Tiga sahabat sejak kecil. Azalea, Jenara, dan Mohan, memasuki dunia kampus dengan kisah masing-masing.
Azalea diam-diam mencintai Mohan, tapi harus rela melihat cowok itu mencintai orang lain.
Di tengah luka itu, Jenara—sahabat yang selalu ada, menjadi tempat Azalea bersandar. Namun siapa sangka, Jenara justru menyimpan cinta yang lebih dalam.
Ketika akhirnya Azalea membalas perasaan itu, masa lalu Jenara muncul dan menghancurkan segalanya. Lalu tragedi terjadi, menyeret nama Mohan dan membuat Jenara pergi tanpa pamit.
Bagaiman kehidupan Mohan dan Azalea setelah tragedi itu?
Apakah Jenara akan kembali menepati janjinya untuk selalu di sisi Azalea?
Mungkin hidup Azalea tak lagi sama. Lukanya masih ada, namun disimpan rapi dibalik senyum gadis itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Faroca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Overthinking!?!?
"Keras kepala ya?" ucap Azalea dingin. "mungkin gue emang keras kepala, tapi setidaknya gue nggak plin-plan kaya lo Je..." ucapnya sarkas.
Jenara meraup wajahnya kasar, cowok itu mendekati Azalea dan memegang tangannya. "Please!!! Maaf, aku salah udah bentak kamu."
Azalea mengepalkan tangannya, berusaha menahan air mata yang sudah berkumpul di kelopak matanya.
"Mendingan lo pergi, bawa temen rese lo ngejauh dari gue. Mereka cuma bikin gue emosi," Azalea menarik tangannya dari genggaman Jenara dan duduk di ikuti kedua temannya.
Mohan menghampiri Jenara, berbisik sebentar dan menarik laki-laki itu keluar kantin utama. Dibelakangnya Amara dan Nadine mengikuti mereka. Namun langkah kedua wanita itu terhenti, saat suara bentakan Jenara terdengar menggema di ruang kantin.
"NGAPAIN KALIAN NGIKUTIN KITA? MAU GUE PASANGIN TALI DILEHER KALIAN BERDUA, BIAR JADI PELIHARAAN?" Jenara menatap keduanya dengan tajam. Beberapa Mahasiswa tertawa pelan karena kata-kata Jenara barusan.
"Kasih tali aja Je... kan enak punya peliharaan dua sekaligus. Hahahahaha" Fani tertawa puas.
"Malu nggak sih di sarkasin sama orang yang Lo suka Nad? Kalo gue sih pasti malu ya, rasanya gue pengen kabur ke planet pluto. Hahaha...." Regi pun menimpali.
"Nih dua orang ini nyari masalah mulu, tapi akhirnya malah mempermalukan dirinya sendiri." celetuk seorang cewek yang duduk tak jauh dari Azalea...
"Urat malunya udah putus kali," sambar seorang cowok bertubuh gempal.
"Mohan... Kalo gue jadi Lo, ogah banget pacaran sama Amara... cantik sih, tapi bikin onar mulu," Kali ini teman kelas Mohan yang berkomentar.
"Kalian mendingan pulang duluan," seru Mohan dingin, sambil menatap kedua perempuan yang ada didepannya.
"Nggak bisa dong Moh, aku pulang sama kamu..." Amara masih keras kepala.
"Amara!!!! Jangan bikin aku marah, kamu pulang bareng Nadine. Aku masih ada urusan sama Jenara," Nadanya mulai meninggi.
Nadine pun menarik tangan Amara dan pergi keluar dari kantin tersebut. Setelah mereka berdua menjauh, Mohan dan Jenara malah masuk kembali ke dalam dan duduk tak jauh dari Azalea.
"Kayanya Mohan sama Jenara sengaja mau bikin Nadine sama Amara pergi deh," tebak Fani...
"tapi Mohan kok bisa betah ya pacaran sama cewek kaya Amara," Regi menimpali.
Azalea hanya diam mendengarkan celetukan kedua temannya. Dan dia juga tau sekarang ini, kedua cowok itu sedang memandangnya.
Azalea berusaha tenang, meskipun otaknya berisik.
"Baru semalem lo bilang suka sama gue, tapi kenapa gue ngerasa lo tuh plin-plan banget ya. Lo nggak bisa ngehindar dari tatapan Nadine Je, dulu Lo nggak gitu..." Azalea membatin.
"Woyyy... Bengong aja, kesambet nanti." Regi menyenggol lengan Azalea, membuat gadis itu menoleh ke arah Regi dan tersenyum.
"Gue nggak apa-apa kok Gi," ucapnya pelan.
"Ya udah kita makan yuk, ini makanan dianggurin aja woy..." ajak Fani
"Habis ini kita mau kemana?" tanya Regi disela-sela suapannya.
"Nonton yuk, ada film horor seru yang lagi tayang di bioskop." Ajak Fani antusias
"Sorry guys, kayanya gue mau pulang aja deh..." ucap Azalea sambil nyengir
"Ya Za, kok pulang sih... Padahal gue pengen bikin lo lupa sama kejadian tadi," seru Fani
"Gue nggak apa-apa kok Fan, masih aman..." Azalea berusaha menutupi perasaan sedihnya.
"Mana mungkin lo nggak apa-apa... Gue yakin hati lo lagi sakit, karena bentakan Jenara juga reaksi Jenara yang diem aja mukanya digerayangi oleh Nadine kan?" tebak Regi yakin.
"Tau banget lo, tapi serius gue aman. Paling nangis bentar sampe ketiduran," ujarnya.
"Itu namanya nggak aman..." ucap Fani dan Regi secaranya bersamaan, lalu ketiganya ketawa ngakak.
Di meja yang tidak terlalu jauh, Mohan dan Jenara masih menatap Azalea. Keduanya menyimpan perasaan yang berbeda. Mohan menyimpan perasaan rindu pada sahabatnya itu, karena keasingan mereka. Sedangkan Jenara menyimpan perasaan bersalah pada kekasihnya itu.
"Azalea selalu menyembunyikan lukanya lewat senyumannya," Mohan berkata dengan pelan.
"Ya... Dia selalu melakukan itu," timpal Jenara.
"Je!!!" panggil Mohan, matanya beralih ke arah cowok itu.
"Kenapa Lo diem aja, pas Nadine pegang wajah lo?" Mohan penasaran dengan hal itu, Jenara yang biasanya anti dengan perempuan kok bisa diem aja digituin.
Jenara menggusar rambutnya, " gue juga nggak tau Moh, mata Nadine kaya ngingetin gue sama mata seseorang. Makanya setiap dia natap gue, gue selalu diem. Bukan karena gue terpesona sama dia, tapi karena gue ngerasa mata itu sama Moh..."
"Jangan bilang, mata itu mirip seseorang yang udah nyelametin lo waktu lo tenggelam di danau?" Mohan mulai menebak.
Jenara mengangguk, "Mata itu, punya dia..."
"Nggak mungkin Je, bukannya bokap Lo bilang kalo dia udah meninggal?" Mohan kaget, tanpa sadar suaranya sedikit meninggi. Azalea dan kedua temannya sempat menatap ke arah mereka.
"Itu dia Moh, Bokap gue bilang kalo gadis itu udah meninggal karena kanker otak yang dideritanya, tapi gue liat mata dia di Nadine..." Jenara terlihat frustasi.
"Gue tau Je, gadis penyelamat lo itu punya tempat dihati lo. Tapi saat ini, lo milik Azalea... Jangan bikin gadis kesayangan kita terluka lebih dalam lagi,"
"Soal Nadine nanti gue cari tau lewat Amara, Lo fokus aja minta maaf ke Azalea. Liat aja gadis mungil itu, pasti pikirannya berisik dan hatinya lagi nggak baik-baik aja. Tapi dia berusaha sok kuat seperti biasanya," Mohan menatap Azalea lembut.
Jenara melirik ke arah Mohan, "Jangan tatap cewek gue kaya gitu..." serunya dingin.
Mohan terkekeh, "Santai Mr.posesif, dia itu adik kecil gue..."
"Gue kangen sama Aza, pengen meluk dia..." sambung Mohan lagi.
"Udah ada gue yang meluk dia, jadi lo nggak usah sok-sok'an pengen meluk..." Jenara berkata sinis
"Alah Je... Hati lo aja masih bingung, bener kata Azalea tadi. Lo plin-plan, Hahahhaha—" ngakak Mohan. "tapi sumpah, tumben banget tuh anak absurd peka... Biasanya kan dia nggak pernah peka," pikir Mohan sambil menggaruk kepalanya.
"Jangan kenceng-kenceng volume suara lo Moh, lo pengen Azalea denger. Lo sahabat gue apa bukan sih?" Jenara menonjok bahu Mohan kesal, Namun Mohan hanya tertawa melihat ke plin-planan sahabatnya itu. Jenara pun akhirnya ikut tertawa dan berterima kasih pada Mohan, setidaknya cowok itu mau mendengarkan dan memberi saran kepadanya.
Azalea tanpa sadar menatap kedua cowok itu, tawa mereka kali ini tidak membuat gadis itu ikut bahagia, malah overthinking nya mulai muncul.
"Mereka keliatan bahagia banget, sampe nggak ngeliat kesedihan gue. Biasanya mereka berdua yang paling peka. Apa bener kata Amara, kalo Jenara lagi ngedeketin Nadine? Terus yang terjadi semalem itu apa? Apa cuma gue yang berharap lebih sama Jenara? Tatapan dia tadi ke Nadine mengisyaratkan sesuatu, bahkan Jenara nggak risih di sentuh bibirnya. Malah seakan menikmati, Apa? Masa beneran menikmati? Astaga otak gue penuh banget rasanya." batin gadis mungil tersebut mulai Overthinking.