiri. Awalnya Manaf pergi paling lama, satu minggu. Tapi semakin lama, durasi kepergiannya semakin lama. Lepas setahun bekerja sebagai supir, Manaf sudah seperti Bang Toyib, jarang pulang ke rumah. Namun dia masih terus mengirimkan uang untuk Nayraya.
Selama sembilan tahun berikutnya, pertemuan Nayraya dengan Manaf bisa dihitung dengan jari. Saat kembali pun Manaf tidak pernah tinggal lama. Paling lama dia tinggal selama seminggu. Jadi kali ini pun Nayraya sudah menduga kalau Manaf tidak akan tinggal lama.
Jauh di dalam lubuk hatinya, Nayraya sangat berharap Manaf bisa kembali seperti dulu. Menjadi Ayah yang perhatian dan penuh kasih sayang. Tapi sekarang hubungannya dengan Manaf terasa jauh, dingin, tidak ada lagi kehangatan, apalagi kasih sayang antara Ayah dan anak.
Lamunan Nayraya pecah ketika mendengar dentingan ponselnya. Dengan malas dia mengambil ponsel yang ada di atas nakas. Nampak sebuah pesan dari Irsyad masuk.
[Besok aku akan menjemput mu bekerja.]
Sejenak Nayraya terdiam. Dia masih menimbang jawaban apa yang akan diberikan pada Irsyad. Di satu sisi dia senang dengan inisiatif Irsyad untuk menjemputnya, tapi di sisi lain, dia tidak mau terlalu dekat dengan dokter bedah trauma itu. Takut dirinya terbawa perasaan.
[Aku jemput jam setengah tujuh. Kita sarapan dulu sebelum ke rumah sakit.]
Kembali sebuah pesan dari Irsyad masuk. Dan kali ini Nayraya langsung menjawabnya.
[Oke.]
Akhirnya Nayraya memutuskan menerima ajakan Irsyad. Soal bagaimana hubungan mereka ke depannya, biar dipikirkan nanti. Usai membalas pesan Irsyad, Nayraya langsung membaringkan tubuhnya.
***
Sehabis shubuh, Nayraya sudah sibuk berkutat di dapur. Wanita itu memutuskan untuk memasak pagi ini. Alih-alih sarapan di luar, Nayraya justru ingin Irsyad mencoba masakan buatannya.
Pukul enam pagi, tiga macam masakan dan nasi sudah siap di meja makan. Manaf yang baru keluar dari kamarnya, cukup bingung melihat sarapan yang sudah tersedia di atas meja.
“Tumben kamu masak pagi-pagi.”
“Aku mau sarapan di rumah. Ayah juga sudah lama tidak makan masakan buatan ku.”
Perkataan Nayraya seolah menjadi sindiran untuk Manaf. Pria itu hanya berdehem. Dia berjalan menuju ruang tamu. Di sana sudah tersedia kopi hitam untuknya. Sambil mengutak-atik ponselnya, Manaf menyeruput kopinya.
Tepat pukul setengah tujuh, ponsel Nayraya berdering. Irsyad mengabarkan kalau dirinya sudah berada di depan gang. Bergegas Nayraya keluar dari rumahnya. Tak butuh waktu lama, wanita itu sudah sampai di dekat mobil.
“Mobilnya parkirin aja dulu, dok. Bisa di sebelah sana,” Nayraya menujuk sebuah tanah lapang di dekat gang rumahnya.
“Kamu masih lama?”
“Kita sarapan di rumah aja. Aku sudah masak.”
Irsyad menganggukkan kepalanya. Dia segera melajukan kendaraan ke tanah lapang yang jaraknya sekitar lima puluh meter. Setelah memarkirkan mobilnya, Irsyad keluar lalu berjalan cepat menuju mobil.
“Kamu sengaja masak untuk sarapan kita?”
“Ya. Lagi pula ada Ayah ku.”
“Kamu tinggal berdua dengan Ayah mu?”
“Ya dan tidak. Ayah ku jarang pulang. Tadi malam dia kembali setelah dua tahun tidak pulang ke rumah.”
Irsyad tak melanjutkan pertanyaannya. Dia takut akan membuat Nayraya merasa tak nyaman.
Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya mereka tiba di kediaman Nayraya. Sebuah rumah kecil dengan warna cat biru muda. Keadaan rumah nampak terawat dengan baik. Beberapa tanaman di dalam pot tertata rapih di teras.
Kedatangan Irsyad mengejutkan Manaf yang masih berada di ruang tamu. Irsyad melepas sepatunya dan langsung menyalami Manaf. Nayraya dibuat takjub melihat Irsyad yang mau mencium punggung tangan Ayahnya.
“Ini pacar mu, Nay?” tanya Manaf tiba-tiba.
Sontak Nayraya langsung menggeleng seraya menggerakkan kedua tangannya. Irsyad pun langsung mengklarifikasi.
“Saya, Irsyad. Rekan Raya di rumah sakit.”
“Dia dokter spesialis bedah trauma yang bekerja dengan ku di IGD,” tambah Nayraya.
“Oh.. maafkan saya, dokter. Saya sudah gembira Nay memperkenalkan seorang pria pada saya.”
“Ayo kita makan dulu, dok.”
Nayraya langsung mengajak Irsyad dan Manaf untuk sarapan bersama. Dengan cekatan Nayraya mengambilkan makanan untuk Manaf dan juga Irsyad. Melihat Nayraya melayaninya, ingatan pria itu terlempar saat sang istri masih bersamanya.
Selama ini dia sudah kehilangan kehangatan di rumah. Jangan salahkan Nayraya, tapi justru dirinya yang melarikan diri dari rumah. Tidak sanggup tinggal terlalu lama di rumah yang penuh kenangan akan istrinya.
Tapi kembalinya Manaf kali ini bermaksud tetap berada di samping Nayraya. Mengganti waktu mereka yang hilang sebelumnya.
“Masakan mu enak,” puji Irsyad.
“Raya memang pintar memasak seperti Ibunya. Tapi sayang, saya yang jarang memiliki kesempatan untuk menikmati makanannya.”
“Semoga setelah hari ini, Bapak bisa terus menikmati makanan lezat buatan Raya.”
“Aamiin..”
Selama makan, Nayraya hanya diam saja. Tidak ada keinginan menimbrung pembicaraan. Wanita itu tidak mau kembali kecewa. Setelah berharap sang Ayah akan kembali padanya, namun pada akhirnya pria itu kembali meninggalkannya.
Usai menikmati sarapan, Nayraya bermaksud mencuci semua piring dan gelas kotor yang tadi digunakan, tapi Manaf menahannya.
“Biar Ayah yang cuci. Kamu berangkat kerja saja.”
“Terima kasih, Ayah.”
Nayraya masuk dulu ke kamarnya untuk mengambil tas. Wanita itu kemudian mencium punggung tangan Manaf diikuti oleh Irsyad. Keduanya segera meninggalkan rumah, menuju tanah lapang di mana Irsyad memarkirkan mobilnya.
“Terima kasih untuk sarapannya. Masakan mu benar-benar enak.”
“Sama-sama, dokter.”
“Raya, saat kita tidak sedang berada di rumah sakit, bisakah kamu memanggil ku tanpa embel-embel dokter?”
“Lalu aku harus memanggil apa?”
“Kamu bisa langsung memanggil nama ku.”
“Rasanya tidak sopan kalau aku langsung memanggil nama mu. Ehm.. bagaimana kalau aku memanggil mu Mas Irsyad?”
“Boleh, aku suka panggilan itu.”
Sebuah senyuman tercetak di wajah Irsyad. Tanpa dapat ditahan, jantung Nayraya berdetak tak karuan begitu melihat senyum manis dokter bedah trauma tersebut.
***
Sambil memegang tablet di tangannya, Reynand berjalan menuju ruangan di mana pasien gagal ginjal melakukan prosesi cuci darah.
Ketika pria itu memasuki ruangan, nampak sepuluh orang pasien sedang menjalani cuci ginjal. Reynand mendekati salah satu pria yang merupakan pasiennya.
“Selamat pagi menjelang siang, Pak Harja.”
“Siang, dok,” jawab Harja sambil tersenyum.
“Bagaimana hari ini?”
“Lumayan lelah.”
“Sebentar lagi prosesnya akan selesai. Semangat ya, Pak.”
Setelah memeriksa pasien yang lain, Reynand pun meninggalkan ruangan tersebut. Pria itu turun ke lantai bawah, hendak menuju IGD.
Baru sekitar sepuluh menit berada di IGD, Reynand mendapat telepon dari seorang suster yang bertugas melayani pasien cuci darah. Perawat tersebut mengabarkan kalau kondisi Harja drop setelah melakukan cuci darah.
Reynand memerintahkan Harja dipindahkan ke ruang perawatan, sementara pria itu bergegas menuju lantai lima. Sesampainya di sana, Reynand disambut perawat yang menghubunginya tadi. Dokter residen itu segera dibawa menuju ruang rawat Harja.
“Apa yang Bapak rasakan?”
“Dada dan punggung saya terasa nyeri, dok.”
Reynand segera memeriksa kondisi pasien. Dia mengarahkan stetoskopnya ke dada dan punggung sang pasien.
“Tekanan darahnya cukup rendah, dok.”
“Pak Harja, rasa nyeri yang Bapak rasakan itu karena hipotensi. Saya juga akan melakukan pemeriksaan lain, apa ada efek samping lain yang terjadi?”
“Tidak ada, dok.”
“Berikan obat untuk menaikan tekanan darah yang biasanya.”
“Tapi dok..”
“Ada apa?”
“Obat itu sudah tidak ada lagi.”
“Maksudnya?”
“Seluruh obat-obatan di rumah sakit ini, sekarang menggunakan produk AvaMed. Memang ada obat untuk menaikkan tekanan darah, tapi keluaran AvaMed. Apa dokter mau memberikan itu?”
“Mana obatnya?”
Sang perawat segera menuju ruang obat lalu memberikan obat yang dimaksud. Reynand membaca dahulu komposisi obat. Sekilas komposisinya hampir sama dengan obat yang biasa digunakan, tapi ada yang berbeda.
Tanpa mengatakan apapun, Reynand segera menuju lantai sepuluh, lantai di mana ruangan Handaru berada.
“Aku mau bertemu dokter Handaru,” ujar Reynand pada sang sekretaris.
“Dokter Handaru sedang berbicara dengan Pak Senatnu.”
“Ini hal penting!”
Mendengar itu, mau tidak mau sekretaris tersebut membukakan pintu ruangan Handaru. Kedua pria yang berada di ruangan langsung menoleh ke arah pintu.
***
Aduh ada apalagi nih?
apa katanya gk takut dgn Dadvar....padahal ciut dlm hatinya pasti deh iya takut🫣
Bagus Davdar biar Sentanu mingkem, baru tau kalau dia bermasalah. Titip salam sama Sentanu, kalau dipulau Rinca butuh CMO kalau dia mau bisa tuh ngatur ngatur komodo, kali aja komodonya manut sama Sentanu😂😂😂