NovelToon NovelToon
Harta, Tahta, Duda Anak Dua

Harta, Tahta, Duda Anak Dua

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Ibu Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Beda Usia / Keluarga
Popularitas:23k
Nilai: 5
Nama Author: nowitsrain

Kayanara tidak tahu kalau kesediaannya menemui Janu ternyata akan menghasilkan misi baru: menaklukkan Narendra si bocah kematian yang doyan tantrum dan banyak tingkahnya.

Berbekal dukungan dari Michelle, sahabat baiknya, Kayanara maju tak gentar mengatur siasat untuk membuat Narendra bertekuk lutut.

Tetapi masalahnya, level ketantruman Narendra ternyata jauh sekali dari bayangan Kayanara. Selain itu, semakin jauh dia mengenal anak itu, Kayanara semakin merasa jalannya untuk bisa masuk ke dalam hidupnya justru semakin jauh.

Lantas, apakah Kayanara akan menyerah di tengah jalan, atau maju terus pantang mundur sampai Narendra berhasil takluk?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 35

Ternyata dipukuli tidak lebih buruk daripada melihat nenek sihir bermuram durja. Naren tidak suka. Vibes di rumah jadi ikutan tidak enak—suram, seperti habis ada yang meninggal.

Sehabis makan malam, perempuan itu pamit naik duluan, mengurung diri selama lebih dari setengah jam, lalu keluar dengan keadaan berantakan. Matanya sembab, hidungnya memerah, baju tidurnya kucel dan rambutnya acak-acakan. Entah apa yang dia tangisi sampai sebegitunya.

Karena tangannya masih perih jika terlalu banyak bergerak, malam ini terpaksa tidak ada agenda main game. Naren duduk di ujung sofa ruang keluarga, membolak-balik komik Detective Conan yang sudah berkali-kali dia baca—mungkin sudah delapan kali. Eric duduk gelesotan di dekat kakinya, asyik menggulir layar ponsel, mengikuti berita perselingkuhan Benny Blanco dengan sahabat Selena Gomez. Umpatannya beberapa kali terdengar, mengatai Benny jelek dan banyak tingkah.

Di ujung sofa yang lain, Kayanara duduk dengan pandangan kosong tertuju ke depan, pada layar televisi yang padam. Embusan napas beratnya berkali-kali mengudara. Membawa hawa tidak enak yang menyebar ke seluruh penjuru.

“Kacamata aneh lo hilang?” celetuk Naren. Hanya itu yang terlintas di kepalanya untuk memecahkan keheningan yang mencekam.

Kayanara tidak menjawab. Perempuan itu malah menatapnya sendu, seperti belum tuntas tangisnya diperas.

“Ck!” Naren berdecak keras. Komik ditutup dengan gerakan sewot, dibiarkan jatuh mengenai kepala Eric hingga anak itu meringis. “Kenapa sih muka lo kayak begitu? Nggak enak dilihat tahu nggak?” omelnya.

Yang kali ini pun Kayanara tidak menyahut. Seperti hilang sudah jiwa nenek sihirnya, lenyap, entah disedot oleh entitas apa.

Naren tidak senang. Dia tidak suka terlihat seperti villain yang hobi menindas pemeran utama yang hidupnya selalu didera pilu dan derita.

“Sumpah ya nenek sihir, lo nyebelin to the max.”

Sudah marah-marah begitu pun, Naren tetap tidak mendapatkan perlawanan. Tatapan Kayanara malah semakin sendu. Terlihat jelas bulir-bulir bening berkumpul di sudut matanya, siap untuk kembali tumpah.

Naren frustrasi sendiri dibuatnya. Otaknya berputar lebih cepat, mencari cara untuk membangunkan singa di dalam diri Kayanara.

Ditimbang berkali-kali, tak ada yang terasa lebih tepat daripada ide yang barusan lewat. Maka, dia segera merealisasikannya sebelum kepalanya semakin berat.

“Daripada sedih mulu, mending bikinin gue jus sana. Gue lagi pengen jus apel.” Dia memerintah, nadanya angkuh bak Baginda Raja.

“Jus apel sama apa?” tanya Kayanara. Suaranya sengau. Tak terbayang sudah sebanyak apa air mata yang dia kuras sebelumnya.

“Nggak ada, itu aja.”

Tak disangka-tak diduga, Kayanara bangkit tanpa perlu diminta dua kali. Langkahnya gontai, bahunya merosot. Tubuh langsingnya perlahan-lahan mengecil, lalu hilang sempurna—habis dimakan tangga.

“Macan lagi sedih malah lo suruh-suruh.” Eric menginterupsi.

Naren mendelik. “Udah tahu sedih bukannya lo hibur kek, apa kek, malah dibiarin aja!” kesalnya. Kepala Eric hampir digetok menggunakan ponsel. Beruntung pengendalian dirinya tiba di detik-detik terakhir.

“Macan kan sedihnya gara-gara lo luka,” gumam Eric, nyaris tak sampai ke telinga Naren.

“Bukan sedih karena gue luka.” Naren menyanggah. Tangannya terlipat di depan dada, pandangannya terlempar ke arah tangga. “Dia cuma takut diomelin sama Ayah karena lalai jagain gue.”

“Jelek banget pikiran lo.”

Kepala Naren menoleh cepat kepada Eric. “Jelek apaan, emang itu kenyataannya. Yang dia peduliin emang cuma Ayah. Mau gue ketabrak kereta juga dia mana peduli sih, kalau kejadiannya bukan pas gue lagi dititipin ke dia?”

Eric speechless. Tak menyangka Naren ternyata masih trust issue sampai sekarang. Padahal yang jahat hanya satu orang, tapi Naren jadi kesal dan tidak mau lagi percaya pada semua perempuan yang ayahnya kenalkan.

Semuanya bermula ketika usia Naren sebelas. Ayahnya mengenalkan seorang perempuan untuk pertama kali. Seseorang yang baik, bertutur kata lembut, tampak cerdas dan bijaksana. Segalanya berjalan lancar pada awalnya. Ayahnya senang, Mahen senang, Naren pun tidak terlalu menunjukkan penolakan. Sampai suatu ketika alerginya kambuh karena tidak sengaja memakan makanan olahan yang mengandung susu. Dia hampir mati waktu itu. Terpaksa rawat inap hampir seminggu.

Semua orang mengira insiden itu murni kecelakaan yang tidak disengaja. Sampai suatu hari, Naren mendengar sendiri bahwa perempuan itu memang tidak menyukai dirinya dan Mahen. Ia hanya peduli pada ayahnya.

Naren terluka, dia kecewa. Dan sejak saat itu, dia tidak lagi percaya bahwa ada seseorang yang akan bisa mengisi ruang kosong yang ditinggalkan ibunya tanpa berniat menggantikan posisinya. Dia tidak percaya ada orang yang tulus mencintai ayahnya sebagai duda beranak dua, yang bisa menerima dirinya dan Mahen, mencintai mereka setulus hatinya.

Tak berapa lama, di tengah hening dan ketegangan yang merayap, Kayanara muncul dengan segelas jus apel di tangannya. Naren menerima gelasnya, membaui permukaannya selama beberapa saat, lalu menyeruput jus tersebut sedikit.

“Nggak enak.” Yang sudah terlanjur ada di mulut tetap Naren telan, sedangkan yang tersisa di gelas dia kembalikan lagi kepada Kayanara. “Lo aja yang minum.”

Kayanara tidak menolak. Dia tidak mereog. Tidak berapi-api seperti hendak mengirim Naren ke neraka.

Lagi-lagi, reaksi itu tidak memenuhi ekspektasi Naren.

“Pegel nih kaki gue, tolong pijitin dong.”

Kayanara meletakkan gelas di meja, lalu hendak bersimpuh di kaki Naren.

Namun, Eric dengan cepat menahan lengannya. “Nggak usah diladenin, Macan. Masuk kamar aja, istirahat.”

Mereka berdua—Eric dan Kayanara—saling pandang. Tatapan Eric tegas, sementara Kayanara tampak rapuh dan penuh keragu-raguan. Tapi pada akhirnya, Kayanara tetap mengangguk kecil. Dia berbalik, berjalan gontai menuju kamarnya. Pintu ditutup pelan, dibiarkan tak terkunci.

“Nggak semua orang punya niat jelek kayak yang lo pikirin, Ren,” ujar Eric pelan, menatap Naren lekat-lekat.

“Lo tahu apa sih, Met? Udah berapa lama lo kenal sama dia, sampai belain dia segitunya?” Naren membalas dengan suara dingin.

“Gue nggak belain Macan!” sergah Eric, nada suaranya naik satu oktaf, kelepasan merilis emosi yang tertahan.

Ia terdiam sebentar, menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. “Gue nggak mau lo rusak diri lo sendiri dengan prasangka-prasangka buruk itu. Gue nggak mau lihat lo makin menderita karena lebih milih nurutin ego dan gengsi daripada dengerin kata hati lo sendiri.”

Di tempatnya, Naren bungkam. Tatapannya beradu dengan milik Eric, berkejaran seperti kuda-kuda perang.

“Lo sibuk bangun tembok setinggi-tingginya karena takut terluka, tapi nggak sadar kalau ternyata luka itu justru datang dari diri lo sendiri.”

Hening.

Angin dari pendingin ruangan mendesis pelan, menyapu anak-anak rambut halus di dahi Naren. Komik Detective Conan masih terbuka di lantai, terbengkalai seperti perasaannya yang mendadak berantakan.

Eric bangkit. Ia menepuk-nepuk bagian belakang celananya, menatap Naren sekali lagi, lebih dalam dan lekat.

“Coba deh sesekali lihat sesuatu dari sisi yang lain, biar pikiran lo terbuka, nggak terjebak di situ-situ aja.”

Tanpa menunggu respons, Eric berbalik, melangkah lebar masuk ke kamar.

Sementara itu, Naren membeku di tempatnya. Pandangannya kosong, tertuju pada jus apel yang ditinggalkan begitu saja. Setitik embun di gelas mengalir perlahan ke bawah, jatuh membentuk noda kecil di meja kaca—seperti perasaan bersalah yang perlahan menggerayangi dadanya.

Bersambung...

1
Zenun
udah mulai kepincut bapake rupanya
nowitsrain: Anjay, nambah saingan dong
Zenun: aku pun kepincut
total 3 replies
Zenun
Mahen: ini ada yang copot satu tulangnya
Zenun: ehehehe
nowitsrain: Ih, takut banget
total 2 replies
Zenun
yah rusak dah remot nya ama bocil🤭
Zenun: iya ih
nowitsrain: Tantrumnya ngerusak barang ih, jelek
total 2 replies
Dewi Payang
Naren galak amat😁
nowitsrain: Sensi emangg
total 1 replies
Dewi Payang
Apaan tuh Maung?
Dewi Payang: Timaang itu iya Maung Kak, harimau😅
nowitsrain: Apa tuh??
total 8 replies
Dewi Payang
Dasar memang si Naren😅
Dewi Payang: Penasaran daku🤣
nowitsrain: Iyaaa hihi
total 8 replies
nowitsrain
Aku pun 🤣🤣
Dewi Payang
iiiih ya ampyun....
Dewi Payang: /Joyful/
nowitsrain: Merinding sebadan-badan...
total 2 replies
Dewi Payang
Ngusir tanpa basa-basi.....
Dewi Payang: Tapi Kay tidak ada duplikatnya.....😅
nowitsrain: Hilang satu cari yang baru dong 🥰🥰
total 4 replies
Dewi Payang
Aku juga punya adik, sampai SMU masih ku cium², marah jugalah kaya Naren itu, tapi aku gak peduli, sekarang dia udah nikah dan punya anak 1 sebentar lagi 2, udah gak ku cium² lagi, udah beda auranya😅
Dewi Payang: Tul😅😅
nowitsrain: Iya, marah-marah tidak jelasss
total 4 replies
Dewi Payang
Yeay! Lari Mahen!
nowitsrain: /Facepalm//Facepalm/
Dewi Payang: Lah salah😅😅😅 Naren maksudnya tadi🤣
total 3 replies
Dewi Payang
Aku juga ngeri🙈😅
Dewi Payang: /Facepalm//Facepalm/
nowitsrain: Aku pun 🤣🤣
total 2 replies
Dewi Payang
Ecie... mulai curhat....
Dewi Payang: /Joyful/
nowitsrain: Lagi nggak sadar aja tuh, kalau sadar juga mencak-mencak lagi
total 2 replies
Dewi Payang
Emank lo mau makan kalo si Eric jadi roti Ren😅
Dewi Payang: /Joyful//Joyful/
nowitsrain: Naren: Tidak, akan kulemparkan dia ke kandang kambing
total 2 replies
Dewi Payang
Ya ampyun, dua bocah ini, sama² kumal😅
Dewi Payang: /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
nowitsrain: Rill anak terlantar 🤣🤣
total 4 replies
Dewi Payang
Tar gantian kamu yang nangis Naren klo tau si Kay nangisin apa....
Dewi Payang: /Joyful/
nowitsrain: Auto tertampar terjungkal
total 2 replies
Zenun
Pake vakum cleaner
nowitsrain: Kesian banget anak gue disamain sama debu
Zenun: ya semacamnya
total 3 replies
Zenun
iiiiiih mahen
nowitsrain: Auto dikerangkeng dah bininya, nggak boleh bersosialisasi
Zenun: bininya abis dikokop
total 3 replies
Zenun
besok malam juga gapapa
nowitsrain: Nggak boleh atuh
Zenun: bagen, emang biar khilap
total 3 replies
Zenun
tapi dia keren bang udah nulungin orang
nowitsrain: Naren: Ssstttt ah, nanti ayah denger
Zenun: lha iya si, udah mau otw punya pacar juga
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!