NovelToon NovelToon
Om Duda Genit

Om Duda Genit

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Aurora Lune

Punya tetangga duda mapan itu biasa.
Tapi kalau tetangganya hobi gombal norak ala bapak-bapak, bikin satu kontrakan heboh, dan malah jadi bahan gosip se-RT… itu baru masalah.

Naya cuma ingin hidup tenang, tapi Arga si om genit jelas nggak kasih dia kesempatan.
Pertanyaannya: sampai kapan Naya bisa bertahan menghadapi gangguan tetangga absurd itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Lune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jantungku Ketinggalan Di Parkiran

Langit sore mulai berubah warna, semburat oranye bercampur ungu menghiasi cakrawala. Halaman kampus perlahan mulai sepi, hanya tersisa beberapa mahasiswa yang masih sibuk berbincang atau bersiap pulang.

Nayla dan Mita berjalan beriringan menuju area parkiran sambil terus ngobrol. Nayla terlihat gelisah sejak tadi, tangannya tak henti-henti meremas tali tas ranselnya.

"Mit, sumpah... gue deg-degan banget," gumam Nayla pelan sambil melirik ke sekitar, memastikan tidak ada yang memperhatikannya. "Rasanya kayak mau ujian skripsi dadakan, tau nggak!"

Mita yang berjalan santai di sebelahnya hanya terkekeh geli. Ia melirik Nayla dengan tatapan jahil. "Yaelah, Nay, biasa aja kali. Lo tuh cuma dianter pulang doang, bukan dilamar!" godanya sambil menyenggol lengan Nayla pelan.

"Lah, bagi gue sama aja, Mit!" Nayla berbisik setengah menjerit. "Nanti kalo ada yang liat, terus gosipnya langsung nyebar se-kampus, gue bisa jadi headline di grup gosip. Gue nggak siap, Mit!"

Mita hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum. Begitu mereka tiba di dekat area parkiran, Mita langsung mengedikkan dagunya ke arah depan.

"Tuh, tuh... udah ditungguin tuh, Nay."

Nayla otomatis menghentikan langkahnya dan menoleh. Di sana, tak jauh dari mereka, Revan tampak berdiri santai bersandar di motornya. Ia mengenakan jaket kulit hitam dan celana jeans, wajahnya serius sambil menunduk menatap ponselnya. Dengan pencahayaan sore seperti itu, sosoknya terlihat semakin mencolok dan di mata Nayla makin sempurna.

Degup jantung Nayla langsung meningkat drastis. Ia memegang lengan Mita erat-erat seperti pegangan hidup. "Mit... gue nggak sanggup. Gue deg-degan banget. Gue mau kabur aja, boleh nggak?" bisiknya penuh panik.

Mita langsung mendelik sambil menahan tawa. "Lah, jangan konyol, Nay. Dia udah nungguin lo dari tadi."

"Yaudah, lo aja yang ngomong duluan, Mit!" Nayla mendorong Mita pelan dari belakang.

"Alah, jangan ngelunjak. Sana, lo samperin."

Akhirnya Nayla tak punya pilihan selain menarik tangan Mita, setengah menyeret sahabatnya maju. "Lo ikut gue, pokoknya! Jangan tinggalin gue sendirian!"

Mita mendesah panjang, namun tetap ikut berjalan. "Yaelah Nay, kayak mau perang aja."

Langkah mereka makin dekat, dan Revan yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya akhirnya menyadari kehadiran mereka. Ia mengangkat wajahnya perlahan. Begitu matanya bertemu dengan mata Nayla, senyuman tipis muncul di sudut bibirnya.

"Hai, Kak, udah nunggu lama ya?" sapa Nayla dengan suara agak gemetar, mencoba bersikap tenang meski hatinya kacau.

Revan menggeleng pelan sambil menyelipkan ponselnya ke saku jaket. "Enggak kok, baru sebentar."

Nada suaranya dalam dan tenang, membuat Nayla semakin salah tingkah.

"Oh, syukurlah..." Nayla mengangguk canggung, lalu melirik ke arah Mita yang hanya tersenyum penuh arti di sampingnya.

"Mau pulang sekarang?" tanya Revan sambil menoleh ke arah Nayla. Suaranya tenang dan dalam, seperti biasa, namun di telinga Nayla terdengar begitu jelas hingga membuat jantungnya berdetak makin kencang.

Nayla hanya mampu mengangguk cepat, terlalu gugup untuk mengucapkan kata-kata. "I-iya, Kak..." jawabnya pelan, hampir seperti bisikan.

Melihat Nayla yang terlihat kikuk, Revan tersenyum tipis lalu meraih helm cadangan yang tergantung di setang motor. Dengan gerakan lembut namun tegas, ia memasangkan helm itu ke kepala Nayla.

"Pakai helm nya dulu" ucap Revan pelan sambil membenarkan tali helm.

Nayla menurut, namun di saat yang sama, ia bisa melihat wajah Revan dari jarak yang begitu dekat. Mata tajam Revan yang biasanya terlihat dingin kini tampak lembut, dan aroma parfumnya samar-samar tercium, membuat Nayla semakin salah tingkah.

Ya Tuhan... jangan jantungan dulu, Nay, batin Nayla panik. Ia bahkan merasa wajahnya sudah memanas seperti habis berjemur di bawah matahari.

Di sisi lain, Mita yang sejak tadi berdiri tidak jauh dari mereka sudah hampir meledak menahan tawa. Ia menggigit bibir bawahnya sambil memeluk tas erat-erat, takut kalau tawanya pecah dan malah membuat Nayla semakin malu.

"Yuk," ucap Revan setelah helm terpasang rapi. Ia menepuk pelan jok belakang motornya, memberi tanda agar Nayla segera naik.

Nayla mengangguk lagi, kali ini lebih cepat. Ia naik ke atas motor dengan hati-hati, berusaha tidak membuat gerakan canggung yang terlalu mencolok. Setelah duduk, ia langsung melambaikan tangan ke arah Mita.

"Gue duluan ya, Mit!" teriak Nayla, suaranya sedikit bergetar karena gugup.

Mita membalas dengan lambaian tangan sambil tersenyum penuh arti. "Iya, dah! Hati-hati di jalan, Nay!" serunya.

Revan menoleh sedikit ke belakang. "Pegangan yang bener, Nayla. Jangan malu-malu."

Nada suaranya terdengar seperti teguran lembut, tapi cukup membuat Nayla panik setengah mati.

Dengan wajah yang sudah merah padam, Nayla akhirnya meletakkan tangannya di sisi jaket Revan. Awalnya hanya ujung jarinya yang menyentuh, tapi kemudian Revan berkata dengan nada tegas,

"Lebih erat lagi. Gue nggak mau lo jatuh."

Nayla menelan ludah dan memegang jaket Revan lebih erat. "Gini... cukup, Kak?" tanyanya malu-malu.

"Cukup," jawab Revan singkat sambil mengangguk.

Begitu mesin motor menyala, suara knalpot bergema di area parkiran yang mulai sepi. Revan kemudian memutar gas perlahan, membawa Nayla menjauh dari area kampus.

Mita berdiri mematung, memperhatikan mereka yang semakin lama semakin jauh. Senyum lebar terlukis di wajahnya, lalu ia menggeleng pelan.

"Sumpah, lucu banget liat muka Nayla kalo lagi salting gitu," gumamnya sambil terkekeh kecil.

Ia bisa membayangkan betapa paniknya Nayla saat ini, duduk di belakang Revan yang merupakan idola kampus pintar, cool, ganteng, dan jadi rebutan banyak cewek.

"Gue yakin besok gosip mereka udah nyebar ke mana-mana," tambah Mita sambil masih tersenyum geli.

Mita lalu melihat jam di ponselnya. Menyadari jemputannya sebentar lagi datang, ia pun melangkah ke depan kampus sambil sesekali mengintip jalan, menunggu mobil yang akan menjemputnya.

Sambil berjalan, ia masih terkekeh sendiri, teringat wajah panik Nayla yang seperti kucing basah tadi.

"Duh, Nay, Nay... makin hari lo makin bikin gue gemes," ujarnya pelan, lalu berdiri di pinggir trotoar sambil menunggu jemputannya tiba.

Tak jauh dari area parkiran, di balik sebuah pohon besar, Pipit, Desi, dan Karin sedang berdiri memperhatikan kejadian itu dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka bertiga adalah kelompok yang terkenal suka gosip sekaligus pengagum berat Revan, terutama Karin yang diam-diam menyimpan rasa pada senior idola kampus itu.

Pipit memicingkan mata, mencoba melihat lebih jelas. "Eh, itu... itu si Revan, kan? Sama siapa tuh dia?" bisiknya dengan nada penuh rasa penasaran.

Desi yang berdiri di sebelahnya langsung ternganga. Tangannya otomatis menutup mulutnya, hampir berteriak.

"O... M... G!" serunya setengah berbisik. "Dia... dia dipakein helm sama Revan! Astaga, Pipit! Itu romantis banget, sumpah!"

Pipit ikut terperangah, matanya membulat tak percaya. "Gue nggak salah liat kan? Dia bener-bener masangin helm ke cewek itu... kayak di drama Korea!" gumamnya dramatis.

Namun, reaksi Karin benar-benar berbeda. Wajahnya memerah, bukan karena malu, tapi karena marah dan cemburu yang memuncak. Ia mengepalkan tangan erat-erat sampai buku jarinya memutih.

"Siapa sih tuh anak?!" seru Karin dengan nada ketus, hampir tak bisa menahan emosinya. "Berani-beraninya deketin Revan! Dia pikir dia siapa, hah?!"

Desi mencoba menenangkan Karin, meski dalam hati juga ikut kaget. "Kar, sabar dulu dong... kita belum tahu siapa dia. Mungkin cuma... ya, mungkin temen biasa kali."

"Temen biasa apaan?!" potong Karin cepat, suaranya meninggi. "Lo liat sendiri kan tadi?! Revan masangin helm ke dia! Mana mungkin Revan ngelakuin itu kalo cuma temen biasa!"

Pipit dan Desi saling pandang, lalu kembali memperhatikan Revan dan Nayla yang kini sudah siap berangkat. Nayla duduk di belakang Revan, memegang jaketnya pelan, sementara Revan bersiap memutar gas.

Pipit mendesah dramatis. "Ya ampun, mereka keliatan kayak couple goals gitu, Des. Sumpah, gue yang liat aja ikut baper."

Desi mengangguk cepat, pipinya merona. "Iya, iya! Apalagi tadi waktu Revan ngomong 'pegangan yang bener'... ya ampun, Pipit! Gue hampir pingsan!"

Karin langsung menoleh tajam ke arah mereka berdua. Tatapan matanya seperti pisau siap menusuk.

"Baper?!" kata Karin dengan nada sinis. "Yang bener aja, Des! Pipit! Jangan malah bela-belain mereka. Gue nggak akan tinggal diam. Anak itu harus tau diri."

Pipit langsung terdiam, merasa sedikit takut melihat wajah Karin yang kini penuh amarah.

"Kar... jangan bikin masalah deh. Revan kan bukan pacar lo." suara Pipit berusaha terdengar tenang, tapi tetap hati-hati.

Namun, perkataan itu justru membuat Karin semakin murka.

"Justru karena dia belum jadi pacar gue makanya gue harus bertindak!" serunya lantang. "Cewek itu... siapa pun dia, nggak boleh dekat-dekat sama Revan!"

Desi dan Pipit saling melirik dengan cemas. Mereka tahu betul, kalau Karin sudah ngomong seperti itu, artinya badai besar akan segera datang.

Sementara itu, motor Revan perlahan meninggalkan area parkiran, membawa Nayla menjauh.

Karin memandang punggung Nayla dengan tatapan penuh dendam. "Lo berani-beraninya ngerebut perhatian Revan dari gue? Oke... kita lihat aja nanti, cewek nggak jelas."

Dengan napas terengah karena marah, Karin akhirnya berbalik dan melangkah pergi, diikuti Pipit dan Desi yang masih syok dengan apa yang baru mereka saksikan.

1
Lembayung Senja
ceritanya mulai seru... semangat buat novelnya.....😍
Jen Nina
Jangan berhenti menulis!
Yusuf Muman
Ini salah satu cerita terbaik yang pernah aku baca, mantap! 👌
Yuri/Yuriko
Bikin baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!