Arlena dan Dominus telah menikah lebih dari enam tahun. Tahun-tahun penuh kerja keras dan perjuangan untuk membangun usaha yang dirintis bersama. Ketika sudah berada di puncak kesuksesan dan memiliki segalanya, mereka menyadari ada yang belum dimiliki, yaitu seorang anak.
Walau anak bukan prioritas dan tidak mengurangi kadar cinta, mereka mulai merencanakan punya anak untuk melengkapi kebahagian. Mereka mulai memeriksakan kesehatan tubuh dan alat reproduksi ke dokter ahli yang terkenal. Berbagai cara medis ditempuh, hingga proses bayi tabung.
Namun ketika proses berhasil positif, Dominus berubah pikiran atas kesepakatan mereka. Dia menolak dan tidak menerima calon bayi yang dikandung Arlena.
》Apa yang terjadi dengan Arlena dan calon bayinya?
》Ikuti kisahnya di Novel ini: "Kualitas Mantan."
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Kualitas Mantan 14
...~°Happy Reading°~...
Arlena jadi was-was dan berpikir cepat. Dia tidak bisa menunda atau menunggu untuk berbicara dengan orang tuanya. Terutama Papanya bisa kapan saja menghubungi atau mendatangi Dominus di Jakarta.
"Tadi Papa telpon mau marahin. Beraninya dia biarkan anak Papa naik kereta malam sendiri. Apa pikirannya kena rabies?"
Melihat Papanya emosi dan tidak terima dia dibiarkan naik kereta malam sendiri, Arlena tetapkan hati untuk bicarakan kondisi rumah tangganya saat itu juga. Agar orang tuanya tidak salah menafsirkan atau bertindak.
"Sebentar ya, Pa. Ma, kita pindah ke ruang keluarga aja." Arlena khawatir percakapan mereka didengar oleh pelayan yang sewaktu-waktu masuk ke ruang makan.
"Baik. Mama panggil Bibi untuk merapikan ini." Mama Arlena segera berdiri untuk memanggil pelayan. Sedangkan Arlena mengajak Papanya meninggalkan ruang makan.
Sambil berjalan, dia terus berdoa dan mengelus perutnya berulang kali. Dia berharap kedua orang tuanya bisa memahami kondisinya. Agar tidak berlarut-larut dan menjadi beban hatinya.
Arlena menarik nafas dan menghebuskan perlahan, setelah Mamanya duduk di samping Papanya.
"Pa, Ma, Arlen sengaja datang sendiri ke sini, karna ada yang mau Arlen bicarakan secara pribadi dengan Mama dan Papa." Arlena mulai membuka percakapan setelah melihat kedua orang tuanya menunggu sambil melihatnya.
"Kalau Ar sudah merasa lebih baik, Papa dan Mama menunggu." Papa Arlena menggerakan tangan mempersilahkan.
"Iya, Pa. Arlen mau kasih tahu Mama dan Papa, proses bayi tabungnya berhasil positif..." Ucapan Arlena terhenti oleh reaksi orang tuanya.
"Oh, Puji Tuhan...!" Mama Papanya langsung berkata dengan nada riang penuh sukacita, lalu berdiri memeluknya.
"Selamat, ya, Nak... Selamat...!" Mama Papanya, bergantian memeluk dan mengucapkan selamat.
Namun Papanya jadi tegang saat memeluk, lalu melepaskan pelukannya. "Kalau berhasil, jadi Arlen sedang hamil?" Mamanya juga melepaskan pelukan dan menjauh sambil menutup mulut dengan tangan.
"Iya, Ma, Pa. Ini sudah masuk bulan ke tiga." Arlena berkata dengan suara pelan, menahan tangis.
"Sebentar, sebentar... Kau sedang hamil muda dan Dominus biarkan kau ke sini sendiri?"
"Iya, Nak. Pekerjaan apa yang ngga bisa ditinggal? Kalau dia ngga bisa antar sekarang, kau bisa tunggu dia senggang. Kenapa paksa diri begini?" Mamanya berubah jadi was-was.
"Benar. Tunggu saja sampai dia bisa antar. Yang penting kau sudah kasih tahu, sedang hamil. Kami mengerti kalau kau ngga bisa datang." Papanya ikut was-was.
"Iya. Yang penting kami tahu, supaya bisa bersyukur dan atur waktu ke Jakarta melihatmu. Kau tidak usah ke sini. Kecuali Dom dan sopir bisa mengantarmu ke sini." Mamanya ingat mereka punya sopir dan mobil yang nyaman untuk lakukan perjalanan ke Semarang.
"Tapi kau sudah di sini, syukurlah. Akhirnya, Tuhan menjawab doa kita. Kau sudah bisa hamil dan sebentar lagi jadi Ibu." Mamanya kembali memeluknya.
Namun reaksi tubuh Arlena tidak menunjukan rasa bahagia seperti yang dirasakan orang tuanya. Hal itu jadi perhatian Papanya, sehingga mendekat lagi dan memegang pundaknya.
"Arlen, kau masih putri kami?"
"Iya, Pa, Ma."
"Ada apa? Kau tidak seperti seorang calon Ibu yang bahagia, mau punya anak. Katakan pada kami, apa yang menggangumu."
Arlena memegang tangan Papanya yang masih memegang bahunya. "Pa, Ma, jangan marah Arlen, ya. Semua ini terjadi di luar kekuatan Arlen." Mata Arlena mulai berkaca-kaca.
Ucapan Arlena membuat Mamanya memberikan isyarat kepada suaminya untuk duduk dan berikan kesempatan Arlena bicara.
"Katakan yang jelas, Nak. Kami sudah tua. Kekuatan jantung sudah tidak sekuat dulu untuk menerima kejutan. Kau ada lakukan kesalahan apa, sampai minta maaf?" Mama Arlena bicara pelan.
Namun Papanya diam membeku, melihat raut wajah Arlena makin mendung. Papanya curiga berkaitan dengan ketidak hadiran Dominus. Dan juga Dominus tidak menerima panggilan telponnya.
Jantung Papanya jadi berpacu kuat dan tidak teratur. "Arlen, katakan kepada kami. Sampai kapan pun, kau anak kami. Jangan tanggung sendiri, seakan kau tidak punya orang tua." Papanya menurunkan nada suara.
"Makasih, Pa, Ma. Sekarang Arlen sudah bercerai dengan Dom...."
"Apa?" Ucapan Arlena terhenti oleh pertanyaan Papanya. Kedua orang tuanya kembali berdiri, karena sangat terkejut. Sehingga mereka saling berpegangan.
"Bicara yang jelas, Arlen. Jangan membuat darah Papa naik. Siapa yang minta cerai..." Bentak Papanya yang emosinya mulai naik dan marah.
"Dom, Pak..." Jawab Arlena singkat dan menunduk sambil memegang perutnya.
"Dominus...? Dia minta cerai setelah kau hamil? Apa dia sudah tahu kau hamil?" Papanya ingin tahu. Hingga tanya beruntun sambil tolak pinggang.
"Iya, Pa, Ma..."
"Apa? Otaknya sudah dijilat anjing rabies?" Papanya tidak bisa menurunkan tensi emosi, walau Mamanya sudah memberikan isyarat untuk lebih tenang.
"Ada apa, Nak... Kenapa dia lakukan itu? Apa kau lakukan kesalahan di New York?" Mamanya coba melihat dari sisi yang lain. Mengapa Dominus bisa menceraikan putrinya. Mama Arlena jadi khawatir, putrinya melakukan kesalahan.
"Iya... Mengapa dia membuangmu dalam kondisi begini." Bentak Papanya dengan suara yang mengglegar.
"Papaaa... Jangan bilang Arlen dibuang, Pa. Arlen bukan sampah..." Arlena jadi menangis terseduh-seduh, mendengar dia dibuang oleh Dominus. "Arlen tidak minta cerai, karna tunggu lihat keberaniannya."
"Arlen ngga bikin sesuatu yang salah di New York, Pa, Ma. Arlen hanya menuruti yang disepakati berdua untuk punya anak lewat proses bayi tabung."
"Papa dan Mama juga tahu, waktu kami datang minta didoakan." Arlena terus menjelaskan dengan air mata yang sudah membasahi pipi.
"Papa minta maaf. Papa bilang dibuang bukan bermaksud menurunkan derajatmu. Kau anak kami. Tadi Papa sangat terkejut dan emosi, jadi ngga bisa milih kata yang pas. Maafkan Papa..." Papa Arlena menyadari telah salah berucap, hingga melukai perasaan putrinya.
Arlena langsung memeluk Papanya. Dia menyadari juga telah salah mengartikan ucapan Papanya. "Maafkan Arlen juga, Pa. Sekarang ini, Arlen terlalu sensitif." Arlena makin terseduh merasakan getaran emosi Papanya.
"Iya. Sekarang, kasih tahu kami. Mengapa dia bisa minta cerai, kalau kau tidak bersalah."
"Dia menolak bayi ini. Dia bilang tidak mau bertanggung jawab buat anak dari laki-laki lain." Arlena berusahan menghentikan tangis dan mengusap perutnya.
Papanya terkejut dengan jawaban Arlena. "Arlen, duduk di sini dan lihat Papa. Bicara yang jelas. Kau tahu, kami orang tua tidak terlalu mengerti tentang bayi tabung."
"Iya, Arlen. Mengapa dia bilang tidak mau bertanggung jawab? Apa kau lakukan tindakan ilegal untuk peroleh anak ini?" Mamanya menimpali.
"Jelaskan pada kami, jangan sampai Papa lakukan tindakan yang makin bikin kacau dan bikin malu keluarga kita."
"Begini, Pa, Ma. Karna kami ngga bisa sendiri..." Arlena menjelaskan hingga proses bayi tabung berhasil.
"Kalau dia sudah setuju dan tanda tangan semua ketentuannya, mengapa dia berubah pikiran? Jangan bilang, dia menjebakmu karena sudah punya perempuan lain..!?" Papa Arlena jadi berpikir lain. 'Apa Dominus sedang bermain licik untuk menjebak Arlen?'
...~*~...
...~▪︎○♡○▪︎~...
hadeh ketemu si dom" lagi jangan bilang tuh ada ulet bulu bisa" ada perang apa lagi papanya Ar juga datang 🤣wah di tunggu dom" ketemu papanya arlena