NovelToon NovelToon
Unwritten Apologies

Unwritten Apologies

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Model / Diam-Diam Cinta / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:91.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mae_jer

Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.

Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.

Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.

Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.

Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Buatkan aku kopi

Selepas kepergian Ha Joon, Ruby mulai membereskan barang-barangnya pelan-pelan. Tak banyak yang perlu dibawa. Hanya tas tangan dan jaket yang semalam sempat diletakkan perawat di kursi.

Saat berdiri, kakinya sedikit goyah. Rasa nyeri di lututnya belum sepenuhnya hilang, tapi masih bisa ditahan. Ia berjalan perlahan ke meja kecil di sudut ruangan dan mengambil botol air mineral. Meneguknya sedikit, lalu menatap dirinya sendiri di pantulan kaca jendela.

Wajahnya pucat, rambutnya acak-acakan, dan matanya masih merah. Tapi yang paling menyedihkan adalah sorot matanya. Sorot mata seorang gadis ceria yang dulu, kini tidak sama lagi. Dia bukan Ruby yang semangat dan selalu positif seperti dulu lagi. Entah

Ha Joon menyadarinya atau tidak, tetapi Ruby yakin tidak. Siapa dia, sampai berharap Ha Joon memperhatikannya sejauh itu?

Setelah lima belas menit, Ha Joon kembali.

"Aku sudah mengurus biaya administrasinya."

Ruby mengangguk.

"Terima kasih. Katakan padaku berapa jumlahnya, aku akan menggantinya nanti."

Ha Joon tidak menjawab, hanya menatapnya lama hingga Ruby harus pura-pura sibuk memeriksa ponselnya untuk menghindari tatapan tajam Ha Joon. Aishh, pria itu sungguh berbeda jauh dengan Ha Joon yang dulu. Pria gendut namun lembut yang suka sekali mengekorinya semasa putih abu-abu dulu.

Beberapa menit kemudian, mereka keluar dari ruangan bersama, berjalan melewati lorong rumah sakit yang sepi pagi itu. Hujan sudah benar-benar reda, tapi aroma tanah basah masih tertinggal.

Mobil sedan hitam sudah menunggu di depan lobi. Supir Ha Joon segera membuka pintu belakang untuk mereka.

Ruby duduk di sisi kiri, sementara Ha Joon duduk di sisi kanan. Tak ada kata-kata yang keluar di antara mereka. Hanya keheningan yang menggantung. Jalanan masih basah, dan suara gesekan ban dengan aspal menambah sunyi di antara mereka.

Mobil mulai memasuki kawasan apartemen Ruby. Saat mobil berhenti di depan lobi, Ha Joon langsung keluar dan membuka pintu untuknya.

Ruby terkejut, tapi tetap melangkah turun dengan perlahan. Ia menatap Ha Joon yang berdiri diam di sebelah pintu.

"Aku bisa naik sendiri, terimakasih sudah mengantarku." katanya pelan.

"Tidak. Ibu menyuruhku memastikan kau masuk dengan selamat." ucapan itu membuat Ruby menahan napas. Lagi-lagi, dia menyebut ibunya sebagai alasan.

Mereka naik lift bersama, dan lagi-lagi, tak ada suara. Ruby mencoba mencuri pandang, memperhatikan raut wajah

Ha Joon yang tampak kelelahan, tapi tetap berusaha terlihat tenang.

Begitu sampai di depan pintu apartemennya, Ruby mengeluarkan kunci dan membukanya. Ia melangkah masuk, lalu berbalik menatap pria itu.

"Sekali lagi terima kasih sudah mengantarku."

"Itu saja caramu berterimakasih?"

balas Ha Joon. Ruby mendongak padanya dengan alis terangkat.

"Buatkan aku kopi." ia bahkan langsung masuk setelah mengatakan kalimat itu.

Ruby kaget, tetapi tidak mungkin juga kan dia mengusir pria itu. Apartemennya ini tidak pernah di masuki oleh orang lain, bahkan sahabatnya sendiri. Ha Joon adalah orang kedua yang masuk ke sini, dan Ruby merasa sedikit tidak enak.

Bukan karena apartemennya berantakan. Tapi suasana apartemennya sedikit kelam.

Ruby menutup pintu perlahan, lalu memandangi punggung Ha Joon yang kini sudah duduk di sofa ruang tamu, bersandar seperti pemilik tempat. Ia menghembuskan napas pelan dan berjalan menuju dapur kecil di sudut ruangan.

"Kopi hitam atau pakai gula?" tanyanya tanpa menoleh.

"Hitam," jawab Ha Joon singkat.

Ruby meraih teko listrik dan mengisinya dengan air, lalu menyalakannya. Sementara menunggu air panas, ia membuka toples berisi bubuk kopi yang hampir habis. Sekilas, ia tersenyum miris. Ia belum sempat berbelanja. Tapi untung masih cukup untuk dua cangkir.

Sambil menyeduh kopi, pikirannya melayang. Apa yang sebenarnya Ha Joon pikirkan sekarang? Kenapa pria itu masuk ke tempat tinggalnya? Bukankah ia benci lihat wajahnya sekarang?

Habis menyeduh, Ruby membawa dua cangkir kopi ke meja kecil di depan sofa. Ia duduk di ujung sofa, menjaga jarak.

Ha Joon mengambil salah satu cangkir, meniup permukaannya sebentar, lalu menyesap pelan. Ruby memperhatikannya diam-diam. Saat Ha Joon melirik ke arahnya, ia pura-pura menatap ke arah lain.

Sudut bibir Ha Joon berkerut, lalu ia memandang ke sekeliling ruangan. Dindingnya berwarna abu pucat, tak banyak dekorasi kecuali satu lukisan kecil di atas televisi. Rak buku hanya terisi setengah, sisanya kosong. Bahkan tirai jendela pun tampak menggantung seadanya. Di ujung ruangan terdapat piano.

"Kau tidak suka tinggal di sini?" tanya Ha joon.

Ruby menatapnya lalu menggeleng pelan.

"Tempat ini hanya sementara. Aku tidak akan tinggal di sini untuk selamanya."

Ha Joon menatapnya lekat tanpa menanggapi ucapannya. Ruby menunduk, menyesap kopinya, menghindari tatapan yang perlahan mulai membuat hatinya resah.

"Kau masih bermain piano?" pertanyaan selanjutnya sukses membuat nafas Ruby tercekat. Ia meremas gagang cangkir di tangannya dekat kuat, berusaha mencoba tenang agar Ha Joon tidak curiga.

"Mm, kadang-kadang. Aku sudah berhenti berpiano. Tapi kadang aku bermain, untuk mengisi waktu di saat aku bosan."

"Seingatku kau pernah bilang ingin jadi seorang pianis terkenal. Permainan pianomu bagus, menurutku kau berbakat. Kenapa berhenti?

Lagi-lagi pertanyaan Ha Joon membuat Ruby harus mati-matian berusaha tampak biasa saja.

"Oh itu. Aku berubah pikiran setelah lulus. Ternyata aku tidak benar-benar menyukai piano." balasnya dengan pasti.

Ha Joon tidak langsung membalas. Ia hanya mengamati Ruby dengan pandangan yang sulit diartikan, seolah sedang membaca isi pikirannya, mencoba menembus pertahanan yang dibangun Ruby dengan hati-hati.

Saat ia hendak bicara lagi, pandangannya berhenti pada air yang mengalir keluar dari arah kamar mandi. Tanpa banyak bicara Ha Joon berdiri untuk mengecek.

"Ada yang bocor," gumam Ha Joon sambil berjalan cepat ke arah kamar mandi. Suara air yang menetes deras makin terdengar jelas. Ruby terlonjak panik dan segera menyusul, menyibak pintu kamar mandi yang sedikit terbuka.

Benar saja. Keran wastafel tampak terbuka setengah dan airnya sudah meluber ke lantai, menggenangi sebagian besar ubin. Handuk kecil yang tergantung pun basah menyerap air yang terciprat.

Ruby menunduk cepat, memutar keran hingga tertutup rapat. Ia mengambil kain pel dan mulai menyeka genangan air.

Ha Joon diam sebentar, lalu tanpa banyak bicara ikut membantunya. Ia mengambil handuk besar dari gantungan dan menekannya ke lantai.

Dalam hening, mereka berdua membereskan air yang menggenang. Ruby sesekali melirik Ha Joon yang dengan tenang bekerja, mengeringkan lantai seolah sudah biasa melakukannya.

Beberapa menit kemudian, kamar mandi cukup kering. Ruby menaruh pel di ember, menghela napas.

"Terima kasih," ucapnya pelan.

Ha Joon hanya mengangguk lalu berjalan kembali ke ruang tamu, duduk lagi di sofa. Ruby menyusul dengan langkah pelan, lututnya terasa nyeri. Karena panik tadi ia lupa lututnya yang mengalami cedera ringan karena kecelakaan semalam belum benar-benar sembuh.

Ha Joon yang menyadari ada yang salah dengan cara berjalan gadis itu segera mendekat, membantunya duduk, berlutut di depannya dan mengangkat sedikit rok yang Ruby kenakan untuk memeriksa lutut gadis itu.

Ruby jelas kaget.

1
Santi Nuryanti
lnjt thorr
Rosna Marleni
senengnya dapet perhatian ya Ruby...
Rita
alhamdulillah ada kemajuan
Rita
😂😂🤦‍♀️😅
*Septi*
karena ada rasa tak biasa 😁
Srie Handayantie
asyikkk mulaii perhatiann , sama2 salting dan gugup. ayolahh cinta lama bersemi kembali segerakan lah🤭😅😅
Aras Diana
lanjut thor
Yuliana Purnomo
lanjuuuuttt
@arieyy
yahhhhh itulah cinta😩
Dian Rahmawati
ha joon perhatian nih
🔵🎀🆃🅸🅰🆁🅰❀∂я 👥️
wah yg dapat perhatian ..dag dig dug dong rasanya... jadi ikut dag dig dug 🤣🤣
mang tri
Marah tp masih perhatian ya joon_ ☺️😍
Heni Mulyani
lanjut
dyah EkaPratiwi
sebenarnya cinta ha joon lebih besar dari benci nya
yuning
semoga Joon ah , segera meleleh ya Ruby
Dwi Winarni Wina
Cie-cie perhatian kecil dr hajoon membuat hati ruby menghangat, hajoon sangat perhatian skl sampai mengobati luka memar dikaki ruby...

Detak jantung ruby sangat kencang skl berdebar deg-degan dkt sm hajoon jarak dekat skl, tanpa disadari sorot mata hajoon dan ruby penuh cinta dan kerinduan, krn ketutup dendam dimasalalu jd salahpaham....

Hajoon berusaha membentengi dirinya ke ruby penuh dendam dan kebencian....
Ruby demi kebaikan bersama sebaiknya berkata jujur kehajoon biar gak salahpaham terus....

lanjut thor....
semangat selalu.....
sehat selalu.....
Ilfa Yarni
hajoon dendam terbalut cinta mana yg akan menang kita liat saja nanti
Nanda Jihan
lnjut up lg
Esther Lestari
Hari yg melelahkan tapi juga sedikit membahagiakan ya Ruby. Perhatian Ha Joon membuat tenang dan mendebarkan😄
Aras Diana
upnya thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!