NovelToon NovelToon
Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Mafia / Reinkarnasi / Fantasi Wanita
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Anayaputriiii

"Diremehkan Karna Miskin Ternyata Queen" Adalah Kisah seorang wanita yang dihina dan direndahkan oleh keluarganya dan orang lain. sehingga dengan hinaan tersebut dijadikan pelajaran untuk wanita tersebut menjadi orang yang sukses.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anayaputriiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 Jarak Yang Terbentang

Di sebuah hunian mewah,seorang lelaki paruh baya duduk dikursi kebanggaannya di ruangkerja. Kacamata betengger dihidungnya, seraya menatap layar monitor CCTV yang langsung memperlihatkan jalanan depan. Setiap hari, usai beraktivitas, ia selalu begitu. Menunggu kedatangan seseorang dengan melihat layar monitor.

"Papa, kenapa Papa suka sekali sih, melamun di sini?"

Pak Brata, nama lelaki itu. Pria yang hampir memasuki usia senja itu mendongak saat melihat wanitacantik yang merupakan istri keduanya. Usia wanita itu tiga puluh tahun tahun lebih mudadarinya. Namun, ia berhasil menjadi sosok istri yang baik baginya.

"Papa masih nunggu kedatangan Raffa?" tanya Menik, istrinya. Ia merangkul pundak Pak Brata seraya ikut melihat layar monitor.

Pak Brata menghela napas panjang. "Entah apa yang ada di pikiran anak itu. Aku ini sudah tua, tapi dia jarang sekali menemuiku," tukasnya.

Menik tersenyum. "Mama telpon dia, ya? Siapa tahu dia mau ke sini," tawarnya.

"Tidak usah. Bairkan dia datang atas kemauannya sendiri. Aku tidak mau dia datang karena suruhan siapa pun." Pak Brata lantas berdiri. la mengayunkan kaki meninggalkan ruang tersebut.Dikuti Menik yang berjalan disampingnya.

Rumah mewah yang megah dan luas itu menjadi saksi bisu atas kerinduan seorang Ayah pada anaknya. Pak Brata menatap foto Raffa yang terpajang di dinding ruang tamu. Foto Raffa yang tersenyum lebar sembari mengangkat piala hasil kemenangan cerdas cermat saat Raffa masih SMA.

Sayangnya, dirumah sebesari itu, tak ada foto Pak Brata dengan Raffa. Semua sudah dilepas karena kejadian beberapa tahun lalu, dimana Pak Brata menikahi Menik, salah satu karyawannya yang selalu memberinya perhatian. Ia berpikir bahwa Menik bisa menjadi sosok Ibu yang baik untuk Raffa. Namun,ia salah. Raffa dan Menik justru tak bisa disatukan. Sehingga puncaknya, Raffa memilih pergi dan tinggal sendiri di rumah yang pernah ia tinggali bersama ibunya.

"Papa, jangan begitu. Sikap Papa yang seperti ini membuatku sedih. Mending aku telpon Raffa saja!"

Baru saja akan memencet tombol hijau, suara derap langkah terdengar. Pak Brata menoleh kesamping saat mencium aroma parfum kesukaan anaknya. Hatinya bungah, melihat sosok yang ia rindukan akhirnya hadir.

"Raffa?"

Pak Brata tersenyum putranya yang kini datang dengan berpakaian OB. Bukan ia yang menyuruhnya seperti itu. Namun, niat putranya yang baik membuatnya tak bisa menolak.

Raffa tanpa ekspresi. "Maaf, aku baru datang," kata Menik tersenyum sinis. Namun, ia tetap mencoba ramah pada anak sambungnya itu. Usia mereka yang hanya berjarak lima tahun, membuat Raffa kurang bisa menghargainya.

"Papamu selalu menunggumu, Raffa. Setiap hari papamu selalu memantaumu melalui layar monitor di ruang kerjanya. Apa kamu tidak bisa berpikir?"

"Ma, sudah, diamlah!" tegur Pak Brata.

Raffa berdecih."Untuk apa aku menginginkan kehadiranku?" balasnya, sengit.

"Lagi pula aku bekerja. Bukan hanya menjadi parasit yang hanya mau menumpang hidup enak," tambah Raffa.

"RAFFA!" bentak Pak Brata.

"Hargai dia, dia mamamu, tolong jaga cara bicaramu," tuturnya dengan suara lebih lembut.

"Apa yang Papa harapkan dariku? Aku tak punya Mama. Aku hanya punya ibu. Sayangnya papa menutup mata atas kebenaran yang terjadi, sehingga Papa memilih menceraikan Ibu dan memilih parasit itu!" Brata menggema di ruang tamu yang luas itu.

"Kamu ini sudah dewasa, seorang pimpinan Nirwana Estates Grup. Tapi, kenapa pikiranmu masih seperti anak kecil, hah?"

"CUKUP RAFFA!" Suara Pak Brata.

Raffa terkekeh. "Ah, sudahlah.Percuma saja," celetuknya. "Aku kesini mau minta tanda tanganmu,Pa." la menyodorkan beberapa lembar kertas pada Pak Brata.

"Tanda tangan? Untuk apa?"

"Hal penting. Tanda tangani saja!"

Menik yang menasaran berusaha melihat kertas tersebut. Namun, saat sorot tajam Raffa mengarah padanya, ia langsung melengos. sama sekali," tukas Pak Brata.

"Lembaran apa ini? Tidak jelas

"Aku akan melegalkan pernikahanku agar sah di mata hukum dan negara."

Pak Brata dan Menik terkejut mendengar pengakuan Raffa. Menikah?

Pak Brata menatap putra semata wayangnya dengan tajam.

"Siapa yang menikah, Raffa?"

"Aku." Raffa menjawab santai.

la memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menatap sekeliling rumah dengan sikapnya yang sedikit begajulan.

Wajah Pak Brata memerah.

"Menikah sama siapa kamu? Apa dia wanita terpandang?"

Raffa membuang napas panjang. "Dia wanita terpandang dan terhormat bila dibandingkan dengan wanita di samping Papa itu," jawabnya yang membuat wajah Menik seketika memerah menahan marah dan malu.

"Pernikahan adalah hal sakral. Pak Brata memejamkan mata. kamu malah tidak memberitahuku. Malah datang-datang bicaramu tidak sopan begini. Apa ini yang diajarkan ibumu?! Ibumu pasti yang sudah lancang menikahkanmu!" tudingnya.

Raffa menatap Pak Brata dengan tajam. Ia bisa menahan diri jika hanya ia yang dihina atau direndahkan. Namun, jika ibunya sudah disangkut pautkan, maka ia yang akan menjadi garda terdepan bagi ibunya.

"Jangan pernah menyebut ibuku lancang! Dan jangan pernah menghina ibuku, Tuan Brata yang terhormat!" desis Raffa seraya mengepalkan kedua tangannya.

Pak Brata berdeham beberapa kali. "Aku tidak bermaksud begitu.Tapi ini ..." la lupa bahwa, Raffa akan selalu menjadi perisai ibunya. Ia berani melakukan apa pun untuk melindungi ibunya.

Raff menarik kembali kertas yang ada di tangan Pak Brata. "Aku tidak butuh tanda tanganmu. Adalah hal yang salah karena aku datang ke mari. Permisi!" la melangkah pergi, meninggalkan rumah mewah tempat ia tumbuh besar sampai akhirnya harus pergi. Raffa dengan tatapan nanar.

Pak Brata menatap kepergian Raffa, ingin menghentikan langkah Raffa, namun lidahnya kelu untuk bicara.

"Sudahlah, Pa. Biarkan saja Raffa. Pasti Amira yang sudah mencuci otak Raffa sampai dia berani padamu," kata Menik seraya mengusap- usap bahu suaminya.

Pak Brata menghela napas panjang. "Temani aku ke kamar," pintanya.

Menik membulatkan matanya. "Papa mau minta kuda- kudaan? Aku siap, kok," ucapnya malu-malu. Pak Brata tersenyum melihat polah istri mudanya.

"Aku lagi capek, Ma. Temani saja aku dikamar."

"Ohh... oke, siap!"

Raffa memasuki rumah berlantai dua dengan halaman yang luas. Halaman tersebut penuh dengan bunga bougenville. Rumah itu adalah tempat ibunya, Amira tinggal sejak berpisah dengan ayahnya, Brata, beberapa tahun yang lalu. Sebelum membuka pintu, Raffa menarik napas panjang, mencoba menghapus jejak kekesalan yang masih membekas akibat pertengkaran kecil dengan ayahnya tadi siang.

Ketukan pintunya disambut.suara riang ibunya, "Raffa? Kamu jarang sekali ke sini. Ada apa?"

Bu Amira memeluk putranya dengan penuh kehangatan, tapi seketika ekspresinya berubah ketika ia melihat gurat lelah diwajah Raffa. "Kamu kelihatan lelah, Nak. Duduk dulu, cerita ke Ibu."

Sambil meneguk teh yang disuguhkan ibunya, Raffa mulai bercerita. "Bu, tadi aku ke rumah Papa. Aku butuh tanda tangan beliau untuk dokumen pernikahan.Tapi, malah dia menghina Ibu." hampir terlepas dari tangan.

"Pernikahan? Kamu sudah menikah, nak? "

Raffa mengangguk pelan. "Iya, Bu. Dengan Hanin. Maaf kalau ini mengejutkan."

"Kenapa kamu tidak bilang sebelumnya? Ibu... Ibu bahkan belum pernah bertemu istrimu yang bernama Hanin."

"Maaf, Bu. Semua terjadi begitu cepat. Tapi sekarang Hanin adalah istriku. Aku harap Ibu mau merestui kami."

Bu Amira hanya mampu mengangguk, meski hatinya dipenuhi tanya. Siapa Hanin?

Kenapa anaknya harus menikah tergesa-gesa?

"Duduklah!" Wanita paruh baya yang rambutnya memutih dibeberapa helai rambut itu lebih dulu duduk di sofa. "Kenapa kamu menikah buru- buru? Dan tidak memberitahu ibu atau papamu?

Jelas saja Papamu marah karena merasa tidak dianggap, Nak," tuturnya.

Raffa membuang napas panjang. Lalu, mengalir lah cerita dimana ia berteduh bersama Hanin sampai berakhir menikah."Bagaimana bisa aku mengabaikan Hanin begitu saja, Bu? Dia pasti akan dikucilkan sampai sekarang jika aku lari begitu saja," tukasnya.

"Begitulah manusia, Nak. menilai apa yang benar darisatu sisi saja." Bu Amira menepuk pundak putranya. "Bawalah Hanin menemuiku, aku ingin mengenal menantuku itu," pintanya dengan senyum khasnya yang selalu meneduhkan.

"Ibu tidak marah?" Raffa heran, respons ibunya sangat jauh berbeda dengan papanya tadi.

"Untuk apa? Kalian tidak berzina, tapi digrebek karena kesalah pahaman warga di sana, kan?" Bu Amira lantas menatap foto pernikahannya bersama Pak Brata. Di foto itu, baik Bu Amira dan Pak Brata sama- sama bahagia, sampai kejadian itu melenyapkan kebahagiaan mereka.

"Tuhan punya cara sendiri untuk mempertemukan jodoh,Nak. Bisa jadi, Hanin memang benar- benar jodohmu," kata Bu Amira.

"Tapi ... dia berasal dari kalangan biasa, Bu. Dia bukan dari keluarga kaya seperti kita," ujar Raffa.

Bu Amira menatap putranya dengan kening mengernyit. "Apa itu penting?"

Kedua mata Raffa melebar. "Ibu tidak mempermasalahkannya? Tadi, Papa marah karena hal ini sampai dia menghinamu, Bu," ucapnya. Rasa marah kembali mencuat dan membakar hatinya.

"Sabar, Nak. Papamu memang begitu. Nanti, lama- kelamaan dia pasti sadar kalau pilihanmu benar.Papamu sendiri sekarang tersesat engan perasaannya. Dia marah padamu karena menikahi Hanin. Tapi, dia lupa wanita seperti apa yang dinikahinya saat ini."

Dari cara bicaranya, Raffa tahu bahwa ibunya masih memendam luka. "Apa Ibu masih menyimpan luka atas ulah Papa?" masa lalu itu. Tapi, setiap kali melihat "Ibu mencoba berdamai dengan melihat foto itu...." Bu Amir menatap lagi foto pernikahannya dengan Pak Brata. "Luka di hati ini selalu saja kembali menganga, Nak"

"Kalau begitu lepas saja foto itu.Untuk apa masih menyimpan foto itu jika hatimu terluka, Bu?Mending buang saja foto itu!"

Bu Amira menggeleng. "Gak bisa, Nak."

"Kenapa, Bu?" Raffa heran dengan sikap ibunya itu.

"Dia adalah suamiku. Dia ayahmu. Sampai kapan pun akan tetap begitu. Ibu yakin, kalau papamu akan kembali pada kita. Hanya saja, saat ini dia sedang terbuai oleh Menik, Nak.

"Cih, Ibu sangat aneh!"

Bu Amira terkekeh. "Iya benar. Kelak kalau kamu benar- benar sudah mencintai Hanin, dan kalian punya anak, kamu akan mengerti."

"Ngomong- omong soal anak, ibu kok pengen segera gendong cucu, ya," celetuk Bu Amira.

Wajah Raffa memerah. Namun, ekspresinya tetap datar. Hal itumembuat Bu Amira tertawa.

"Jangan menggodaku. Aku dan Hanin menikah karena terpaksa,Bu."

"Tapi, Ibu yakin kalau kamu nanti akan sangat mencintainya, Nak."

Raffa membuang napas berat. "Maafkan aku, Bu. Aku sudah membuatmu malu."

"Justru ibu bangga padamu karena kamu menjaga kehormatan Hanin."

"Bu?"

"Iya, Nak?"

"'Aku akan mempertemukan Ibu dengan Hanin. Tapi, aku mau mempertemukan Ibu dan Hanin di rumah kontrakanku. Apa Ibu mau?"

Bu Amira bergeming. "Apa kamu belum jujur pada istrimu tentang siapa kamu sebenarnya?"

"Iya, Bu. Aku pengen tahu sejauh mana dia mau bertahan dengan lelaki sepertiku," jawab

Bu Amira tersenyum. "Baiklah, Nanti kamu atur saja waktunya."

"Aku penasaran siapa wanita yang dinikahi Raffa, Ma. Bisa-bisanya anak itu menikah tanpa izin dariku!"

Pak Brata masih terbuai setelah melakukan olahraga panas dengan Menik. Niat hati cuma mau mengobrol tapi malah kebablasan bercinta. Godaan tubuh Menik benar- benar membuat Pak Brata lupa segalanya.

Di balik selimut tebal, ia dan Menik menutup tubuh polos mereka. Menik memeluk tubuh Pak Brata dan bersandar di dada pria itu.

"Apa kamu mau aku mencari tahu, pa?"

"Aku bisa mencaritahu sendiri,

Menik cemberut. "Papa meragukan aku?" Bibir

"Bukan begitu. Hanya saja aku ..

"siapa wanita itu dan nanti aku akan menyuruhnya meninggalkan Raffa."

"Ayolah, aku akan mencari tahu."

"Kamu yakin bisa?" Pak Brata mulai goyah saat jari jemari lentik Menik menari di dadanya.

"Yakin." kembali menindih tubuh Menik dan kembali melakukan itu.

"Yaudah, kalau gitu." Ujar pak Brata.

1
Nurae
Ini cerita nya sedih... ☹️
viddd
Greget bangett sama kelakuan lisna dan ibunya,, cepet rilis episode selanjutnya dong
viddd
Good ceritanya
viddd
Kasian lisna, baru episode 1 aja sedih ceritanya 🥲
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!