Marina Yuana Tia, dia menyelesaikan permainan mematikan, dan keluar sendiri dalam waktu sepuluh tahun, tetapi di dunia nyata hanya berlangsung dua minggu saja.
Marina sangat dendam dan dia harus menguak bagaimana dan siapa yang membuat permainan mematikan itu, dia harus memegang teguh janji dia dengan teman-temannya dulu yang sudah mati, tapi tak diingat keluarga mereka.
Apakah Marina bisa? Atau...
ayo baca guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Halo Haiyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab enam. Kunjungan
Bab Enam
Di rumah, wanita anonim merebahkan diri di ranjang apartemen. Dia menatap langit-langit, lalu mendesah berat.
"Untung dia masih kecil, masih bisa kumaafkan..."
Dirinya terpikir akan ucapan gadis itu tadi, dia mengucapkan dengan raut wajah ketakutan.
"Hapus atau tidak..."
"Memang kenapa? Bukankah itu hakku? Mau hapus atau tidak, kan aku yang memilih."
"Lagipun, dari konten ini viewku jadi meningkat,"
"Wah bertambah lima followersku!"
"Asyiknya..."
Sambil merentangkan kedua kaki, dia berpikir akan konten baru.
"Apa aku buat kericuhan tadi jadi bahan konten lagi? Cerita-cerita asyik lagi pasti penonton suka."
"Oke mulai aja sekarang." Katanya, sambil memegang jauh kamera hp.
Tanpa dia sadari, ada angka waktu di atas kepalanya.
2 days 24 hours 60 second
.
.
.
"Marina gak masuk sekolah?!"
"I-iya pak..."
Brak! Bapak guru langsung menghantam meja keras, didepan Gevano.
Gaveno mundur sebentar, kenapa jadi dia yang jadi pengurus gadis itu? Dia tak ada hubungannya sama sekali, cuma lapor doang.
"Kamu pacarnya kok gak bisa jaga dia!"
"Seharusnya, dia sama orangtuanya bisa datang!"
"Kau tau kan!"
"Mana bu Siska lagi di rumah tunangannya lagi, terus harus telepon siapa kalo gini?"
Gevano memberikan jawaban,"Mu-mungkin ke teman kelasnya pak,"
"Teman kelas?"
"Oh ide bagus."
Gevan mengelus dada lega, sarannya disetujui.
"Mintakan."
"Iya pak?"
"Mintakan nomor pacarmu ke temen pacarmu itu, pokoknya harus tau kenapa dia gak bawa orangtuanya datang ke sekolah. Jangan alasan sakit saja dia," Kata guru Bk sekali lagi menghantam meja.
Brak!
"Cepat!"
"Ba-baik pak!"
Gevan bergegas mengerjakan tugas. Sesuai permintaan guru BK tadi, dia berlari menuju kelas Marina yang berada jauh di ujung lantai dua.
"Hosh...hosh..."
"Tok! Tok!"
Ketua kelas menghampiri.
"Oh ya, ada apa?" Melihat anggota osis menghampiri, ketua kelas jadi was-was takut kena pelanggaran.
Gevan memegang kedua bahu ketua osis.
"Hosh~hosh~ katakan padaku, siapa teman paling dekat dengan Marina... Tolong panggilkan..."
"Ah-i-iya..." Jawab ketua kelas ikut meneteskan keringat.
"Hana,"
"Ada yang mencarimu."
Hana yang ada di tempat duduknya berdiri.
"Siapa?"
"Anggota osis..."
"Hah!" Dia langsung terkejut menutup mulut. Kenapa anggota osis mencarinya?
"Katanya ini soal Marina,"
"Kau kan temannya, cepat hampiri dia,"
"Oh, oke"
Hana menurut, dia keluar kelas sudah ditunggu anggota osis bernama Gevano.
"Halo... Kami cari aku?"
"Tanya sesuatu tentang Marina?"
"Aku gak tau banyak hal, tapi dia bilang sakit sih... Sebenarnya aku nanti mau jenguk ke kosannya..."
"DIMANA ALAMAT RUMAHNYA! NOMOR TELEPON! KALAU BISA! BAWA AKU BERSAMAMU!"
"Aaa!" Hana terkejut, dia tiba-tiba didekati sambil diteriaki kencang. Siapapun pasti bakal terkejut.
"I-iya... Tentu..."
"Boleh saja,"
'Waw, Marina punya pacar setampan ini... Sangat tampan... '
'Aku iri padanya, punya pacar yang perhatian. Juga gak beritahu aku... '
"Kalau begitu nanti tunggu aku setelah rapat, oke."
"Eung." Angguk Hana menyetujui.
Lalu anggota osis itu pergi begitu saja, Hana senyum-senyum sendiri lalu masuk ke dalam kelas.
.
.
.
"Disini rumahnya?"
"I-iya..." Jawab Hana gagap, seperti Marina dulu saat pertama kali berteman.
"Tapi biasanya dia keluar buat kerja part time, tapi akhir-akhir ini katanya dia keluar dari pekerjaannya... Semoga aja dia masih ada,"
'Ya semoga saja yang kau katakan itu. ' pikir Gevano.
Mereka berdua sama-sama di depan pintu, lalu Hana menekan bel pintu kosan.
Tingtong!
Suaranya nyaring sampai ke dalam rumah.
Si pemlik kosan langsung membukakan pintu, muncullah sosok Marina memakai jaket tebal sampai menutup kepalanya.
Hana langsung menghambur pelukan kepadanya,"oh sayangku... Kamu pasti sakit banget ya, aku disini temanmu menjenguk kamu sayang,"
"Lihat siapa yang ku bawa..."
"Pacar kamu juga jenguk lho," Bisik Hana mendekat.
Marina mengangkat sebelah alis, dia mengecilkan mata. Sampai Hana meminggirkan tubuh, rupanya anggota osis yang kemarin.
"Oh~" Jawab Marina, di telinga Hana seolah tak puas.
Lelaki itu dibelakang memundurkan bahu Hana.
"Hanya Oh aja? Untung ya aku masih baik hati, gara-gara kau aku dimarahi guru bk."
"Kita dipersilahkan masuk gak nih?"
"Kenapa diam aja?"
Marina diam karena melihat waktu yang tersisa di atas kepala Gevano lalu menggeleng kecil,"masuk aja,"
Hana langsung berteriak bahagia."Yeayy! Permisi! Assalamu'alaikum!"
"Eh, apa gak ada orang Marina... Kamu tinggal sendiri?"
Marina menghela nafas, dia memijat kepalanya yang pening, masih belum melupakan kejadian aneh tadi siang.
"Maaf, kalian butuh apa disini?"
"Butuh apa? Oh~ sombong sekali, kita disini sudah berbaik hati menjenguk mu,"
Marina menoleh,"kalau begitu, aku tak bisa menghidangkan banyak makanan."
"Ah untung saja! Tadi aku beli makanan ini di indomacat tadi!"
"Cuma tinggal taruh di dalam oven aja kok..."
"Dipanasin terus dimakan deh..." Kata Hana, memberikan sekantong makanan.
Marina merasa terbebani atas hal itu, tapi dia juga tak bisa menolak.
Ting! Suara oven setelah 15 menit berlalu berhasil memanaskan makanan.
"Hei... Sudah datang! Sudah datang..."
Hana bahagia sendiri, dia tak sabar memakan miliknya. Setelah wadah alumunium disajikan didepan mereka, Gevano menyentuh salah satu lalu terkejut tak main.
"Hei! Ini panas bodoh! Bagaimana caranya kau memegang tiga sekaligus?"
Marina tak menjawab, dia menyajikan minuman dingin yang juga dibawakan Hana. Tiga gelas hadir didepan mereka.
Hana ikut penasaran juga memegang wadah alumunium."Ah! Panas... Benar, kau hebat Marina... Kamu bisa pegang tiga ini tanpa kepanasan, apa karena efek demam mu?" Tanya Hana penasaran, ingin menempelkan tangan ke dahi Marina.
Tapi gadis itu segera memundurkan wajah.
"Panas? Tidak sama sekali."
"Cepat dimakan, sebelum busuk."
"Hm... Tak mungkin, soalnya makanan seperti ini mestinya awet Marina... Ga bakal busuk secepat itu,"
Gevan mengambil sendok, melihat bayangan wajahnya sendiri."Kenapa kau melihatku terus?"
Marina segera mencari alasan,"pikiranmu saja mungkin, kata siapa?"
"Tidak, aku jelas tadi melihat wajahmu, tatapanmu jelas tak suka padaku,"
Hana menggeleng, dia melambai kecil."Tak mungkin, pasangan itu gak bakal saling benci. Kalian ini, malu-malu kucing... Udah ah~ saling menggoda di depan ku juga gak apa, wong aku juga udah punya pacar, biasanya aku gitu sama pacarku."
"KATA SIAPA!" jawab keduanya bersamaan, Hana benar-benar salah paham dengan hubungan mereka berdua, sebelumnya tak ada apa-apa.
"Aku lebih baik memilih gadis baik-baik, tak kasar, dan tidak bisa memecahkan jendela dalam satu pukulan."
Marina diam, dia tak merespon. Tak mendengar satupun respon, membuat keduanya ikut mengheningkan cipta juga.
Gevan berhenti makan, dia ingat tujuannya kemari.
"Besok jangan lupa, cepat pergi ke sekolah."
"Guru Bk mencari-cari dirimu dan orangtua mu, kalau mereka tak bisa datang kamu bisa membawa perwakilan orangtuamu seperti tantemu kah, bibimu kah atau paman mu lah..."
Marina menghentikan garpu, dia berpikir sekejap."Keluargaku di kampung semua, mereka tak punya waktu datang kemari untukku,"
"Dan aku-"
Marina menatap mereka berdua dengan tatapan kosong, padahal keduanya sudah menunggu jawabannya.
"Tak apa, besok aku usahakan."
"Ah, syukurlah. Kau tahu gara-gara kau aku dimarahi guru Bk, guru itu juga ngancam aku nilai ku akan diturunkan di mata pelajarannya, juga aku bla, bla, bla, bla"
Bersambung...