Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Hasutan
Keesokan harinya Divon dan Vania masih tidak saling menyapa, mereka langsung memalingkan muka saat berpapasan.
" Ada apa dengan mereka ?" tanya Mutia heran.
Bella juga tidak tahu dengan pertengkaran keduanya.
" Pasti gara-gara anak tidak jelas itu lagi." ujar Mutia kesal.
" Anda jangan menyalahkan tuan muda nyonya." ujar Bella.
" Diamlah, kau seharusnya cepat mengambil hati anak itu dan pergilah." tegas Mutia.
Bella pun mengangguk dan pergi ke kamarnya karena kesal, dia juga tak bisa mengambil hati Lenard sama sekali.
" Ini semua karena Nyonya Vania anak itu jadi bergantung sekali.padanya." ujar Bella kesal.
Kalau begitu aku harus membuat mereka bertiga salah paham agar rencanaku berjalan lancar.
Dalam hati Bella.
Bella merasa Vania tidak bisa lagi dia pergunakan, dan dia harus mengambil apa yang harus dia ambil.
Siang harinya Charles mendatangani Divon di ruangannya.
" Von, ada apasih kemarin?" tanya Charles penasaran.
" Wanita itu punya pria lain rupanya." Ujar Divon.
" Bagaimana mungkin?, eh tunggu apa kau cemburu?" tanya Charles.
" Apa yang kau bilang, kenapa aku cemburu, gila kau!" Divon semakin kesal.
" Lalu?" tanya Charles lagi.
" Iya, aku hanya kesal padanya katanya dia tidak ada pria lain dan dia tidak akan aneh-aneh selama menjadi istriku, tapi nyatanya malah berpegangan tangan dengan pria lain." Divon mengeluhkan semuanya.
" Memangnya siapa pria yang kau maksud?" tanya Charles.
" Namanya Luwis, aku tidak tahu dia muncul dari mana, tahu-tahu sudah berpegangan tangan saat aku menoleh." Ujar Divon.
" Oh, Luwis ya?, dia kan anak pemilik taman safari itu, wah istrimu kenal baik dengan Luwis?" Charles tak menyangka.
Wah ini saingan seimbang dengan Divon.
dalam hati Charles.
" Ya kau kalau tidak cemburu ya biarkan saja, lagian kamu juga nggak suka Vania." ujar Charles dengan entengnya.
" Aku tidak cemburu, aku hanya risi." sahut Divon.
" Ya biarkan dia berteman dengan siapapn, dia kan juga manusia Von." ujar Charles.
" Keluar kau!, aku mau sendiri!" teriak Divon.
Charles pun segera keluar dari ruangan itu.
Dia bodoh sekali memahami perasaannya, sungguh keras kepala.
Dalam hati Charles.
" Hamis, kau cari tahu hubungan mereka apa!" perintah Divon.
Hamis pun segera pergi melaksanakan perintah tuannya itu.
Sementara di kamar Vania.
" Mama kenapa mama dan papa berdiaman?" tanya Lenard.
Vania menceritakan apa yang terjadi kemarin pada putranya.
" Jadi salah paham ya ma?, kalau begitu Lenard bantu berbicara pada papa ya?" ujar Lenard.
" Tidak perlu, itu tidak masalah sama sekali Lenard." Vania memeluk putranya yang sangat pengertian itu.
"Baiklah Ma" Lenard memeluk mamanya dengan hangat dan pergi menuju ruangan papahnya.
"Nyonya, saya masuk ya?" tanya Bella.
" Bella , masuk!" ujar Vania.
" Kenapa ?, apa kau bertengkar dengan tuan Divon?" tanya Bella penasaran.
" Tidak, kenapa?" tanya Vania kesal.
" Lama-lama nanti , juga baikan kok nyonya." ujar Bella.
Vania hanya diam saja tidak mau membahas Divon karena sangat menyebalkan.
Tapi Vania harus membalas kebaikan Luwis, jadi dia berencana untuk menemuinya lagi nanti.
Sementara Di ruangan Divon.
" Papah, tolong baikan dengan Ibu, Lenard jadi sedih tahu." Ujar Lenard pada papahnya.
Setelah di pikirkan lagi Divon pun akhirnya menyadari jika sikapnya terlalu kasar pada Vania.
" Baiklah, tapi papa tidak tahu caranya meminta maaf Lenard." ujar Divon.
" Mana ada tidak tahu, itu karena gengsi saja!" ujar Lenard.
Ucapan Lenard benar- benar menusuk sekali dihati.
Lenard pun mengajak Papahnya untuk membelikan mamanya hadiah untuk meminta maaf pada Vania.
" Ya sudah besok kita belikan mamamu hadiah, kau bisa tanya pada mamamu apa kesukaannya tidak?" tanya Divon.
" Hem, iya nanti Lenard coba ya, oke pah kalau begitu Lenard ke bawah dulu." ujar Lenard dengan senang hati berjalan turun.
" Tuan muda, bisakah saya bicara dengan anda?" tanya Bella.
" Apa penting?" tanya Lenard angkuh.
" Ya penting." jawab Bella.
Lenard pun masuk ke dalam kamarnya, Bella juga ikut masuk dan menutup pintunya dan mengunci.
" Ini sangat rahasia, tolong kerja sama anda tuan." ujar Bella.
" Apa itu?" tanya Lenard.
" Ini mengenai, kematian ibu kandung anda, apa anda mau tahu siapa pembunuh ibu anda?" ujar Bella berbisik.
" Apa?, tidak ada yang membunuh ibuku, semua murni kecelakaan." ujar Lenard tak percaya.
" Anda masih kecil jadi tidak tahu." ujar Bella.
Sebenarnya Lenard itu tahu, namun dia hanya berpura-pura layaknya anak kecil yang tak tahu apa-apa.
" Tidak mau tahu aku!" tegas Lenard.
" Tuan muda, apa kau lebih memilih ibu tirimu dan mengabaikan aku yang adalah bibimu?" ujar Bella dengan wajah sedihnya.
" Aku akan membalaskan dendam pada orang tuamu, aku berjanji tuan muda, karena dia adalah adikku." Tegas Bella.
" Apa yang akan kau lakukan?" tanya Lenard.
" Tuan jangan dekat - dekat dengan Vania, dia itu anak dari orang yang telah membunuh Ibumu, karena kakaknya kabur akhirnya dia yang menggantikan." Ujar Bella.
"Tidak.mungkin." Lenard tampak sekali akan menangis, namun dia menahanya sekuat tenaga.
" Dan nenekmu pelaku utamanya, aku di sini akan membalas dendamku pada keluarga ini." Bella tampak membara dan sangat marah.
" Aku tidak mau, aku tidak mau tahu." teriak Lenard.
" Tuan muda, kau harus berada dipihakku, aku mati-matian demi mencarikan keadilan untuk ibumu!" tegas Bella.
" Keluar!" Teriak Lenard.
Akhirnya Bella pun terpaksa keluar, namun dengan keadaan tersenyum, karena Bella merasa sudah berhasil menghasut Lenard.
" Bagaimana ini, apa yang harus aku lakukan?" Gumam Lenard lirih.
Tapi memang dia tidak mau tahu, karena Lenard lebih percaya pada Divon san juga Vania, penilaiannya tidak akan pernah salah.
Dia masih kecil, kata papahnya dia harus berlagak nakal dan tidak tahu apa-apa agar berumur panjang karena terlahir di dalam keluarga Sandrean.
Dia sebaiknya segera menemui mamanya dan menanyakan apa yang mamanya sukai itu.
" Ma, ..." Lenard mengetuk pintu kamar mamanya.
" Masuk sayang, ada apa?" tanya Vania.
" Ma apa aku boleh tidur dengan mama malam ini?" tanya Lenard.
" Boleh sekali, ayo sini." Vania menepuk ranjang di sampingnya.
Lenard langsng melompat ke ranjang dengan sangat gembira.
" Pelan - pelan nanti kamu jatuh Lenard." Vania memeluk dan mencium Lenard dengan gemas.
" Mama, kira-kira saat aku sedang dalam kandungan ibuku mama sedang apa ya?" tanya Lenard.
" Berarti itu 5 tahun lalu ya?" tanya Vania.
" Hemmm, iya ma." ujar Lenard.
" Berarti mama usia 15 tahun, mama menjadi kuli panggul di pasar, lalu menjadi tukang cuci piring di rumah makan kalau malamnya." Ujar Vania menjawab.
" Ehm, begitu ya ..." Lenard memberikan kecupan pada pipi Vania.
Aku hampir saja ingin menyalahkan mama, padahal mamanya hidupnya sudah menderita, dia menikah dengan Ayah pun karena terpaksa, kematian ibu tidak ada hubunganya dengan mama cantikku ini.
Dalam hati.Lenard.