Setelah begadang selama tujuh hari demi mengejar deadline kerja, seorang pria dewasa akhirnya meregang nyawa bukan karena monster, bukan karena perang, tapi karena… kelelahan. Saat matanya terbuka kembali, ia terbangun di tubuh pemuda 18 tahun yang kurus, lemah, dan berlumur lumpur di dunia asing penuh energi spiritual.
Tak ada keluarga. Tak ada sekutu. Yang ada hanyalah tubuh cacat, meridian yang hancur, akibat pengkhianatan tunangan yang dulu ia percayai.
Dibuang. Dihina. Dianggap sampah yang tak bisa berkultivasi.
Namun, saat keputusasaan mencapai puncaknya...
[Sistem Tak Terukur telah diaktifkan.]
Dengan sistem misterius yang memungkinkannya menciptakan, memperluas, dan mengendalikan wilayah absolut, ruang pribadi tempat hukum dunia bisa dibengkokkan, pemuda ini akan bangkit.
Bukan hanya untuk membalas dendam, tapi untuk mendominasi semua.
Dan menjadi eksistensi tertinggi di antara langit
Update tiap hari
Follow Instagram: eido_481
untuk melihat visual dari karakter novel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eido, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Pagi itu, langit cerah dengan awan tipis yang melayang pelan di atas kediaman keluarga Qin. Di lantai dua bangunan megah itu, Feng Jian berdiri bersama Qin Aihan, Bibi Mei, dan Han Xuemei. Angin pagi yang lembut meniup ujung rambut mereka, membawa aroma segar dari taman belakang.
Feng Jian menatap Han Xuemei dengan sorot mata yang serius. "Di mana adikmu ditahan?" tanyanya, nada suaranya tenang, tapi membawa ketegasan yang sulit dibantah.
Han Xuemei menggenggam gulungan kecil kertas di tangannya, lalu menyerahkannya kepada Feng Jian dengan hati-hati. "Di sebuah sekte… Sekte Jahat kelas delapan. Mereka punya sekitar dua ribu murid, dan ketua sekte mereka berada di Alam Inti Emas, tahap awal." ucapnya pelan, namun terdengar jelas dalam keheningan pagi itu.
Feng Jian membuka gulungan peta itu, matanya menyapu garis-garis wilayah dengan cepat. Setelah beberapa saat, ia menatap Qin Aihan dan Bibi Mei. "Kita tetap buka toko seperti biasa. Ajak Han Xuemei agar dia mulai belajar dengan baik, tapi untuk keamanan... kita butuh kekuatan penuh."
Ia lalu menoleh pada Bibi Mei. "Panggil semua penjaga dari keluarga Qin yang ada di kota ini. Tak boleh ada celah.”
Bibi Mei mengangguk tanpa banyak bicara dan segera masuk ke bangunan belakang. Tak lama kemudian, langkah-langkah berat bergema di pelataran. Tujuh pria berjubah gelap berdiri tegap di bawah sinar matahari pagi semuanya adalah penjaga keluarga Qin, masing-masing berada di Alam Pembangunan Fondasi Tahap Akhir. Aura mereka kuat dan stabil, menunjukkan pengalaman bertahun-tahun dalam pertarungan.
Feng Jian menatap mereka sejenak, lalu mengangguk puas. Ia berbalik ke arah Qin Aihan.
Qin Aihan melangkah maju, wajahnya penuh kecemasan. Ia menggenggam tangan Feng Jian erat. “Kau harus kembali dengan selamat.” katanya lirih.
Feng Jian tersenyum kecil, lembut namun yakin. “Aku janji.” Ia mengangkat tangan Qin Aihan dan menyentuh pipinya, kemudian Qin Aihan mencium bibirnya dengan lembut. Feng Jian membalas dengan ciuman hangat yang menenangkan, seolah menegaskan bahwa hatinya akan selalu kembali kepadanya.
Tak jauh dari mereka, Han Xuemei menyaksikan adegan itu. Ia menundukkan kepala, namun tidak cukup cepat untuk menyembunyikan ekspresi aneh di wajahnya. Ada sesuatu yang mencubit dadanya perasaan asing yang tiba-tiba muncul saat melihat Feng Jian mencium istrinya. Ia tidak tahu kenapa… tapi ada perih halus yang menyelinap tanpa izin.
Feng Jian menarik diri perlahan, lalu menatap ketujuh penjaga dan Bibi Mei. “Jaga Aihan dan Han Xuemei dalam diam. Jangan mencolok, tapi selalu siaga. Jika ada yang berani berbuat macam-macam, culik orang itu. Tunggu aku kembali.”
Dengan itu, ia melangkah pergi, meninggalkan halaman rumah bersama satu peta di genggaman dan satu janji di hatinya.
Langkahnya mantap, menembus udara pagi yang mulai hangat. Bayangannya perlahan menghilang di ujung jalan, menuju tempat berbahaya yang menantinya demi seorang gadis asing, demi janji pada istrinya, dan demi sesuatu yang hanya dirinya sendiri yang tahu.
.....
Di balik tanah lembap dan bau anyir yang menusuk hidung, penjara bawah tanah Sekte Cakar Hantu diselimuti oleh kegelapan yang pekat. Cahaya satu-satunya hanya berasal dari obor di dinding batu yang nyalanya bergetar pelan, membuat bayangan besi jeruji memanjang menyeramkan di sepanjang lorong.
Di salah satu sel yang paling dalam, seorang gadis kecil duduk meringkuk. Tubuhnya kurus, lututnya memeluk dada, dan rambut pendeknya yang berwarna putih kusut serta kotor. Jubah lusuh yang ia kenakan sudah kehilangan warna aslinya, kini hanya gumpalan kain yang lekat pada tubuhnya. Kulitnya tampak pucat seperti tak pernah tersentuh matahari, dan wajahnya dibalut jejak air mata yang tak sempat kering.
Dialah Han Xiyue, adik dari Han Xuemei. Usianya baru sepuluh tahun, namun sorot matanya seolah telah melihat dunia yang terlalu kejam bagi anak sekecil dirinya. Matanya menatap kosong ke arah jeruji besi, menanti… berharap… atau sekadar pasrah pada takdir yang ia tahu tidak pernah berpihak pada orang-orang lemah seperti dirinya dan kakaknya.
Ia memikirkan Xuemei. Kakaknya satu-satunya… satu-satunya keluarga yang tersisa. Tapi mereka miskin. Tak punya pengaruh, tak punya kekuatan, bahkan kini terpisah oleh dinding dan kekuasaan. Perlahan, harapan di hati Xiyue mulai terkikis oleh kenyataan.
Apakah Kakak akan datang? Atau… apakah aku akan hilang di tempat ini, dilupakan oleh dunia?
Pikiran itu menyiksa dan menyesakkan, membuat matanya basah lagi.
Suara langkah berat bergema dari kejauhan, disusul oleh bayangan besar yang mendekat. Seorang pria tinggi besar dengan wajah seperti batu kasar, mengenakan jubah penjaga sekte, muncul di depan sel. Tangannya menggenggam mangkuk kecil. Makanan di dalamnya tampak layak nasi putih dan sedikit potongan sayur rebus, namun porsinya bahkan tak cukup untuk setengah perut anak kecil.
“Ambil ini dan makan.” kata penjaga itu dengan suara garang, menyodorkan mangkuk ke sela jeruji.
Xiyue hanya menatapnya tanpa bergerak.
Wajah penjaga itu menggelap. Ia mengangkat kaki dan menghentakkan sepatu besarnya ke jeruji logam, menggetarkan seluruh sel, dengan bunyi 'Clang' suara itu cukup keras. “Kalau kau gak makan.” bentaknya, “akan kukirim kau ke tambang besok pagi! Biar kau kerja sampai tulangmu remuk!”
Han Xiyue terlonjak ketakutan, tubuhnya gemetar hebat. Tapi ia tetap tidak mengambil makanan itu. Tangannya terlalu lemah… dan pikirannya sudah terlalu penuh dengan kesedihan.
Penjaga itu mendengus marah, melemparkan mangkuk ke lantai sel hingga sebagian isi tumpah ke tanah kotor, lalu berjalan pergi tanpa peduli.
Di dalam kegelapan itu, Xiyue menunduk, memeluk lututnya lebih erat. Air mata kembali jatuh ke tanah, diam, sunyi… hanya suara tetesan air dari langit-langit yang menemani.
Namun, jauh di atas sana… seseorang tengah datang mencarinya. Seseorang yang tak mengenalnya, tapi telah bersumpah pada kakaknya… untuk membawanya pulang.
.....
Angin malam masih dingin saat Feng Jian melangkah keluar dari gerbang timur kota Nine Treasures Paviliun. Di belakangnya, kota yang dipenuhi cahaya lentera mulai memudar, digantikan oleh hamparan alam liar dan jalan setapak berbatu yang tak berujung. Tangannya menggenggam erat selembar peta kertasnya agak kusut, namun masih jelas terbaca.
Tatapan Feng Jian menelusuri jalur yang tergambar di peta itu. Ada banyak nama sekte yang tertera, sekte-sekte kecil kelas delapan hingga kelas tujuh. Namun, hanya satu nama yang ditandai dengan tanda silang merah mencolok, Sekte Cakar Hantu. Di samping tanda itu, tertulis dengan tinta halus namun terburu-buru Han Xiyue.
Feng Jian menyipitkan mata, mengingat wajah gadis kecil yang belum pernah ia temui, namun kini tergambar jelas dalam benaknya karena cerita Han Xuemei. Gadis itu berada di dalam cengkeraman sekte hitam, entah dalam kondisi seperti apa.
Tanpa banyak bicara, ia menggulung kembali peta itu dan menyelipkannya ke dalam lengan jubah. Dengan satu langkah mantap, tubuhnya melesat ke depan. Teknik Langkah Angin Bayangan segera diaktifkan sebuah seni gerak tingkat biru yang membuat langkahnya nyaris tanpa suara, hanya bayangan tipis yang sesekali terlihat melintas di antara pepohonan dan bebatuan.
Setiap hentakan kakinya seperti menyatu dengan angin. Kabut pagi mulai turun perlahan, membasahi dedaunan, namun Feng Jian terus melaju. Pandangannya tajam menembus malam, dan detak jantungnya tenang meski medan yang ia hadapi penuh bahaya.
Sekte Cakar Hantu berada jauh di timur, lebih dalam dari yang biasanya dikunjungi oleh para peziarah biasa atau pedagang keliling. Wilayahnya dikenal sunyi, jarang disambangi, dan bahkan dijauhi. Namun Feng Jian tidak mundur.
Di matanya, ini bukan hanya tentang menyelamatkan seorang anak. Ini tentang menepati janji, menjaga nama baik, dan menanam benih rasa percaya yang telah diberikan oleh Han Xuemei, Qin Aihan, dan semua orang yang kini berada di belakangnya.
Langkah demi langkah, Feng Jian menembus kabut, menuju ke sarang gelap yang bahkan cahaya pun enggan singgah.
Yang udah like, terima kasih ~
sebuah sekte gak mungkin gak ada harta sepeser pun kan?
menabung tanaman herbal. daging binatang..simpan di tas dimensi..
buat keadaan darurat...👌