Seorang gadis yang di paksa orang tuanya untuk menikah muda untuk melindunginya dari masa lalu yang terus menganggunya. Namun siapa sangka jika gadis itu di jodohkan dengan seorang pemuda yang menjadi musuh bebuyutannya. Lalu bagaimana pernikahan mereka akan berjalan jika mereka saling membenci?mungkin kah cinta akan tumbuh dalam diri mereka setelah kebersamaan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ella ayu aprillia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Bunda Diana dan mama Sinta tampak takjub melihat penampilan Gisella yang tampak cantik. Gaun yang ia pilih sangat pas dan sangat cocok melekat di tubuhnya.
"Syukurlah kalau kalian suka sama gaunnya." Terang tante Cindy sumringah. Bunda Diana menatap putra nya lalu bertanya "sayang bagaimana sama gaun ini kamu suka?" Namun tidak ada jawaban. Revan hanya diam.
"Revan..."panggil bunda lagi yang tidak di gubris oleh putra semata wayangnya itu.
Ia mendekat dan memegang pundak pemuda tampan tersebut. "Revan.."panggilnya lagi.
"Van..Revan kamu kenapa malah diam aja? Kamu dengar nggak bunda bilang apa?"
"Haaahh apa bun."tanya Revan gelagapan.
"Bunda tanya gimana gaun yang di pilih Gisella bagus nggak?"
"Bagus bun dan..."
Ucapan Revan menggantung membuat yang lain terdiam sesaat. Menanti kelanjutan ucapan Revan. "Tapi apa sayang..kamu nggak suka? Atau mau yang lain aja?"
Lagi - lagi Revan hanya diam dan terus menatap Gisella yang ada di seberang sofa.
"Revan astaga kamu ini kenapa sih? Kamu suka tidak? Atau kamu mau pilih gaun yang lain.
"Cantik.." ucapnya lirih seperti sebuah bisikan.
Gisella tampak tersenyum malu dan salah tingkah. Ini adalah pujian pertama yang di lontarkan Revan untuknya dan itu sukses membuat Gisella merasa tersanjung.
Ketiga wanita paruh baya itu terlihat tersenyum geli melihat calon pengantin yang terlihat salah tingkah.
Gisella dan Revan sama - sama gugup. Revan merutuki diri sendiri yang telah memuji Gisella.
"Shit..kenapa gue malah bilang dia cantik, pasti dia jadi geer dan berpikir kalau gue mulai suka sama dia."gumam Revan dalam hati.
"Wow seorang Revan Mahendra bilang gue cantik. Kesurupan setan apa dia, atau mungkin dia sudah sadar kalau gue emang cantik."batin Gisella.
"Jadi menurut kamu Gisella cantik ya Van?" Tanya bunda Diana menggoda sang putra. Revan tampak gelagapan, "ya karena gaunnya aja bun yang bagus. Jadi dia terlihat cantik karena gaunnya."celetuk Revan pelan yang hanya dapat di dengar bunda Diana yang berada di sampingnya. Bunda melotot horor ke arah putra semata wayangnya yang sangat menyebalkan itu. "Kamu itu bicara apa Van, dasar anak nakal."ucapnya seraya menjewer pelan telinga putra nya itu. Revan meringis kecil merasakan telinganya panas karena di jewer oleh bunda nya. "Aduh bun, ampun. Sakit bun."ringis Revan memegang telinganya.
"Siapa suruh kamu jadi anak nakal hah?"bentak bunda Diana pelan. Mama Sinta, tante Cindy dan Gisella yang melihat mereka pun tampak bingung. "Di...ada apa? Kenapa telinga Revan di jewer gitu kasihan."seru mama Sinta merasa kasihan dengan calon menantunya itu."nggak papa kok Sin, biasa anak nakal memang harus di kasih pelajaran biar kapok dia."seru bunda Diana.
"Aduh ampun bun,iya iya maaf. Aku nggak akan gitu lagi..sakit." Gisella menahan senyum melihat Revan yang tampak kesakitan itu.
"Rasain lo..emang enak."ledek Gisella yang bibirnya hanya komat kamit namun Revan masih mengerti apa yang gadis itu ucapkan.
Revan hanya melirik sinis, "awas aja kalau kamu ulangi kaya gitu lagi. Kamu akan menyesal sudah bicara kaya gitu kalau kamu sudah menikah dengan Gisella."bisiknya.
Setelah mengucapkan itu bunda Diana kembali mendekati calon menantunya itu.
"Ya sudah kita pilih ini aja ya sayang, kamu ganti baju dulu setelah itu kita pergi ke mall untuk beli cincin pernikahan kalian."
"Iya bun, kalau gitu aku ganti dulu ya."
Ia pun kembali masuk ke dalam ruang fitting baju di bantu oleh asisten dan pegawai lain.
Cindy, mama dan bunda tampak mengobrol seru di salah satu sofa. Mereka juga tampak memilih gaun yang akan mereka gunakan pada saat acara pernikahan putra dan putri mereka.
Akhirnya mereka memilih warna yang sama yaitu pastel namun modelnya lebih simple tapi tetap elegan dan kelihatan mewah. Meskipun pernikahan itu di gelar di Bali dan hanya saudara yang di undang namun ia tetap ingin yang terbaik di acara pernikahan mereka.
Selesai di butik kini mereka akan pergi ke toko perhiasan terbesar di mall di Jakarta.
"Ma...aku ikut kalian naik mobil ya."pinta Gisella saat mereka sudah berada di parkiran butik. Mama Sinta memicingkan mata "kenapa nggak sama Revan aja? Kasihan dia masa naik motor sendiri." Gisella diam, bingung mau menjawab apa. "Kamu temani Revan, kasihan dia kalau sendiri bukanya tadi kamu juga naik motor sama dia."tegurnya. Bukannya mama Sinta tidak mengizinkan putrinya naik mobil bersama tapi ia ingin Revan dan Gisel semakin dekat. "Nggak papa kok ma, aku udah biasa sendiri."ucap Revan yang juga malas naik motor bersama Gisel meskipun ia sering curi - curi pandang ke arah gadis itu.
"Nggak bisa gitu dong Van, Gisel harus belajar dekat sama kamu dan harus belajar kalau udah menikah itu harus bisa nurut sama suami. Kemana pun suaminya pergi ia harus ikut."timpal mama Sinta. Bunda Diana membenarkan apa yang di ucapkan calon besannya itu. "Bunda juga setuju, seperti bunda yang selalu ikut kemana pun ayah pergi untuk urusan pekerjaan. Bukan karena kita tidak bisa percaya kepada pasangan kita tapi karena kita harus selalu menemani suami kita di saat ia susah atau pun senang."nasihatnya.
Gisella pun mulai paham dan akhirnya mengangguk lemah, "ya udah aku sama Revan lagi."putusnya namun dengan wajah cemberut. Mama Sinta dan bunda Diana saling pandang lalu sama - sama tersenyum penih arti.
Gisella mengambil jaket lalu mengenakannya kemudian mengambil helm. Revan sudah naik lebih dulu saat Gisel masih membujuk ke dua orang tuanya itu supaya bisa naik mobil.
"Nggak usah sok merasa tersakiti, asal elo tahu aja gue juga ogah sebenarnya bonceng elo. Ini motor kesayangan gue dan nggak seharusnya elo ikut naik."ucap Revan ketus.
"Ck...gue juga ogah kalau nggak dipaksa sama mama. Gue juga terpaksa kali naik motor jelek elo ini."balasnya sama ketusnya.
"Elo bilang apa barusan."amuk Revan kesal.
"Eh eh eh..kalian pada ngapain kok malah debat gitu?"seru mama Sinta dari dalam mobil. Ia menunggu motor Revan jalan namun mereka justru terlihat sedang berdebat.
"Cepet jalan atau gue aduin mama dan bunda kalau elo larang gue naik motor jelek lo ini."
"Dih..dasar bocah tukang ngadu."sungutnya
"Biarin..wleee.."ledek Gisella merasa menang.
Revan melajukan motornya dengan kecepatan sedang karena ada mobil bunda di belakangnya. Jika ia nekat ngebut ia akan mendapat amukan dari sang bunda jika sudah sampai mall nanti. Siang yang sangat terik membuat Gisella menyembunyikan kepalanya di punggung Revan dan tanpa sadar Gisella berpegangan pada pinggang calon suaminya.
Revan melirik ke bawah dimana tangan Gisel sedang meremat jaket yang ia pakai. Pemuda tampan itu tampak acuh, tidak seperti saat Nadin atau cewek lain yang memegang tubuhnya. Justru ia membiarkan calon istrinya itu memegang jaketnya. Namun itu hanya sesaat karena setelahnya.
"Elo ngapain pegang - pegang gue hah? Lepas atau gue turunin elo disini."
"Apa sih, orang cuma pegangan jaket doang, gue kepanasan tahu nggak sih."
"Gue nggak peduli lepasin tangan elo dari jaket gue. Yang ada jaket gue kalau elo tarik gitu."
"Ck...dasar cowok nyebelin..ngeselin.."Gisella memukul - mukul punggung tegap Revan.
"Eh..diem nggak..elo lupa di belakang ada mobil bunda."
"Haaahh..Astaga.."