Luka Dibalik Senyum Azalea

Luka Dibalik Senyum Azalea

Senyum Kecil

Langkah-langkah riuh memenuhi halaman kampus yang dipenuhi spanduk besar bertuliskan “Selamat Datang Mahasiswa Baru”. Azalea menarik napas panjang, matanya menelusuri lautan wajah asing yang penuh semangat dan rasa ingin tahu. Di tengah keramaian itu, dia merasa kecil, tapi juga hatinya berdebar, seolah hari ini akan menjadi titik balik hidupnya.

"Azalea!" Suara riang memecah lamunannya. Mohan melambai dari kejauhan, senyuman indah yang diperlihatkannya membuat hati Azale menghangat dan berdetak lebih cepat.

"Masih nggak berubah lo ya, telat terus," tegur Azalea, ketika Mohan sudah mendekat.

"Cuma telat lima menit aja kok Za," Belanya sambil mencubit pipi Azalea gemas. Mohan tidak tau, ada hati yang tidak bisa dikondisikan oleh Aza saat ini karena perlakuan kecil darinya.

"Judulnya tetep sama Mohan, lo telat!" ucap Azalea dengan suara ketusnya.

Sebelum Mohan sempat membalas, Suara tenang dan dingin ikut menelusup diantara mereka.

"Ribut terus, nggak berubah!"

Azalea menoleh, didapatinya Jenara berdiri dengan tangan di dalam saku. Tatapannya lurus dan datar, berbeda dengan Mohan yang selalu selengean dan tebar pesona kepada setiap kaum wanita dimanapun tempatnya. Jenara lebih banyak diam, namun ada sesuatu dibalik tatapan matanya.

Bahkan seorang Azalea pun tidak bisa membaca apa yang sedang ia pikirkan.

"Mendingan ribut, daripada diem mulu kaya lo!" celetuk Mohan sambil menepuk pundak sahabatnya itu.

Jenara hanya mendengus pelan. Matanya sempat melirik Azalea sesaat, tatapan singkat itu membuat Azalea tanpa sadar menundukkan kepalanya.

Acara orientasi dimulai. Aula besar dipenuhi suara sorakan panitia yang penuh semangat. Di depan, rektor memberi sambutan, tapi bagi Azalea, kata-kata itu mengalun bagai gema jauh. Fokusnya lebih banyak pada dua sosok di sampingnya.

"Are you okay, Azalea?" Tanya Jenara yang sejak tadi memperhatikannya.

"Ya, gue oke kok! kenapa lo nanya gitu?" jawab Azalea sambil menatap Jenara.

"Cuma mau mastiin aja, soalnya dari tadi Lo ngelirik gue sama Mohan bergantian." ucapnya datar sambil menatap Azalea.

"Wah ketauan lo Za," timpal Mohan "Ngapain lo ngelirik kita, jangan bilang lo suka sama kita berdua ya?" tebak Mohan, membuat wajah Azalea panik.

"Enak aja lo kalo ngomong, nggak kok." Azalea berkata sambil memukul perut Mohan pelan untuk menyembunyikan kepanikannya itu.

"Terus ngapain lo ngeliatin kita Azalea?" kali ini Mohan yang bertanya.

"Gue ... Gue cuma takut aja, kalo tiba-tiba kalian berdua dibawa sama alien ke planet mars." celetuk Aza dengan absurdnya.

"Hahahaha .... Aza!!! sumpah ya kata-kata lo selalu unik," seru Mohan disela-sela tawanya.

"Tapi Za, seandainya nih. Kita beneran di ambil alien yang kata lo dari planet mars itu. lo bakalan nangis gak?" Tanya Mohan, meladeni kata-kata absurd Aza.

"Nggak sih," jawabnya cepat.

"Kok bisa? Kata lo, elo sayang sama kita." Mohan berbicara sambil mengernyitkan dahi.

"Kalo nggak ada kalian berdua, hidup gue bakalan tenang," seru Azalea, "Karena gue bakalan jauh dari cowok yang nilai bad boy-nya lebih tinggi dari pada nilai ujian gue, juga dari cowok yang dinginnya kaya bongkahan es yang ada di kutub utara dan mempunyai mulut setajam silet ini." ujarnya lagi sambil melirik sinis ke arah kedua sahabatnya.

"Waw Azalea! Ternyata dibalik kata sayang lo, ada sebersit kekesalan yang nyata buat kita ya," Mohan menanggapinya sambil mencangkup wajah Azalea dengan kedua tangannya. Mata mereka saling menatap, Mohan dengan tatapan gemas sebagai sahabat sedangkan Azalea menatapnya dengan rasa yang lain.

Jenara yang berdiri di sisi lain, nampak bisa melihat tatapan Azalea. Tatapan itu sudah sering ia lihat, disaat-saat terakhir menjelang kelulusan di SMA,-nya dulu. Hanya saja, Mohan tidak pernah menyadarinya. Jenara lalu menghela napas. “Kalian berdua bisa diem nggak? Acara baru mulai.”

“ Relax bro, " seru Mohan, "bisa nggak hidup lo jangan serius Mulu," protes Mohan

Azalea mengangguk cepat. “Setuju! Hidup itu harus absurd, Je! Kalau normal, nanti nggak seru.”

Jenara menoleh singkat, tatapannya datar. “Absurd itu bukan prestasi, Azalea.”

Azalea langsung cemberut, lalu berbisik ke Mohan dengan nada konspirasi, “Kenapa sih temen kita yang satu ini lahir dengan mode dingin permanen? Kalau manusia normal tuh punya setting-an mood.”

“Udah, biarin. Mungkin software-nya rusak dari pabrik.” Mohan menambahkan dengan nada serius, seolah-olah benar-benar menganalisis.

Mereka berdua cekikikan, sementara Jenara pura-pura tak mendengar, meski ujung bibirnya nyaris tertarik naik.

Selesai acara sambutan, mahasiswa baru diarahkan menuju fakultas masing-masing. Tiga sahabat itu berjalan beriringan, tetap dengan pola lama yang tak pernah berubah. Mohan dengan celetukan receh, Azalea dengan komentar absurd, dan Jenara dengan sikap dingin yang kadang bikin kesal, kadang bikin penasaran.

“Eh, Mo,” Azalea tiba-tiba nyeletuk sambil menunjuk papan fakultas, “kalau gue nyasar ke Fakultas Kedokteran, kira-kira boleh nggak ya?"

"Ngapain lo mau nyasar kesitu? Mau nemenin Jenara?"

"Bukan, gue pengen nyobain stetoskop buat dengerin hati seseorang.” celetuknya tanpa sadar.

“Hah?! Isi hati seseorang?" Teriak Mohan, membuat beberapa orang disekitar melihat ke arahnya.

"Mohan suara lo kenceng banget sih?" kesalnya

"Sejak kapan lo udah mulai main hati? Siapa orangnya?" tanya Mohan serius. "Je, Lo liat nih. Azalea si cewek Absurd, pengen dengerin hati seseorang pake stetoskop katanya." suaranya begitu keras, membuat Aza kesal dibuatnya.

"Mohan apaan sih! kalo suara lo kenceng gitu, sama aja lo kaya ngasih pengumuman ke yang lain." sungut Azalea sedangkan Mohan masih dengan tawanya.

Jenara menghentikan langkahnya sebentar, menatap Azalea lurus dengan ekspresi datar. “Hati siapa yang pengen lo denger?” ucapnya dalam. Azalea kaget dengan interaksi itu, dia sempat terdiam sebentar—lalu menatap balik Jenara.

"Nggak ada Je, tadi cuma asbun doang kok."

"Asbun ya? Tapi kayanya dari hati banget," ucapnya sambil menoel hidung sahabatnya itu. Azalea kaget, karena tidak biasanya Jenara melakukan physical touch pada dirinya.

Cowok itu terlalu dingin, bahkan disaat dulu Azalea hampir terjatuh dia hanya menarik tasnya untuk menahan gadis itu agar tidak terjatuh. Beda dengan Mohan, Mohan selalu mengekspresikan sesuatu dengan sentuhan.

"Mohan tarik gue kedunia nyata!" seru Aza tiba-tiba membuat Mohan bingung.

"Apaan sih Za, emang sekarang Lo lagi ada dimana? Dunia ghaib?" ucap Mohan

"Gue ada di dunia mimpi. Sang kutub es noel idung gue Moh, selama kita sahabatan baru sekarang dia mau nyentuh gue Moh. Biasanya kalo nggak tas gue ya lengen baju gue yang jadi pegangan dia," ucapnya lebay

"Bukannya waktu kita masih kecil, lo sering di gendong sama dia. Kalo lo jatoh," ingat Mohan

"itu waktu kita masih kecil, nggak ke itung Mohan!"

"Udah buruan cubit gue Moh, cepetan!" suruhnya pada Mohan yang langsung dilakukan oleh cowok itu.

"Aww sakit Mohan!!!" teriaknya. Mohan hanya terkekeh.

"Azalea stop lebay-nya, ayo kita masuk ke gedung kita masing-masing." Tegur Jenara

"Kenapa sih kita harus pisah Fakultas?" seru Azalea

"Aza! Cukup dramanya," Mohan berkata sambil mengelus rambut Aza pelan. Membuat gadis itu merengut.

"Lo duluan aja Moh, gue bakalan anterin ratu drama ini ke tempatnya." Jenara berkata sambil meraih tangan Azalea

"Ok, kebetulan gue harus ke gedung rektorat dulu," kata Mohan "jangan bikin chaos di kelas," Mohan memperingati Aza, lalu dia berjalan meninggalkan kedua sahabat-nya.

"Ayo cepet kita jalan," ajak Jenara

"Je!!! lo kok so sweet banget sih sekarang." Azalea berucap dengan wajah gemasnya.

"Maksud Lo?" tanya cowok itu bingung, Azalea tersenyum ke arah Jenara dan menunjukkan tangannya yang sedang di genggam erat oleh nya. Jenara langsung melepas genggamannya itu.

"Kok di lepas Je? Jarang-jarang kan gue di tuntun sama bongkahan es kutub Utara," protesnya.

"Azalea! jangan banyak drama." Jenara berkata dengan sedikit halus.

"No drama Je, gue beneran pengen digandeng sama cowo tampan berhati es ini." serunya. Tatapan lucunya, membuat cowok itu sedikit membuang muka. Entah karena salah tingkah atau karena satu hal yang lain.

Cowok itu masih dengan gaya khasnya yang dingin, tenang, tatapan lurus ke depan. Tapi saat mata mereka bertemu, sekejap ada sesuatu yang berbeda. Sebuah senyum kecil, tipis sekali, muncul di sudut bibir Jenara.

Bukan senyum lebar, bukan tawa keras. Hanya sebuah lengkungan sederhana. Tapi cukup untuk membuat Azalea terdiam sesaat, jantungnya berdetak lebih cepat tanpa alasan.

Senyum kecil itu ringan, singkat, hampir tak terlihat. Namun entah kenapa terasa jauh lebih hangat dibanding semua celetukan selengean Mohan atau kata-kata dingin yang keluar dari mulut Jenara sebelumnya.

Dan tanpa ia sadari, senyum itu justru akan melekat paling dalam di ingatannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!