Carmila harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya membawa selingkuhan ke rumah, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Pengkhianatan dari dua orang terdekatnya ini menghancurkan hati Carmila yang selama ini telah berjuang menjadi istri dan nyonya istana yang sempurna.
Dalam keterpurukannya, Carmila bertemu dengan Pangeran Kedua Kekaisaran, dan tanpa ragu mengajukan sebuah hubungan kontrak dengannya.
Apakah Pangeran Kedua itu akan menerima tawarannya, atau menolak secara dingin? Keputusannya akan menentukan arah permainan balas dendam Carmila, sekaligus membuka pintu pada skandal dan intrik yang tak terduga.
Revisi berjalan yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persidangan
Carmilla yang tengah berdiri, tiba-tiba menoleh saat mendengar langkah seseorang mendekat.
“Alistair?”
Pria itu tersenyum tipis. “Kau datang juga akhirnya.”
Ia melangkah mendekat dengan tenang. Seperti biasa, penampilannya nyaris sempurna—setelan gelap yang rapi, wajah tampan yang seolah di ciptakan untuk sorotan publik, dan rambut peraknya berkilau lembut di bawah sinar matahari pagi.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Carmilla bertanya pelan.
Kedatangan Alistair bukan hal yang di rencanakan. Ia tak perlu muncul di sini, karena sidang perceraian itu tak menuntut kehadirannya secara langsung.
"Sepertinya sidang hari ini akan menarik banyak perhatian publik." Nada bicaranya tenang, tapi tatapannya mengarah pada kerumunan di depan gedung pengadilan.
Carmilla mengikuti arah pandangnya. Seperti dugaan Alistair, area itu sudah dipenuhi para jurnalis. Isu tentang perceraian Duke dan Duchess Hamilton sudah tersebar luas di seluruh ibu kota.
Kehadiran pria itu di sisinya membuat segalanya terasa lebih tenang, dan meyakinkan. Jika Alistair menemaninya hari ini, setidaknya penampilan mereka akan tampak lebih kuat di mata semua orang—seolah hubungan mereka masih kokoh tanpa retak sedikit pun.
“Terima kasih, sudah repot datang kemari,” ucapnya tulus.
“Itu bagian dari perjanjian kita saja,” ujar Alistair.
“Meski begitu, aku tetap berterima kasih,” balasnya pelan.
Alistair bertukar sapa singkat dengan Liam yang berdiri di samping Carmilla, lalu menggenggam tangan Carmilla dengan mesra.
Sambil menggenggam tangannya, Carmilla melangkah masuk ke dalam gedung dengan senyum tenang.
Itu adalah kejadian satu jam sebelum sidang perceraian dimulai.
......................
Carmilla melangkah masuk ke ruang sidang dan duduk di kursinya bersama Liam, sementara Alistair memilih tempat di area pengunjung—ruang yang memang di peruntukkan bagi mereka yang ingin menyaksikan jalannya persidangan.
Pengadilan Kekaisaran, yang baru pertama kali ia lihat, ternyata jauh lebih besar dari yang di bayangkan. Saat Carmilla ternganga melihat pemandangan di dalam ruang sidang, Liam berkata:
"Semua persidangan, tidak hanya yang terkait perceraian, tetapi juga perkara pidana. Bedanya, sidang perceraian diadakan di gedung yang sedikit lebih kecil dibanding sidang kriminal."
"Begitu rupanya..."
Meski sudah berusaha tenang, atmosfer di dalam ruangan itu tetap menekan. Ia menarik napas panjang, mencoba menstabilkan degup jantung yang terasa lebih cepat dari biasanya.
Tiba-tiba, pintu di sisi seberang terbuka.
Begitu Valerian masuk bersama para pengawalnya, Carmilla tanpa sadar mengembuskan napas yang sempat tertahan.
Ketegangan itu langsung menghilang. Penampilan Valerian membuat Carmilla langsung kembali fokus, seolah kegugupan yang ia rasakan dalam perjalanan tadi sia-sia.
Tak lama kemudian, Seraphina juga masuk. Wanita itu melangkah dengan percaya diri lalu duduk di kursi pengunjung tak jauh dari Alistair.
Tatapannya sempat menyapu ruangan sebelum akhirnya berhenti pada arah Carmilla. Sejenak, pandangan mereka bertemu. Carmilla tersenyum sinis, namun bukannya membalas, Seraphina justru menunjukkan wajah masam dan cepat-cepat memalingkan wajahnya.
Tak lama kemudian, pintu kembali terbuka.
Seorang wanita berambut merah muda masuk sambil membawa setumpuk berkas. Dari langkah tegas dan sikap profesionalnya, jelas bahwa dialah pengacara yang disewa pihak Valerian.
Liam yang duduk di samping Carmilla menoleh sekilas, alisnya sedikit terangkat.
"Isolde?"
Wanita berambut merah muda itu juga melihat ke arahnya, lalu memanyunkan bibirnya dari jauh.
“Siapa dia? Kau mengenalnya?” bisik Carmilla pelan.
Liam menegakkan duduknya, nada suaranya sedikit menurun. “Di kalangan pengacara, kami hampir saling mengenal. Tapi Isolde itu… berbeda. Dia rivalku.”
“Rival?”
“Ya. Kami lulusan universitas yang sama,” jawabnya sambil menatap lurus ke arah wanita itu. “Sejak masa kuliah, dia selalu jadi pesaing terdekatku. Nilainya nyaris selalu imbang denganku, dan sejak jadi pengacara, kami terus bersaing di beberapa kasus besar.”
Sudut bibir Liam terangkat sedikit. “Dan sekarang, sepertinya aku punya alasan tambahan untuk menang hari ini.”
Carmilla menatapnya sekilas, lalu menjawab tenang, “Jangan khawatir. Kali ini, kemenangan sudah di pihak kita.”
Sejak Valerian dan Seraphina muncul tadi, rasa gugup yang sempat hinggap dalam dirinya benar-benar lenyap. Tak ada lagi ruang untuk takut.
Tak lama, pintu besar di ujung ruangan terbuka.
Tiga hakim berjalan masuk dengan langkah teratur, jubah hitam mereka berayun ringan setiap kali melangkah. Semua orang berdiri, dan menundukkan kepala hormat.
“Silakan duduk.”
Suara lantang dari hakim yang duduk di tengah menggema di seluruh ruang sidang.
“Dengan ini, sidang perceraian antara Duke dan Duchess Hamilton resmi dimulai.”
......................
“Hubungan antara Duke Hamilton dan Seraphina Claire mulai terjalin sekitar tiga bulan lalu.”
Pembelaan dari pihak Valerian dimulai terlebih dahulu. Isolde berdiri dan berkata:
“Sekitar tiga tahun setelah pernikahannya, Duke Hamilton menyadari perasaannya terhadap Seraphina Claire, yang pada saat itu tinggal di kediaman yang sama. Kami tidak berniat menutupi apa pun.”
Isolde melanjutkan perkataannya sambil mengeluarkan amplop yang dibawanya.
“Sejak hari itu, Yang Mulia terus mengirimkan catatan-catatan kecil berisi ungkapan kasih pada Seraphina. Surat-surat ini kami ajukan sebagai bukti.”
Hakim menerima bukti tersebut. Begitu amplop dibuka, puluhan kertas kecil berjatuhan di meja sidang.
Dari bangkunya, Carmilla menampilkan senyum tipis yang sulit dibaca.
Catatan-catatan itu menunjukkan dengan jelas kapan Valerian memulai hubungan terlarang tersebut—dan ironisnya, bukti itu justru keluar dari tangan mereka sendiri.
“Bukti diterima. Dari tampak luarnya, catatan paling awal dibuat tiga bulan lalu. Artinya hubungan itu dimulai sejak saat itu dan berlangsung terus-menerus.”
Isolde mengangguk. “Benar. Dan tentu saja, hal ini merupakan kesalahan Duke Hamilton sepenuhnya. Tidak sepantasnya seorang pria beristri menjalin hubungan lain. Terlebih lagi, pasangan selingkuhnya adalah sahabat istrinya sendiri. Perbuatan itu jelas tidak bermoral.”
'Jadi mereka ingin terlihat jujur pada bagian yang tidak bisa disangkal, ya…' ucap carmila dalam hatinya.
Isolde kembali berbicara, nada suaranya berubah sedikit lebih tajam.
“Namun, bagaimana jika Duchess Hamilton terlebih dahulu melakukan perselingkuhan sebelum Duke Hamilton memulai hubungannya dengan Lady Seraphina Claire?”
'Akhirnya masuk ke inti yang sebenarnya…'
Isolde memang seorang pengacara yang memiliki kekuatan untuk menarik perhatian orang. Orang-orang secara alami fokus padanya, dan tenggelam dalam pembelaannya.
Terlepas dari fakta yang keluar dari mulutnya, Carmilla berpikir bahwa Isolde memang pengacara yang sangat cakap.
“Faktanya, Duchess Hamilton telah menjalin hubungan dengan Yang Mulia Pangeran Kedua jauh lebih dulu,” ucap Isolde, nada suaranya tenang namun menggema ke seluruh ruang. “Meski publik baru mengetahuinya belakangan, Duke Hamilton sendiri sudah menyadarinya sejak lama, karena keduanya kerap bertemu ketika masih tinggal di kediaman yang sama.”
Para penonton mulai berbisik-bisik mendengar perkataan itu.
“Benarkah itu?”
“Jadi yang memulai perselingkuhan justru Duchess-nya?”
Ruang sidang menjadi riuh, dan Isolde memanfaatkan suasana itu untuk melanjutkan ucapannya.
“Di tanah selatan, di wilayah Léderra, terdapat sebuah vila milik Kekaisaran. Kami mengajukan klaim bahwa Duchess rutin mengunjungi tempat itu untuk bertemu Yang Mulia Pangeran Kedua—hubungan yang telah berlangsung jauh sebelum perselisihan ini mencuat.”
Bisikan orang-orang semakin keras. Dari kejauhan, Valerian menatap Carmilla dengan ekspresi penuh kemenangan.
'Bagaimana? Kau tidak menyangka aku akan melakukan hal ini, kan?'
Dalam hati, Carmilla hanya mendengus pelan. Ia sengaja menampilkan raut wajah terkejut, seolah tuduhan itu benar-benar mengguncangnya.
Isolde mengangkat segel berwarna emas.
“Yang Mulia, kami mengajukan dokumen ini sebagai bukti. Ini adalah catatan keluar-masuk serta daftar penggunaan vila milik Kekaisaran di wilayah Léderra. Di sana, nama Yang Mulia Pangeran Kedua tercantum dengan jelas.”
Ketua majelis mengernyitkan dahinya. “Ini dokumen kerajaan. Apakah kalian sudah mendapat izin penggunaan sebagai bukti? Pengadilan perlu mengetahui bagaimana berkas ini diperoleh.”
“Tidak perlu khawatir,” jawab Isolde mantap. “Hari ini kami membawa saksi yang dapat menjelaskan sumber dokumen tersebut.”
Setelah itu, ia kembali menoleh. Nada suaranya merendah tetapi penuh tekanan.
“Sebagaimana banyak yang tahu, keluarga Hamilton menjalankan usaha kosmetik yang cukup besar. Namun selama usaha itu berjalan, Yang Mulia Duke Hamilton justru mengalami penyalahgunaan identitas dan penghinaan dari istrinya sendiri. Beliau kerap menerima cercaan dan perlakuan merendahkan.”
Salah satu hakim mengangkat alis.
"Maksud Anda, bisnis kosmetik Duchess juga bukan inisiatif Duke Hamilton sendiri?"
“Benar,” sahut Isolde cepat. “Selama ini beliau hanya dijadikan alat untuk menutupi ambisi istrinya. Kami juga telah menyerahkan pernyataan tertulis dari beberapa orang dekat yang mengetahui hal tersebut.”