Tidak pernah Alana menyangka, pria yang sengaja dihindari selama lima tahun ternyata adalah atasannya.
Karena rasa benci jika pria tersebut menikah lima tahun yang lalu membuat Alana merasa kecewa dan berniat pergi. Tapi, semua itu sia-sia karena Silas menjadi Atasannya.
Silas yang memang masih mencari Alana karena rasa cinta tentu saja suka melihat wanita itu berada disekitarnya. Tanpa sengaja mereka melakukan malam panas bersama disaat Alana sedang dikuasai oleh pengaruh alkohol.
Lalu, bagaimana dengan kisah mereka selanjutnya? apakah Alana akan tetap bekerja di bawah Silas atau malah tetap menjadi simpanan pria yang sudah menikah lagi itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madumanis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Bella tertawa kencang karena sudah sungguh tidak menyangka jika Silas akan sangat mudah terpancing. Ia menatap layar ponselnya dimana terdapat foto pernikahannya dengan Silas lima tahun yang lalu. Bella tidak akan mau dilepaskan begitu saja oleh Silas, mati-matian akan mempertahankan rumah tangga ini.
"Ketahuilah, Alana.. Aku tidak sederhana yang kau kira, kau tidak akan mudah menghadapi wanita seperti ku." Bella meremas erat ponselnya, ia sangat puas karena pastinya Silas dan Alana bertengkar sekarang.
Tanpa Bella tahu jika Silas tetap diam didepan pintu kamar Alana. Bahkan untuk mengetuk pintu saja Silas ragu, bukan karena takut melainkan tidak mau membuat Alana lebih merasa tidak nyaman lagi.
"Alana memiliki kekasih, pria itu bernama Zero. Apa kau tidak tahu itu?"
Lintasan bisikan Bella tadi sangat menganggu Silas sebenarnya, hanya saja terlalu berisiko menanyakan semua ini kepada Alana. Yang ada pastinya Alana akan merasa terkekang lalu Silas akan semakin sulit mendapatkan cinta lagi dari Alana.
"Persetan sekalipun Alana memiliki kekasih, tetap saja dia milikku sepenuhnya." Silas tegas dan merasa percaya diri dengan semua fakta yang ada. Ia berlalu pergi menuju kamar yang ada disebelah kamar Alana meskipun kamar tersebut hanyalah kamar tamu biasa.
Silas sangat tidak tenang jauh dari Alana, ia takut kehilangan wanita itu lagi. Cukup lima tahun yang menyiksa Silas tidak ingin merasakannya lagi, itulah yang mengakibatkan Silas selalu memantau Alana tanpa sepengetahuan wanita tersebut.
"Aku mencintaimu, Alana. Semoga tidurmu nyaman di penjara yang aku ciptakan untukmu." Gumam Silas sembari merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur.
Bisa saja Silas menuju Alana untuk tidur dan menghabiskan malam yang sangat dingin ingin bersama. Hanya saja Silas merasa jika Alana seperti perlu waktu untuk istirahat, Silas tahu jika Alana tidak akan bernapas dengan baik jika ada dirinya disekitar wanita tersebut.
~
Bella terus menunggu di anak tangga untuk menantikan keributan yang telah ia bayangkan. Hanya saja tidak terdengar apapun padahal sudah menunggu lama, sebenarnya apa yang terjadi Bella semakin penasaran saja.
"Apa Silas tidak mempermasalahkan semua itu karena takut membuat Alana tidak nyaman?" Bella semakin iri dengan semua itu.
"Nona.." Suara itu mengejutkan Bella, ia melihat kearah pintu samping ternyata ada Wendi di sana yang menunggu kedatangan Bella.
Melihat Wendi datang ditengah larut malam begini membuat Bella semakin kalang kabut. Karena takut di tahu oleh Silas ataupun pelayan lain, cepat cepat Bella berlari menuju Wendi. Membuka pintu samping dengan sedikit terburu-buru lalu menarik paksa tangan Wendi untuk menuju gudang yang ada dibawah tangga.
"Kau sudah gila? Kenapa datang malam begini ha?!" Bella murka, ia menatap tajam Wendi yang malah tetap santai saja.
Wendi berdiri dengan tangan berkacak pinggang menatap Bella penuh menyelidiki. "Sampai kapan kau terus marah setiap kedatanganku, Bella?" Tanya Wendi dengan ekspresi penuh dambanya kepada Bella yang cantik.
"Diamlah!" Bella menyangkal Wendi untuk tidak berkata-kata yang tidak tidak, ia menghela napas berat karena merasa hari ini cukup melelahkan.
Wendi meraih tangan Bella, menggenggam tangan Bella dengan sangat erat. Ia merasa kasihan dengan wanita yang sangat ia cintai melebihi apapun.
"Lepaskan saja suamimu itu, Bella. Aku akan mencintai dan menyayangimu melebihi apapun, kau akan bahagia bersamaku." Ucap Wendi penuh merayu.
Bella melepaskan tangannya dari pria tersebut, ia menggelengkan kepala sebagai jawaban. Menurut Bella bersama dengan Silas selamanya bukanlah keputusan yang buruk. Hanya perlu menyingkirkan Alana sekali lagi saja agar tetap memiliki Silas seutuhnya. Soal cinta dari pria tersebut Bella tidak membutuhkannya, karena yang Bella butuhkan hanya tubuh Silas saja.
"Aku tidak akan berpisah dari Silas, Wendi. Berhenti menyakinkan aku untuk mengambil keputusan bodoh itu." Ucapnya dengan sangat santai, Bella sedikit menjauh dari Wendi yang menatapnya penuh kekecewaan.
Wendi memutar bola matanya saja karena lagi-lagi jawaban Bella tetap sama. Hubungan mereka tidak lebih hanya dari sebuah pelampiasan hasrat saja, dan sepertinya akan sangat sulit untuk mengubah semua itu.
"Kau datang malam begini untuk apa?" Tanya Bella mengalihkan semua topik pembicaraan yang Wendi permasalahkan.
Alasan Wendi yang sebenarnya menemui Bella malam ini adalah untuk memastikan jika Bella tetap baik-baik saja setelah Silas membawa Alana.
"Aku ingin memastikan kau baik-baik saja setelah hal besar yang Silas lakukan pada pernikahan kalian." Jelasnya, berharap Bella akan terharu dengan semua itu.
Tapi, Bella hanya menunduk saja. Ia mendekati Wendi kembali. Tangan Bella mengelus area dada yang Wendi miliki, seakan memancing hasrat dari pria tersebut.
"Tidak ada wanita yang baik-baik saja setelah mendapatkan fakta jika suaminya telah menikah lagi, Wendi." Jawab Bella dengan suara yang tercekat.
Hanya didepan Wendi saja Bellaa bisa menunjukkan sisi kerapuhannya. Ia menjatuhkan air mata tentang rasa sakit mendapatkan Silas menikah lagi dengan wanita pujaan hati yang telah hilang beberapa tahun yang lalu.
"Aku sangat sakit dan kecewa... aku tidak bisa bernafas dengan baik disela mereka berdua!" Bella menangis sesenggukan dihadapan Wendi, pria yang selalu saja membantunya dalam keadaan apapun.
Wendi memeluk erat tubuh Bella yang sangat rapuh tersebut berusaha untuk menenangkan. Tidak lama karena Wendi mulai mengecup bibir Bella, tidak hanya itu melainkan juga melakukan lumatan bibir yang cukup menuntut. Kedua tangan Bella merangkul pada leher Wendi, seakan pasrah dengan sesuatu adegan panas yang akan terjadi.
Suara bibir yang saling menyatu memenuhi area gudang, Wendi tetap santai menikmati lumatan bibir Bella. Menghisap seperti mesin penyedot debu, melakukan gigitan kecil sehingga lumatan bibir tersebut terasa lebih indah dan panas.
"Emmm, ahhh... Bella.." Wendi mendesah dikala tangan Bella menyentuh area juniornya meskipun masih memakai celana.
Wendi membantu Bella membuka celana tersebut hingga Bella bisa puas menyentuh benda tumpul tersebut. Bella berjongkok didepan junior yang menegang tersebut, ia siap menyantapnya.
"Kau tahu, Wendi. Aku adalah istri yang malang, selama lima tahun tidak pernah melihat seperti apa bentuk pen** suamiku sendiri." Ucap Bella sembari memegang benda tumpul tersebut.