NovelToon NovelToon
Gara-gara Kepergok Pak Ustadz

Gara-gara Kepergok Pak Ustadz

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Slice of Life
Popularitas:16.5k
Nilai: 5
Nama Author: Imelda Savitri

"Nikah Dadakan"

Itulah yang tengah di alami oleh seorang gadis yang kerap di sapa Murni itu. Hanya karena terjebak dalam sebuah kesalahpahaman yang tak bisa dibantah, membuat Murni terpaksa menikah dengan seorang pria asing, tanpa tahu identitas bahkan nama pria yang berakhir menjadi suaminya itu.

Apakah ini takdir yang terselip berkah? Atau justru awal dari serangkaian luka?

Bagaimana kehidupan pernikahan yang tanpa diminta itu? Mampukan pasangan tersebut mempertahankan pernikahan mereka atau justru malah mengakhiri ikatan hubungan tersebut?

Cerita ini lahir dari rasa penasaran sang penulis tentang pernikahan yang hadir bukan dari cinta, tapi karena keadaan. Happy reading dan semoga para readers suka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imelda Savitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ajakan

Di parkiran bawah tanah yang sunyi, suara langkah sepatu Elda bergema pelan. Aroma bensin dan oli tipis tercium di udara, bercampur dengan ketegangan yang mulai membara.

Pria jangkung itu mengayunkan tinjunya ke arah wajah Elda dengan kekuatan penuh, disertai deru angin yang tajam membelah udara, tapi-

Whoosh!

Elda memiringkan kepala dan tubuhnya secepat kilat ke samping, menghindari pukulan itu hanya dalam sepersekian detik. Matanya tetap fokus, seperti elang yang tak terganggu oleh angin badai.

Dalam satu gerakan cepat, ia menangkap pergelangan tangan pria itu, memutar tubuhnya dengan cekatan, lalu mengayunkan sikunya, tepat menghantam dada lawan.

Bugh!

Pria itu terhuyung ke belakang, tapi tidak jatuh. Ia mendengus marah, dengan warna wajahnya yang memerah karena emosi.

“Wanita sialan,” gumamnya merasa geram.

Detik berikutnya, ia mengangkat kedua tangannya dalam posisi siap menyerang. Sekarang ia mulai serius.

Serangan selanjutnya lebih agresif. Pria itu menendang dengan cepat ke arah perut Elda, mencoba memanfaatkan tinggi badannya.

Elda melompat mundur. Langkahnya goyah sejenak, tapi ia tetap tenang. Saat pukulan lurus menyusul ke arah wajahnya, Elda segera menangkisnya dengan lengan kirinya, lalu—

Plaak!

Tamparan telak dari tangan kanannya mendarat di pipi pria itu. Bukan sekadar tamparan, tapi pukulan terbuka penuh kekuatan yang membuat kepala pria itu berputar ke samping.

Namun pria itu bukan sembarang anak jalanan. Ia kembali menyerang dengan teknik bela diri yang terlatih. Pria itu kembali melontarkan tinjunya diikuti sapuan kaki nya.

Elda melompat menghindar sapuan kakinya, lalu berputar di udara, menghantamkan lututnya ke arah pundak pria itu.

Blaagh!

Tubuh pria itu membentur pintu mobil dengan keras. Dentuman logam menggema, membuat Merina yang berdiri tak jauh menjerit kecil.

"Berhenti!” teriak Merina, tapi tak digubris.

Pria itu bangkit kembali, tarikan nafasnya mulai memberat, begitupun dengan tangannya yang gemetaran karena adrenalin.

Ia melompat menerjang Elda dengan gerakan tackle, berniat menjatuhkannya ke lantai beton.

Namun Elda dengan lincah menukik ke samping, dan memanfaatkan momentum pria itu sendiri. Ia menarik leher pria itu dengan satu lengan dan mengaitkan lutut ke punggungnya.

Brakk!

Tubuh pria itu membentur lantai yang keras dengan posisi terkunci dalam cekikan. Tanpa rasa tega, Elda menekan lengannya dengan kencang, membuat wajah pria itu memerah dengan mulut terbuka, mencoba menghirup oksigen yang hampir habis.

“Mungkin ini terakhir kalinya kau melihat cahaya dunia," bisiknya dingin di dekat telinga pria itu.

Pria itu bergumul sebentar, tapi akhirnya diam. Warna wajahnya mulai membiru. Kini ia sadar jika Elda bukanlah lawan yang bisa diremehkan.

"Kkggghh..." Tarikan nafas pria itu terputus-putus sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.

Elda segera melepaskannya, lalu menoleh pada Merina yang membeku di sisi mobil.

Merina menatap Elda dengan tatapan bingung, marah, sekaligus takut.

"Apa kau selanjutnya?” tanya Elda dengan suara tenang, berjalan mendekatinya.

Merina berbalik dan berlari, menyeret kursi roda Murni menuju mobil. Ia membuka pintu depan dan langsung masuk, buru-buru mencoba menyalakan mesin.

Tapi Elda sudah lebih dulu mendekatinya. Dalam sekejap, tangannya mencengkeram lengan Merina.

“Jangan lakukan hal bodoh, Merina Anastasia.”

Maria menoleh dengan wajah memucat, sementara Elda berdiri di luar dengan tatapan dingin yang menusuk.

.

.

.

Dalam keheningan yang nyaris membeku, kelopak mata Murni perlahan bergetar, detik berikutnya matanya terbuka perlahan, seakan masih ragu menembus cahaya.

Yang pertama ia lihat adalah langit-langit putih yang terang, dengan sebuah lampu gantung di atasnya, memancarkan cahaya yang terlalu terang untuk matanya yang baru terbuka.

Ia berkedip beberapa kali, mencoba menyadarkan dirinya dari kantuk atau… apa pun yang telah membuatnya tertidur begitu lama.

Dengan hati-hati, ia mulai menggerakkan tubuhnya.

“Sshhtt…” rintihnya pelan, tangannya terangkat memegang pelipisnya lalu memijitnya pelan. Kepalanya terasa berdenyut hebat, seperti baru saja dihantam palu godam dari dalam.

Ia perlahan mengubah posisinya menjadi duduk di atas ranjang dengan napas berat yang menggantung. Pandangannya menyapu sekeliling ruangan, mencoba mengenali tempat ia berada.

Tapi, ia sama sekali tidak mengenali tempat asing itu.

Matanya menyipit, mencoba mengorek ingatan terakhir kalinya.

"Di mana aku?" batinnya panik. "Aku kan tadi ada di rumah mbak Aria. Kok bisa ada di sini?"

Kesadarannya masih berkabut, tapi perlahan bayangan wajah Aria muncul dalam benaknya, diikuti ingatan kejadian genting yang sempat membuatnya panik. Sebelum akhirnya kesadarannya terenggut secara paksa, tanpa memberinya ingatan apa pun setelah itu.

Ia menurunkan kakinya dari ranjang, menyentuh lantai dingin dengan telapak kakinya yang telanjang.

Dan tepat ketika ia mencoba bangkit berdiri-

Klik

Pintu utama kamar itu seketika berderit.

Murni menoleh cepat, jantungnya berdebar kencang, antara cemas dan penasaran.

Begitu pintu kamar itu terbuka, hadir sosok yang tak asing di mata Murni.

Sekejap, wajah cemas Murni langsung berbinar.

“Mbak Elda!” serunya penuh kelegaan.

Savielda masuk dengan langkah tenang, sembari membawa nampan berisi mangkuk yang entah apa isinya dan segelas air putih. Ia tersenyum tipis, seolah lega melihat Murni sudah sadar.

“Bagaimana perasaan mu?" Tanya nya.

Lalu meletakkan nampan itu ke atas meja kecil di samping ranjang. Kemudian menarik kursi dan duduk di sisi Murni, matanya masih meneliti wajah gadis itu dengan intens.

Murni mengerjap bingung. “Aku baik-baik aja mbak, cuma agak pusing aja." Jawabnya. "Mbak, kenapa aku bisa ada di sini?”

Savielda menghela napas pendek, menyandarkan punggungnya ke kursi sebelum menjawab dengan nada ringan tapi serius.

“Singkatnya, aku baru saja mencegah sesuatu yang sangat buruk terjadi padamu, Murni.”

Alis Murni mengernyit. “Maksudnya?”

Savielda mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, tatapannya mengeras. “Tadi aku tuh mau mampir ke tempat kamu, just to say hi. Tapi pas aku sampai, aku liat kamu dibekap seseorang. Literally. Kamu pingsan dan dia bawa kamu keluar rumah. Ingat?”

Murni ternganga, jantungnya berdegup panik.

"N-Ndak mbak," Murni menggeleng, "lalu selanjutnya gimana mbak?"

"Aku langsung telpon polisi. Dan orang itu langsung ditangkap.”

Savielda menyentuh lengan Murni dengan lembut.

“Untunglah sekarang kamu aman.”

Murni mengangguk pelan, mempercayai setiap kata yang keluar dari mulut Savielda. Namun pikirannya segera melayang ke sosok Aria yang belum sempat ia lihat sebelum semuanya gelap.

“Mbak, sebelumnya mbak sempat lihat ada wanita muda, rambut pendek sebahu, tinggi dan cantik banget tidak? Namanya mbak Aria.”

Savielda menatap Murni beberapa detik, lalu menunduk sejenak, seolah berpikir apakah ia harus mengatakan kebenaran. Tapi kemudian ia memilih jujur bagian itu.

“Ya, aku lihat. Dan sejujurnya, dia salah satu dari orang yang terlibat dalam serangan itu.”

Murni membeku di tempat. Matanya menatap Savielda dengan lekat.

“Ndak mungkin,” desisnya pelan. “Mbak Aria ndak mungkin ngelakuin itu.”

Tanpa berkata apa-apa, Savielda mengeluarkan ponselnya. Ia membuka galeri, mencari satu foto tertentu, lalu menyodorkannya ke arah Murni. Di layar, tampak Aria sedang berada di sebuah pesta, tersenyum bersama beberapa orang lain.

Savielda memperbesar wajah Aria, lalu menunjuk ke layar.

“Apa ini wanita yang kau maksud?"

Murni menatap layar itu lama, seperti enggan mempercayai kenyataan yang terpampang jelas di depannya.

Namun pada akhirnya, ia hanya bisa mengangguk pelan.

Dan saat itulah keyakinannya runtuh.

Savielda menyimpan kembali ponselnya. Setelah keheningan sejenak, ia menatap Murni dengan ekspresi serius.

“Murni, aku perlu bicara terus terang padamu.” Ucapnya tanpa basa-basi, suaranya tajam namun tenang, seolah apa pun yang akan ia katakan tak bisa ditawar lagi.

Murni menoleh pelan, sedikit kaget dengan nada suara Savielda yang berubah. Alisnya naik, bersamaan dengan ekspresi campuran antara penasaran dan cemas di wajahnya.

“Ada apa mbak?” tanyanya terdengar hati-hati.

Elda menyilangkan tangan, menatap Murni seperti sedang menilai barang antik.

“Kamu tahu nggak, siapa sebenarnya keluarga Kaan itu?” katanya, nadanya datar, tapi terselip sinisme. “Maksudku, bibi Leyla pernah cerita sesuatu mengenai keluarga mereka?” Tanya Savielda tiba-tiba.

Murni mengerutkan dahinya, lalu menoleh sejenak ke arah jendela putih yang tertutup tirai tipis, dan mencoba mengingat-ingat.

“Ndak ada mbak.” jawabnya akhirnya sambil menggeleng pelan. “Memangnya ada apa mbak? Ada apa dengan keluarga mas Kaan?”

Elda tertawa kecil, bukan tawa geli, tapi lebih seperti gumaman dingin yang tak punya kehangatan. Raut wajah Savielda berubah makin serius. Ia bersandar sedikit ke depan, suara nadanya berubah tegas.

“Murni, keluarga Harrington itu bukan keluarga biasa. Mereka adalah keluarga pebisnis terbesar. Bukan cuma bisnis yang terlihat, tapi juga yang… well, tersembunyi.”

Murni menatap Savielda dalam diam. Matanya sedikit membesar, tapi belum benar-benar memahami ke mana arah pembicaraan itu akan membawanya.

Melihat Murni masih belum merespons, Savielda kembali melanjutkan.

“Intinya, keluarga yang kamu masuki itu termasuk keluarga yang punya harta dan pengaruh luar biasa besar, bahkan bisa dibilang, salah satu anggota elit yang bergerak di dunia bisnis dan politik.”

Ia menatap Murni tajam.

“Kaan bukan orang biasa, Mur. Dia anak dari dua sosok paling berpengaruh yang bahkan bisa mengubah arah kebijakan, investasi, dan... kekuasaan. Paman Jonathan dan Bibi Leyla mereka bukan sekedar pengusaha biasa, tapi lebih tepatnya mereka adalah penguasa."

Murni menatap Savielda lekat-lekat. Butuh waktu untuk dirinya mencerna semua itu.

Kekuatan yang dimiliki keluarga Kaan bukanlah sesuatu yang bisa dianggap enteng. Ayahnya, yang berasal dari keluarga Harrington, lahir dari kalangan elite, dan pernah bergelut dalam dunia gelap seperti perjudian ilegal, pencucian uang, hingga perdagangan narkoba.

Meski kini ia telah keluar dari dunia itu, namun bekas-bekas kekuasaan dan pengaruhnya masih berjejak kuat di sana.

Sementara Leyla, lahir dari keluarga Yilmaz, keluarga yang memiliki kendali atas ALOSHA, perusahaan tambang berlian terbesar di wilayah itu. Kekayaan dan pengaruh keluarga Yilmaz menyebar luas, bukan hanya di sektor bisnis, tetapi juga dalam lingkaran kekuasaan sosial dan politik.

Dalam dunia mereka, jabatan, status, dan citra bukan hanya penting, tetapi mereka adalah mata uang untuk bertahan hidup.

Bagi orang luar seperti Murni, dunia itu bagaikan puncak menara yang menjulang tinggi dan tak tersentuh. Keindahannya mengintimidasi serta keagungannya membatasi.

Murni terdiam. Rasanya seperti berdiri di luar kaca tebal, dan menatap kehidupan yang tak pernah ia bayangkan akan disentuhnya. Pikirannya penuh tanya dengan ketidakpastian yang menggulung dadanya.

“Apa aku harus memanjat ke atas?” gumamnya. Pandangannya kosong sebelum akhirnya beralih ke arah Elda. “Maksud Mbak, aku harus berada di tingkat yang sama dengan mas Kaan?”

Savielda menyilangkan kaki, ekspresinya tenang tapi menatap seperti sedang mengukur nilai seseorang.

“Ya,” jawabnya tanpa basa-basi. “Bisa dibilang begitu. Kalau kau ingin dianggap layak sebagai istrinya.”

Murni langsung menunduk. Hati kecilnya mengerut. Segalanya terasa terlalu besar dan tinggi untuk ia gapai. Ia bukan siapa-siapa dibandingkan keluarga Harrington yang kuasanya menyelimuti langit-langit dunia ini.

Ia mengembuskan napas pelan, seperti mencoba menahan sesuatu yang mengganjal.

“Ini semua karena aku…” gumamnya, hampir tak terdengar. “Kalau mas Kaan tidak dipaksa menikah denganku, dia pasti sudah bertemu perempuan yang setara.”

Savielda mengamati Murni cukup lama, seolah menunggu apakah gadis itu akan runtuh atau bangkit.

“Kalau memang cuma karena kau,” katanya akhirnya, dengan nada datar yang menggantung, “maka Kaan bisa saja memilih untuk membuangmu."

Murni terdiam, dan Elda melanjutkan, “Cinta memang manis dalam dongeng, Mur. Tapi dalam keluarga Harrington, yang manis sering kali dimakan habis lebih dulu.”

Matanya menajam, diikuti senyumnya tipis meremehkan.

“Kau pikir menjadi istri Kaan itu cuma membahas soal hati? Tidak Murni."

Murni menggigit bibir bawahnya, sorot matanya nampak goyah. Tangannya mengepal di pangkuan, seperti sedang menahan sesuatu yang tak sanggup ia ungkapkan.

"Tapi… kalau kau memang mau bertahan,” lanjutnya, “aku bisa bantu.”

Murni menoleh dengan sorot mata tak percaya. “Mbak… serius?”

Elda tidak menjawab langsung. Ia hanya bangkit dari kursinya, kemudian melangkah pelan ke arah jendela.

“Ya. Tapi aku tidak akan menjadi pelindungmu," ujarnya, memandang keadaan luar dari balik tirai. “Aku akan membawamu ke puncak. Tapi sebagai batu pijakan yang harus kamu injak untuk melangkah lebih tinggi.”

Dengan separuh wajah menoleh, Elda menyampaikan dengan tegas.

"Jadi, berhentilah berpikiran naif. Dunia tidak peduli apakah kau terluka atau jatuh. Dunia hanya peduli pada mereka yang berusaha bertahan, dan tetap berdiri walau dihantam badai.”

1
Nar Sih
siip lanjutt kakk
Ray Aza
jangan terlalu lama berkutat dgn konflik sayang, keburu pembacanya kabur nanti. konflik boleh tp hrs dibarengi alur cerita yg berkembang jg jgn berhenti dikonflik trs. nti kek cerita seblmnya, kelamaan di mslh klimak cerita malah ga dpt. pas tokoh utama menang mlh rasanya jd b aja
Lucy: oke deh, thanks masukannya🫶
total 1 replies
Nar Sih
ternyata org yg kelihatan baik ternyata musuh ,dan untung nya ada yg nolongin murni disaat yg tepat
Nar Sih
sebetul nya sku bingung dgn crita ini kak ,masih penasaraan dgn siapa kaan kok murni ikut jdi korban nya
Lucy: masih berlanjut kak
total 1 replies
Nar Sih
lamjutt kak ,msih binggung dgn sikap kaan
Lucy: siap kak
total 1 replies
Nar Sih
masih penasaran dgn siapa kaan yg sbnr nya kak thorr kok bnyk musuh nya
Nar Sih
aammin ,semoga ya kak ,bisa cpt dpt kerja nya,dan ditunggu lanjutan nya murni🙏
Lucy: makasih kak
total 1 replies
Nar Sih
lanjutt kakk👍
Lucy: makasih kak/Determined/
total 1 replies
Soeharto
kok jadi lebih seru bca komen nya🤣🤣
Lucy: ehehehehe
total 1 replies
Nar Sih
semoga murni baik,,sja ngk ada yg jht atau menganggu nya di saat sang suami gk ada
Nar Sih
pasti nih musuh mu dtg lgi kaan ,kmu hrus hti,,dan waspada ada istri lugu mu yg perlu kau jga
Nar Sih: siip kakk lanjutt
Lucy: Kayaknya Murni ini harus dimodifikasi lah🗿
total 2 replies
Nar Sih
murni cerminan istri yg soleha untuk mu kaan ,dia nurut apa kta suami dan patuh bersyukur lah kmu punya istri seperti murni ,walau pernikahan kalian mendadak ,dn blm ada rasa cinta ,tpi yakin lah rasa itu akan tumbuh dgn berjln nya waktu
Nar Sih
murni ,stlh ini kmu harus siap ,,jdi wanita tangguh msuk dlm keluarga suami mu yg bnyk memusuhi nya
Lucy: nah ini aku dalam masa persiapan kak buat mengotak-atik Murni/Determined/
total 1 replies
Nar Sih
murni pasti kaget begitu masuk rmh suami nya seperti masuk istana dogeng ,
Lucy: banget
total 1 replies
Ray Aza
yuuuuuhhhh.... peran murni makin tenggelam euy!
ga cocok msk ke circle kaan. 😅😅😅
aq plg ga suka sm tokoh pajangan yg bermodal baik hati & cantik aja tp ga pny kontribusi apa2 di alur cerita. 🤣🤣🤣
Lucy: nice, thanks sarannya😭🫰
Ray Aza: lha ampe eps 20 peran murni sbg tokoh utama blm keliatan sm sekali e. awal nongol mlh jd tokoh tertindas dibully sana sini, strata sosial rendah, pendidikan minim, pekerjaan pilu, fisiknya cantik ga sih? lupa diskripsinya. wkwkwkkk... artinya sejak awal ga kenotice jd hilang dr memori. terlalu berat manjat ke circle kaan. ayo sis km gembleng dl biar kek tokoh cewe di novel seblmnya. sdh ga jamannya cewek cm sebagai obyek
total 3 replies
Nar Sih
penasaran nih kak sbnr nya siapa kaan sbnr nya kak bnyk musuh dan siapa wanita itu
Nar Sih: siiap kak ,mohon up tiap hari ya kak👍🙏
Lucy: bakal terjawab di chapter selanjutnya
total 2 replies
Nar Sih
kira,,siapa pelaku pemembakan itu ya ,mungkin kah musuh kaan..hnya othor yg tau
Lucy: /Proud/
total 1 replies
Nar Sih
semagat y murni jgn sedihh ..suami mu pasti menjaga mu ,trus kira,,siapa yg telpon kaan ,semoga bukan org jht ya
Nar Sih
mungkin memang awal blm ada rasa antara kalian tpi ...yakin lah cinta pasti dtg pada kalian dgn berjln nya waktu ,murni kmu harus siap ikut i suami mu ya
Lucy: oke kak
Nar Sih: ditunggu bab selanjut nya kakk👍
total 3 replies
Nar Sih
dasar orang kok aneh lastri,iri dengki dgn saudara sendiri ,
Lucy: ya biasa kan kalau emak" rempong itu emang gitu kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!