NovelToon NovelToon
Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Pria Dengan Rahasia... Dua Wajah!!!

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Permainan Kematian / Misteri / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Action / TKP
Popularitas:363
Nilai: 5
Nama Author: Dev_riel

Sebuah kota dilanda teror pembunuh berantai yang misterius.
Dante Connor, seorang pria tampan dan cerdas, menyembunyikan rahasia gelap: dia adalah salah satu dari pembunuh berantai itu.
Tapi, Dante hanya membunuh para pendosa yang lolos dari hukum.
Sementara itu, adiknya, Nadia Connor, seorang detektif cantik dan pintar, ditugaskan untuk menyelidiki kasus pembunuh berantai ini.
Nadia semakin dekat dengan kebenaran.
Ketika Nadia menemukan petunjuk yang mengarah ke Dante, dia harus memilih: menangkap Dante atau membiarkannya terus membunuh para pendosa...
Tapi, ada satu hal yang tidak diketahui Nadia: pembunuh berantai sebenarnya sedang berusaha menculiknya untuk dijadikan salah satu korbannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dev_riel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Korban Dante Berikutnya!!!

Calon korbanku berikutnya tinggal di jalan kecil di Crystal Residence. Beberapa blok di satu sisi rumah kecilnya, lingkungan perumahan diisi kalangan berpenghasilan rendah, tempat-tempat pesta daging panggang dan gereja kumuh.

Jonathan Jaworski tinggal di sebuah rumah yang ditinggalinya bersama sejuta kecoak dan anjing paling jelek yang pernah kulihat.

Dan juga, rumah itu mestinya tidak mungkin sanggup dia miliki. Jonathan bekerja paruh waktu sebagai pesuruh di SMP Amberfield dan sejauh yang aku tau, hanya itu sumber nafkahnya.

Dia bekerja tiga hari seminggu, memperoleh gaji cukup untuk menyambung hidup, tapi jelas tidak buat hal lain. Yang menarik minatku bukan kondisi finansialnya, tapi fakta makin meningkatnya jumlah anak hilang dari Amberfield sejak Jonathan bekerja di situ.

Semuanya perempuan berambut pirang usia dua belas sampai tiga belas tahun.

Pirang. Itu penting. Entah kenapa detail remeh begitu selalu diabaikan polisi tapi tidak pernah luput dariku.

Jonathan sering menjadi saksi terakhir anak-anak hilang itu. Polisi sering mewawancarainya, ditahan semalaman, ditanyain, tapi tidak punya bukti apa pun untuk dijadikan kasus atas dasar persyaratan legal, misalnya bukti adanya penyiksaan.

Tapi aku tau pasti dia pelakunya. Dia yang membantu gadis-gadis itu "menghilang" ke karier gemilang bintang film. Aku hampir yakin. Masalahnya, aku belum menemukan mayat dan belum pernah melihat sendiri aksinya, tapi pola yang lain cocok.

Lewat internet, aku berhasil melacak gambar-gambar syur dari tiga gadis yang tercatat hilang. Mereka tidak tampak bahagia, padahal kegiatan yang dilakukan di gambar itu konon membawa kenikmatan. Katanya.

Aku belum berhasil menghubungkan Jonathan dengan gambar-gambar itu, tapi alamat kotak posnya bertanda Shadowfall City Selatan, hanya beberapa menit dari SMP Amberfield. Plus gaya hidupnya, melebihi gaji yang didapatnya.

Yang mencemaskan adalah anjing jeleknya. Anjing selalu menjadi masalah. Mereka tidak menyukaiku. Mungkin lantaran tau apa yang akan aku perbuat pada majikan mereka.

Aku harus cari jalan memutar menuju tempat Jonathan. Mungkin dia bisa dipancing keluar. Kalau tidak, aku yang harus mencari jalan masuk.

Tiga kali aku lewat di depan rumah Jonathan, tapi tidak ada yang menarik.

Jonathan keluar dari rumah, masuk ke mobil pick up tua warna merah saat aku lewat. Aku segera melambatkan mobil secepat mungkin, lalu berbalik menyusul dan membuntuti Jonathan ke Whispering Road.

Aku tidak tau bagaimana harus menyikapi proyek kali ini. Belum menyiapkan apa-apa. Tidak ada tempat aman untuk bekerja, belum melapis ruang dengan plastik.

Modalku cuma sebuah plester dan pisau daging di bawah kursi. Idealnya aku harus berusaha agar tidak terlihat, tidak menarik perhatian dan bekerja sesempurna mungkin. Entah bagaimana memenuhi semua itu. Aku harus berimprovisasi, tapi pilihannya tidak banyak.

Sekali lagi aku beruntung. Lalu lintas sangat sepi. Jonathan berkendara ke Selatan menuju Old River Road, dan setelah kira-kira satu mil belok kiri menuju pantai. Pembangunan baru di tempat ini berkembang sedemikian rupa, memperbaiki kehidupan warga dengan mengubah pepohonan dan binatang menjadi semen dan kaum manula dari New hopevale. 

Jonathan berkendara pelan-pelan melewati areal konstruksi dan separuh lapangan golf bertanda bendera tapi belum ada rumput, sampai tiba di dekat pantai. Rangka beton bangunan kondominium setengah jadi, menutupi bulan. Jarakku cukup aman di belakang. Lampu mobil ku matikan, lalu beringsut cukup dekat untuk mengintip.

Jonathan parkir di samping konstruksi kondominium. Lalu keluar, berdiri di antara mobilnya dan tumpukan besar pasir bangunan. Beberapa saat dia hanya melihat ke sekeliling. Aku berhenti di bahu jalan, mematikan mesin. Jonathan lama memandang bolak-balik antara kondominium, jalan dan pantai. Wajahnya puas, lalu masuk ke gedung. 

Aku yakin dia pasti sedang memastikan keberadaan satpam. Aku juga. Area pembangunan seperti ini sering menyewa satpam untuk patroli dengan mobil golf. Solusi yang cukup menghemat biaya, dan lagi pula ini Shadowfall city. Sejumlah besar catatan biaya lain-lain di proyek konstruksi apa pun dikhususkan untuk material yang diharapkan bakal cepat habis ataupun hilang---seperti kabel, kayu, semen, dan pasir. Kalau dugaanku benar, Jonathan berencana membantu pihak pengembang memenuhi kuota itu.

Aku turun dari mobil, menyediakan pisau daging dan plester ke tas jinjing murahan, bersama beberapa lembar sarung tangan karet buat berkebun dan salinan foto dari internet. Aku menjinjing tas di bahu, bergerak tanpa suara menembus malam sampai tiba di mobil pick up milik Jonathan.

Bak belakang kosong, diseraki sampah gelas plastik dan pembungkus makanan, plus bungkus rokok kosong di lantai mobil. Remahan kecil dan kotor, seperti Jonathan.

Kuhirup udara dalam-dalam sebelum kembali fokus mencari Jonathan. Dia ada di salah satu gedung. Entah berapa lama waktu yang aku miliki, tapi suara di dalam kepala mendesakku untuk bergegas.

Aku masuk ke gedung. Begitu melewati pintu, aku mendengar sesuatu. Lebih tepatnya suara desir aneh bergemeretak yang pasti ditimbulkan olehnya, atau...

Aku berhenti. Suara itu berasal dari satu sisi. Kuikuti ke sana. Sebuah pipa membentang sepanjang dinding, berisi kabel listrik. Kuraba permukaannya, merasakan getaran seperti ada yang bergerak di dalam.

Aku langsung sadar. Jonathan sedang menarik kabel. Tembaga dari kabel sangat mahal, terutama di pasar gelap.

Sepertinya inilah yang dilakukan untuk menutupi gaji tidak seberapa dari pekerjaan sebagai pesuruh sekolah. Juga untuk menarik hati korban, tentunya.

Aku melihat berkeliling. Setumpuk besar papan gypsum teronggok di pojok ruangan, diikat pelapis plastik. Segera kupotong jadi celemek dan topeng transparan. Ku kencangkan balutannya sedemikian rupa sampai wajahku sulit dikenali, lalu mengikat ujung-ujungnya di belakang kepala.

Penyamaran sempurna. Mungkin kelihatannya konyol, tapi aku selalu berburu mengenakan topeng. Aku jadi sedikit rileks. Bagus juga ide plastik ini. Kukenakan sarung tangan karet. Kini aku siap.

Kutemukan Jonathan di lantai tiga, bersama dengan setumpuk kabel listrik dekat kakinya. Aku berdiri di kegelapan tangga, menontonnya menggulung kabel.

Kuambil plester dari tas jinjing untuk menempel foto-foto dari internet, berisi pose-pose panas gadis-gadis yang hilang. Kutempel di tembok beton agar bisa dilihat Jonathan saat keluar pintu menuju tangga.

Aku lihat dia. Aku menciut mundur di kegelapan bawah tangga. Menunggu.

Jonathan tidak sungkan kerja berisik. Dia tidak mengira bakal di interupsi, apalagi menantikan aku. Terdengar derap kaki dan derit kabel diseret. Makin dekat...

Dia datang lewat pintu, tidak menyadari bersembunyi. Lalu melihat foto-foto itu.

"Hah!" Ujarnya kaget. Matanya melotot, lalu aku datang dari belakang, menyorongkan pisau ke lehernya.

"Jangan bergerak, dan jangan bersuara," Kataku.

"Hei, apa..."

Kuputar pergelangan tanganku sedikit, mendorong ujung pisau ke kulit di bawah dagunya. Jonathan mendesis merasakan darahnya muncrat setitik. Heran, kenapa orang cenderung tidak pernah patuh meski sudah diancam?

"Aku bilang, jangan bersuara." Kataku. Jonathan menurut.

Kubebat mulutnya dengan plester, mengikat tangan dengan kabel, lalu aku seret ke meja. Dalam hitungan menit Jonathan terbaring terbebat plastik di atas meja.

"Oke, kita bicara." Kataku dengan suara lembut dan dingin. "Kita bicara tentang anak hilang." Ku robek plester penutup mulutnya.

"Aduuuh... apa... apa maksudmu?" Dia mencoba berbohong rupanya, tapi tidak meyakinkan.

"Kamu tau. Percuma pura-pura." Aku menjawab kalem.

"Tidak. Sumpah."

"Iya. Bohong."

Pintar bicara pula. Padahal waktuku tidak banyak. Malam ini menyebalkan. Tapi keberaniannya patut di puji. Jonathan menatap sok polos.

"Kamu polisi?"

"Bukan." Ku potong telinga kirinya, berhubung yang terdekat buat di sayat. Sejenak Jonathan takjub, tidak percaya apa yang barusan terjadi, untuk selamanya tidak lagi punya telinga kiri.

Ku lempar potongan itu ke dadanya, agar yakin. Matanya melotot, menarik napas hendak menjerit tapi keburu aku sumpal gulungan plastik.

"Jangan teriak dulu. Masih ada yang lebih buruk. Soal anak hilang?" Aku mengulang pertanyaan dengan lembut.

Dingin dan sabar menanti. Menatap matanya, memastikan dia tidak berteriak, lalu membuka sumpalan.

"Aduh, kupingku.."

"Masih ada satu lagi kok. Aku ingin tau tentang anak-anak di foto itu."

"Maksud kamu apa? Ampun! Sakit!" Dia merengek.

Aku menggeleng tidak habis pikir. Diberi kesempatan mengaku dosa sebelum mati malah disia-siakan. Kusumpal lagi mulutnya, lalu mulai bekerja.

Aku nyaris keasyikan. Wajar saja, dalam situasi begini. Jantung berdebar seperti orang gila dan aku harus berjuang keras agar tangan tidak gemetar.

Menggairahkan sekaligus bikin frustasi. Tidak satu pun standar kerjaku yang memberi kenikmatan seperti biasa.

Bingung, harus bagaimana?

Saking bingungnya, aku sampai salah memotong urat, memuncratkan darah segar ke plastik pembungkus sepanjang sisi tubuh Jonathan.

Dia bikin aku marah. Caranya terbaring di meja itu, badan penuh sayatan tidak pasti dan lelehan darah tidak perlu.

Beberapa orang begitu bodoh menyerahkan diri tewas untuk hal-hal remeh. Seperti kecoak sialan ini, misalnya. Sekarat hanya demi kabel tembaga. Bukan salahnya kalau malam ini tingkahku tidak biasa.

Sebenarnya dia bahkan tidak cukup  jahat untuk masuk daftar kegiatan. Tidak lebih dari pecundang menjijikkan yang membunuh anak kecil demi uang dan kepuasan seksual.

Tapi sudah tanggung. Sebaiknya kembali bekerja. Bagian samping belum ku sentuh. Aku tidak membawa peralatan seperti biasa. Sakit yang ditanggungnya pasti parah sekali.

Aku jadi ingat belum menuntaskan wawancara memastikan kesalahannya. Kutunggu sampai dia tenang, lalu membuka sumpal plastik di mulutnya.

"Sudah mau cerita sekarang? Soal anak hilang di foto itu?"

"Ya Tuhan. Ampun Tuhan... Ampunilah aku..." jawabnya lemah.

"Percuma. Kita sudah terlalu lama meninggalkan-Nya."

"Aku mohon..." liriknya memelas.

"Ceritakan padaku tentang gadis-gadis itu."

"Baik." Jonathan menghela napas.

"Kamu menculik dan membunuh mereka."

"Ya..."

"Berapa jumlahnya?"

"Lima. Lima orang bocah cantik. Aku tidak menyesal." Jawab Jonathan. Matanya menutup. Aku pikir dia bakal mati, tapi akhirnya membuka mata.

"Tentu saja tidak. Aku juga tidak." Aku mengangguk.

Kukembalikan sumpal mulut ke tempatnya,  lalu kembali bekerja. Namun saat aku baru mulai mendapatkan irama yang enak, terdengar suara penjaga di lantai bawah.

1
Yue Sid
Thor, jangan bikin kami tidak bisa tidur karena ingin tahu kelanjutannya 😂
Dev_riel: Besok kelanjutannya ya😄🙏
total 1 replies
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Cerita seru banget, gak bisa dijelasin!
Dev_riel: Makasih🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!