NovelToon NovelToon
Dua Akad Satu Cinta

Dua Akad Satu Cinta

Status: tamat
Genre:Angst / Poligami / Penyesalan Suami / Konflik etika / Tamat
Popularitas:342.4k
Nilai: 4.8
Nama Author: mama reni

Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.

Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.

Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Lima Belas

Waktu begitu cepat berlalu, tak terasa pagi telah menjelang.

Amanda sudah bangun lebih dulu, berdiri di depan cermin dengan kemeja putih dan celana bahan warna krem. Rambutnya ia biarkan terurai, sedikit disisir ke samping. Wajahnya tampak segar, meski semalam ia sempat menangis cukup lama.

Azka baru keluar dari kamar mandi, mengenakan handuk di leher. Ia sempat terdiam melihat istrinya yang tampak rapi dan berbeda pagi itu. Ada sesuatu di dalam diri Amanda yang tampak berubah, lebih tenang, tapi juga terasa jauh.

“Kamu kelihatan cantik banget pagi ini,” ucap Azka pelan sambil tersenyum kecil.

Amanda menoleh sekilas, membalas senyum seadanya. “Makasih, Mas.”

“Udah siap banget, nih. Mau ke mana pagi-pagi gini?” tanya Azka sambil mengeringkan rambutnya.

Amanda memasukkan laptop ke dalam tas kerja barunya, lalu menjawab tanpa menatap suaminya. “Aku ada janji sama teman. Hari ini mulai kerja.”

Azka menghentikan gerakannya. “Kerja? Sekarang?”

“Iya,” jawab Amanda datar, menatap pantulan wajahnya di cermin. “Aku kan udah bilang semalam, aku mau kerja lagi.”

Azka menghela napas pelan, lalu berjalan mendekat. “Manda, kenapa nggak kerja di kantorku aja? Kan lebih enak. Kamu nggak perlu repot, nggak usah capek mikir hal lain. Lagian aku bisa ngawasin kamu juga.”

Amanda langsung menatapnya, kali ini dengan tatapan tegas. “Aku nggak mau kerja di kantor kamu, Mas.”

Azka terdiam sejenak, sedikit kaget dengan nada dingin istrinya. “Kenapa? Emang kenapa kalau di kantorku?”

“Aku pengen kerja karena aku pengen punya dunia sendiri,” jawab Amanda sambil merapikan kerah bajunya. “Bukan karena pengen ikut kamu ke mana pun. Aku cuma mau ngerasain rasanya kerja lagi seperti dulu.”

Azka menghela napas, berusaha menahan diri agar tidak memicu perdebatan. “Tapi, Sayang, kerja di tempat orang lain itu capek. Kamu belum tentu nyaman, belum tentu orang-orangnya baik. Aku khawatir, bukan melarang.”

Amanda menatapnya, kali ini dengan nada lebih lembut tapi tetap tegas. “Aku tahu kamu khawatir, Mas. Tapi aku butuh ini. Aku nggak mau terus merasa kecil di samping kamu.”

Azka terdiam. Ada sesuatu di balik kata-kata itu yang membuat dadanya sesak. Ia tahu Amanda mulai menjaga jarak, dan itu membuatnya takut.

“Ya udah deh,” ujar Azka akhirnya, mencoba tersenyum meski kaku. “Aku anter, ya?”

Amanda menggeleng cepat. “Nggak usah, Mas. Aku bisa sendiri.”

“Tapi ....”

“Mas,” potong Amanda, menatapnya langsung, “Aku cuma minta kamu percaya. Aku bukan anak kecil. Aku bisa pergi sendiri, kerja sendiri. Lagian kantor kamu arah timur, tempatku nanti arah barat. Ribet kalau bareng.”

Azka menatapnya lama, kemudian menurunkan pandangannya. Ia tahu kalau menolak sekarang, semuanya bisa meledak. “Baiklah. Tapi kamu kabarin aku, ya, kalau udah sampai.”

Amanda hanya mengangguk kecil lalu mengambil tasnya. “Aku berangkat dulu.”

Azka mengantarnya sampai pintu, melihat punggung istrinya menjauh. Ada perasaan aneh menyelinap di dadanya, takut kehilangan, tapi juga takut mengungkapkan kebenaran. Ia ingin memanggil Amanda, ingin bilang semuanya, tapi lidahnya seperti terkunci.

Begitu suara mobil Amanda menjauh, rumah itu terasa lebih sunyi dari biasanya.

Hari berjalan lambat bagi Azka. Di kantor, ia tidak bisa fokus. Setiap kali menatap layar laptop, pikirannya melayang ke Amanda. Ia membayangkan istrinya duduk di kantor baru, mungkin dikelilingi rekan kerja baru. Mungkin ada laki-laki di sana yang membuat Amanda tertawa lagi. Pikiran itu membuat dadanya panas.

Sesekali, ia membuka pesan WhatsApp. Hanya ada satu pesan dari Amanda:

“Aku udah sampai, Mas. Nanti aku kabarin lagi.”

Tidak ada emoji, tidak ada tanda sayang seperti biasanya. Hanya kalimat datar yang membuat dada Azka makin sesak.

Malamnya, Azka sengaja pulang lebih awal. Ia ingin tahu bagaimana hari pertama istrinya. Begitu membuka pintu rumah, aroma tumisan sayur memenuhi udara. Amanda tampak di dapur, mengenakan apron, rambut diikat ke belakang. Wajahnya tampak cerah.

“Mas udah pulang?” sapa Amanda sambil menoleh sekilas.

“Iya,” jawab Azka, mencoba tersenyum. “Kamu masak?”

“Iya, inikan kewajiban aku sebagai istrimu, Mas,"

Azka tersenyum kecil. “Wah, aku beruntung banget memiliki kamu. Selain cantik kamu tak pernah lupa akan kewajibanmu.”

"Tentu saja aku tak lupa akan kewajibanku, Mas. Karena suamiku cuma satu, tak ada yang lain!" ucap Amanda. Azka tampak sedikit terkejut mendengar jawaban istrinya itu.

Mereka lalu makan malam bersama di meja makan. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, suasana terasa ringan. Amanda tampak lebih banyak tersenyum, bahkan sempat tertawa kecil saat menceritakan hal-hal kecil dari kantornya.

Azka memperhatikannya diam-diam. Ada sesuatu dalam senyum Amanda yang terasa baru, bukan senyum basa-basi, tapi tulus. Tapi justru itu yang membuatnya gelisah.

“Kamu keliatan bahagia banget,” ucap Azka sambil menaruh sendok. “Hari ini menyenangkan, ya?”

Amanda mengangguk sambil tersenyum. “Banget. Aku ngerasa hidup lagi, Mas. Seneng banget rasanya bisa produktif, ngobrol sama orang-orang baru. Nggak cuma di rumah aja.”

Azka menatapnya dalam-dalam. “Seneng ya, sampai senyum terus dari tadi.”

Amanda terkekeh pelan. “Iya dong. Tadi juga aku dapat kabar kalau aku resmi diterima kerja di situ. Jadi mulai besok aku udah fix kerja di perusahaan itu.”

Azka ikut tersenyum, meski hatinya mulai tak tenang. “Perusahaan mana, emang?” tanyanya santai, tapi dalam dadanya ada rasa khawatir yang aneh.

Amanda menatapnya, lalu menjawab dengan nada datar tapi jelas, “PT Raga Karya Utama.”

Sendok di tangan Azka berhenti di udara. Ia menatap Amanda, memastikan ia tidak salah dengar. “PT Raga Karya?” ulangnya pelan.

Amanda mengangguk. “Iya. Kenapa, Mas?”

Azka menelan ludah. “Perusahaan itu ... kompetitor kantorku, Manda.”

“Oh, ya?” Amanda pura-pura terkejut kecil, lalu tersenyum seolah tidak tahu. “Aku nggak tahu, Mas. Temanku yang nawarin. Aku cuma ikut wawancara aja.”

Azka berusaha menenangkan diri, menaruh sendok perlahan. “Kamu tahu nggak siapa CEO-nya?”

Amanda menggeleng. “Nggak begitu tahu, sih. Tapi katanya masih muda banget, keren juga orangnya. Semua karyawan nyebut dia orangnya tegas tapi santai.”

Azka menegakkan tubuhnya. “Muda banget itu berapa?”

Amanda tersenyum samar, menatap suaminya yang mulai gelisah. “Katanya sih umur tiga puluh dua, tapi udah pegang posisi puncak dari dua tahun lalu.”

Azka menarik napas panjang, mencoba terdengar santai. “Namanya siapa, Sayang?”

Amanda menatapnya sambil menahan senyum kecil. “Davino Abimanyu. Kenapa, Mas?”

“Davino ...,” gumam Azka pelan. Ia tahu nama itu. Davino adalah CEO muda yang dikenal sebagai pesaing paling agresif di dunia bisnis yang mereka jalani. Perusahaannya baru, tapi berkembang cepat.

“Mas kayaknya kenal deh,” kata Amanda tiba-tiba, memperhatikan perubahan ekspresi suaminya. “Kamu kenal sama dia, ya?”

Azka memaksakan senyum. “Sedikit. Kita pernah satu proyek lelang dulu. Dia lawan berat.”

Amanda hanya mengangguk pelan, menatap piringnya. “Oh, pantes. Dunia sempit, ya.”

Suasana meja makan mendadak hening. Hanya suara sendok beradu dengan piring. Azka mencoba melanjutkan makan, tapi perutnya terasa kaku. Dalam kepalanya, bayangan Amanda bekerja di bawah pria muda yang ambisius itu membuatnya gelisah setengah mati.

Setelah makan, Amanda membereskan meja sambil bersenandung pelan. Azka memperhatikannya dari sofa. Senandung itu lembut, tapi bagi Azka terasa seperti suara jarum jam yang mengingatkannya pada waktu yang terus berjalan menuju hari di mana kebohongannya akan terbuka.

“Aku seneng kamu bahagia,” ucap Azka akhirnya, suaranya terdengar serak.

Amanda menoleh, masih dengan ekspresi santai. “Aku juga, Mas. Rasanya lega banget bisa punya kegiatan lagi.”

Azka mengangguk pelan, tapi hatinya tidak tenang. Ia tahu perusahaan itu bukan sekadar kompetitor biasa. Davino si CEO muda itu, terkenal pandai memanfaatkan hubungan personal untuk memperkuat jaringan bisnisnya. Dan sekarang, Amanda, istrinya ada di sana.

Malam makin larut. Amanda sudah masuk kamar lebih dulu. Azka masih duduk di ruang tamu, menatap kosong ke arah jendela.

Pikirannya penuh dengan bayangan buruk: Amanda tersenyum kepada pria lain, tertawa bersama di ruang kerja, atau mungkin bercerita tentang pernikahannya yang goyah. Semua kemungkinan itu membuat jantungnya berdetak lebih cepat.

Ia mengusap wajahnya pelan, lalu berbisik lirih, “Ya Tuhan ... kenapa harus di sana?”

1
Sugiharti Rusli
tidak harus menunggu bertahun-tahun kalo memang sudah ada yang bisa menerima kamu apa adanya dengan masa lalu kamu kan,,,
Alyanceyoumee: Assalamualaikum. Thor permisi, ikut promo ya.🙏

Hai Kak, Baca juga di novel ku yang berjudul "TABIR SEORANG ISTRI"_on going, atau "PARTING SMILE"_The End, Biar lebih mudah boleh langsung klik profil ku ya, Terimakasih 🙏
total 1 replies
Sugiharti Rusli
karena bagaimanapun kamu juga butuh seseorang disamping kamu sekarang, toh Azka juga sudah mengikhlaskan kalo kamu berbahagia walo bukan dengannya
Sugiharti Rusli
walo masih ada sisa" luka lama, tapi kamu memang harus segera move on Manda
cinta semu
dah tamat ...tapi bener q suka cerita ny ...g terlalu panjang ...tapi cukup ngena di hati♥️♥️love sekebon thor
Mama Reni: 😍😍😍😍😍😍
total 1 replies
Sugiharti Rusli
entah akan sampai berapa lama dia bertahan nanti yah, karena pasti tumornya akan semakin menyebar juga kan
Sugiharti Rusli
yah memang sedari dulu si Azka memang sangat keras kepala yah, bisa jadi tuh penyakit menyerang bagian kepalanya
Sugiharti Rusli
ada yang aneh deh sama pertanyaan si Azka, kan sewaktu kemaren Yuni bertanya dia pingsan di mana sudah diberitahu siapa yang sudah membawanya ke rumah sakit
Sugiharti Rusli
entahlah sekarang harus bersimpati sama siapa yah, karena kalo melihat apa yang lakukan memang dia sangat menutup diri tentang sakitnya, bahkan dulu saat masih menikah dengan Amanda
Sugiharti Rusli
karena kalo menunggu kejujurannya sepertinya sampai dia menutup mata ga akan keluar tuh pengakuan
Sugiharti Rusli
yah mungkin memang harus seperti itu Yun kamu tahunya tentang kondisi si Azka
Sugiharti Rusli
pada akhirnya nanti malah sakit semua tanpa ada yang mau berhati besar menerima takdir masing"
Sugiharti Rusli
dan si Yuni juga sudah sadar ga ada harapan lagi dengan suaminya, malah terus memupuk kebencian semakin dalam
Sugiharti Rusli
hadeh Ka pembelaan kamu terhadap pertolongan si Amanda kemaren malah jadi bensin buat si Yuni maki" kembali Amanda
Sugiharti Rusli
karena pada akhirnya kamu hanya memiliki status di atas kertas dan sampai kapanpun bukan hati si Azka,,,
Sugiharti Rusli
sepertinya kamu memang harus berhenti berharap Yun, mengalah bukan kalah kan toh kamu masih memiliki sebagian dari diri si Azka dalam wujud Nathan
Sugiharti Rusli
seandainya kamu tahu Yun kalo suami kamu sedang sekarat sekarang
Sugiharti Rusli
entah apa nanti yang akan si Yuni pikirkan tentang sakitnya si Azka yang pasti akan ditutupi hanya pusing
Sugiharti Rusli
apalagi tentang penyakitnya yang sangat serius, padahal kalo keluarganya lebih awal tahu mungkin akan terpukul, tapi bisa kasih dukungan kan
Sugiharti Rusli
sepertinya memang sudah karakter yah si Azka tuh selalu menunda-nunda sesuatu
Sugiharti Rusli
entah nanti apa dia langsung yang mengabari atau pihak rumah sakit, apalagi pentakit Azka sangat serius
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!