Dara yang baru saja berumur 25 tahun mendapati dirinya tengah hamil. Hidup sebatang kara di kota orang bukanlah hal yang mudah. Saat itu Dara yang berniat untuk membantu teman kerjanya mengantarkan pesanan malah terjebak bersama pria mabuk yang tidak dia ketahui asal usulnya.
"ya Tuhan, apa yang telah kau lakukan Dara."
setelah malam itu Dara memutuskan untuk pergi sebelum pria yang bersamanya itu terbangun, dia bergegas pergi dari sana sebelum masalahnya semakin memburuk.
Tapi hari-hari tidak pernah berjalan seperti biasanya setelah malam itu, apalagi saat mengetahui jika dia tengah mengandung. apakah dia harus meminta pertanggungjawaban pada lelaki itu atau membesarkan anak itu sendirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanela cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35
" kita langsung pulang atau kamu mau singgah di suatu tempat lagi" tanya Arkan. Saat ini mereka sudah meninggalkan area pemakaman.
Dara berfikir sejenak "Emm.... Aku boleh ke cafe bentar ngga mas. Aku mau ngambil barang-barang aku yang ketinggalan disana. Sekalian nanti kita jemput Rafa kesekolah. Kan jalannya se arah ke sana"
Arkan nampak berfikir sejenak"Oke, habis itu kita makan siang di luar aja yaa" ucap Arkan.
Setelah beberapa saat mobil yang mereka kendarai membelok ke arah yang dituju. Dara tampak deg-degan saat sudah melihat tempat yang dia maksud. Arkan memarkirkan mobilnya di parkiran cafe.
"Aku turun dulu yaa mas, atau mas mau ikut juga kedalam." tawar Dara
Arkan menggeleng cepat " Mas disini aja nunggu kamu, ngga lama kan" dia menolaknya, karena dara mungkin akan bercerita sebentar dengan rekannya.
"Ngga kok mas, bentar aja. Aku turun dulu ya"
Dara melangkahkan kakinya, sesaat dia berhenti di depan pintu kafe. Dia menghembuskan nafas pelan, pasti nanti disana dia akan bertemu dengan Vivi dan juga Rani.
Ting!
Bunyi lonceng pintu mengalihkan pandangan Vivi yang berada di meja kasir begitu juga dengan rani yang sedang menata display.
"Hay" ucap dara dengan canggung.
"DARA" ucap keduanya seraya mendekat ke arahnya. Untung saja suasana kafe sedang sepi.
"Ya Ampun, kamu kemana aja sih. Ngga ada cerita-cerita langsung resign aja. Mana kata bos kamu resignnya, di wakilin lagi, kenapa? kamu ada masalah lagi" cecar Rani.
"Iya lagi, mana di chat ngga dibalas, kita jadi khawatir tau nunggu kabar dari kamu." Sambung Vivi.
"Kita duduk dulu yuk" ucap Dara pada keduanya.
Mereka kemudian duduk di salah satu kursi disana.
"Jadi gimana, kenapa tiba-tiba resign"
Dara menarik nafas panjang " ceritanya panjang, yang penting aku sudah menikah" ucap dara sambil mengajar tangannya, menampilkan jari manisnya sudah ada cincin.
Seketika hening, Rani dan Vivi saling bertatapan satu sama lain.
"Serius Lo!!"
"Demi apa"
Ucap keduanya dengan rasa terkejut.
Dara menggukkan kepalanya " iya aku udah nikah, sebenarnya waktu aku izinin ke Surabaya itu bukan karena ada urusan keluarga. Itu karena aku mau menikah"
Vivi tampak tak percaya " gimana bisa kamu nikah gitu, kamu aja ngga punya pacar atau dekat dengan yang namanya laki-laki"
"Ra, ini ngga karena ada something wrong kan" ucapnya pelan.
Dara tampak terdiam, wajahnya berubah menjadi sendu. Melihat itu Rani dan Vivi tampak mengerti dengan sikap sahabatnya ini.
"Ehh Dara mampir kesini lagi" ucap Rian manager cafe mereka.
Dara menoleh ke arahnya " ehh iya mas, mampir mau ngambil barang aku yang ketinggalan di loker."
"Ohh sendiri aja, suami kamu mana" tanya Rian melihat sekeliling tidak menemukan orang yang dimaksud
Dara tampak bingung, apa dia tahu dara sudah menikah. Setahunya Arkan hanya memberi tahu bos mereka soal ini.
" Mas tahu aku sudah menikah " tanya dara
Rian mengangguk santai. "Ya tahu lah Arkan kan teman kuliah aku dulu sama kayak bos kamu itu"
Dara mengguk paham "Ohhh, itu ada di parkiran, di dalam mobil mas, mas Arkan ngga mau ikut masuk katanya."
"Ohh gitu, kalo gitu aku kebelakang dulu ya " pamitnya seraya berlalu dari hadapan mereka.
"DEBAK, demi apa, bos sama manager kita kenal sama suami kamu. Fix Suami kamu itu pasti ngga kaleng-kaleng Ra," ucap rani
" Yah gitu lah" dara melihat ke arah hp jadulnya sudah menunjukkan jam dua belas siang. " Ehh kyaknya aku ngga bisa lama-lama, aku harus jemput anak aku dulu takut dia nunggu lama"
Rani dan Vivi kembali melongo " maksud kamu. Jangan bilang kamu nikah sama......."
"Lain kali aja kita cerita lagi. Aku kesini mau ngambil barang aku di loker masih ada kan" tanya dara.
"Aman mah kalo itu, ngga akan kami buang kok. Ayok biar aku antar. "Ucap rani.
Bersamaan juga seorang pembeli datang dan terpaksa Vivi harus melayaninya.
Setelah mengambil semua barang-barang yang tertinggal, yaitu berupa tas yang di dalamnya ada kartu ATM. Hanya itu saja, tapi bagi dara itu sangat berharga.
Dara masuk kedalam mobil mendapati Arkan sedang menelepon seseorang.
"Sudah dulu, nanti saya kabari lagi" ucap Arkan memutuskan sambungan.
Arkan menyimpan handphonenya di dashboard " udah selesai"
"Udah mas, tadi aku cerita sebentar sama Rani dan Vivi"
"Emang kamu mau ngambil apa kesana, kelihatan penting banget" tanya Arkan seraya menjalankan mobilnya
"Aku cuma mau ngambil tas ini mas, di dalam mnya ada ATM aku"
Arkan sampai lupa pada satu hal. Dia belum pernah memberikan dara nafkah darinya " maafin mas yaa, mas sampai lupa ngasih kamu nafkah. Soalnya mas sibuk banget sampai lupa sama kewajiban mas"
" Ehh ngga papa ko mas, tabungan ku masih banyak kok. Masih cukup buat aku aja sih"
"Yaa kan itu beda sayang. Itukan uangmu beda lagi kalo nafkah dari aku, itukan sudah kewajiban aku " ucapnya melembut
Blus pipi Dara memerah mendengar panggilan sayang dari Arkan. Etahlah setiap kali dia memanggil dirinya dengan sebutan sayang jantungnya selalu berdebar kencang.
"Ya udah deh terserah mas aja. Aku ikut apa kata mas aja" putus dara.
"Good girl " ucap Arkan sambil mengacak rambut dara.
Tak butuh waktu lama mobil mereka sudah berhenti di sekolah Rafa. Terlihat beberapa anak berlari ke arah orang tuanya masing-masing.
Rafa juga melihat bunda dan papa nya berdiri tak jauh darinya, dia langsung berlari ke arahnya.
"Bunda....."
"Hay sayang gimana sekolahnya" tanya dara sambil menggandeng tangan Rafa menuju arah mobil.
"seru banget Bun, tadi sama Bu guru di suruh bercerita kedepan. Rafa cerita soal bunda, trus Bu guru kasih bintang lima" ucap Rafa dengan semangat.
Rafa terus menceritakan kegiatan nya tadi di sekolah. Dara dengan antusias mendengarkannya sesekali Arkan ikut nimbrung di depan.
Mereka tiba di sebuah restoran keluarga yang cukup elegan. Arkan memastikan Dara duduk di kursi yang nyaman. Selama makan siang, Rafa bercerita panjang lebar tentang sekolahnya, sementara Arkan menyimak dengan penuh perhatian, sesekali menyuapi Rafa.
Dara hanya memesan sup asparagus yang ringan dan memakannya perlahan. Arkan memesan steak tapi ia lebih sering memperhatikan Dara, memastikan istrinya berhasil menghabiskan setengah mangkuk sup.
"Makanannya enak, Ra?" tanya Arkan setelah Dara meletakkan sendoknya.
"Enak, Mas. Terima kasih," jawab Dara tulus. Ia merasa bersyukur karena Arkan begitu memperhatikan detail terkecil tentang kondisi kehamilannya. Dara seolah menemukan kembali bagian hidupnya yang hilang selama ini.