"Apa yang Dipisahkan Tuhan takkan pernah bisa disatukan oleh manusia. Begitu pula kita, antara lonceng yang menggema, dan adzan yang berkumandang."
- Ayana Bakrie -
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Venus Earthly Rose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rabu 1 Februari 2017
Andra bercerita, saat Bri datang ke Jakarta di awal tahun lalu, ia sangat terkejut namun luar biasa senang. Ia juga bilang apakah aku juga datang atau tidak, dan tentu saja aku tak bisa datang, terlalu jauh bagiku. Bri menginap di rumah Andra dan ia bisa cepat akrab dengan kakak-kakaknya Andra. Mereka berdua berkeliling Kota Tua hari itu dari siang hingga sore. Saat pulang ke rumah mereka memasak bersama meskipun Andra bilang Bri sama sekali tak bisa memasak, ia bahkan tak bisa membedakan gula dan garam. Aku kira saat Bri menceritakannya dulu dia hanya bercanda namun ternyata tidak. Jadi Bri hanya menonton Andra dan Ci Mel yang memasak sambil menjadi pencicip. Andra bilang dia memasak makanan halal hari itu. Dia bahkan mencari tahu apa saja syarat-syarat makanan halal agar Brian bisa memakannya tanpa khawatir karena Brian seorang muslim. Jujur, aku sangat terharu mendengarnya, bukan Andra yang yang bilang jika ia dan keluarganya menyiapkan makanan halal untuk Brian, namun Brian yang menceritakannya, ia bilang Andra dan Ci Mel benar-benar memakai alat masak dan alat makan yang belum pernah dipakai mereka sama sekali untuk memastikan jika alat-alat tersebut belum pernah dipakai untuk memasak makanan non halal. Mereka bahkan membeli bahan masakan hari itu juga dan langsung mengolahnya. Mereka juga menyiapkan tempat untuk Brian melaksanakan sholat di kamar yang belum pernah dimasuki Blue. Dunia akan menjadi lebih baik jika semua orang dapat menghargai dan menghormati satu sama lain dan itulah tugas kita.
Jadi begini, makanan dikatakan halal jika memenuhi syarat-syarat berikut: Tidak dimasak menggunakan alat masak yang pernah digunakan untuk memasak makanan non halal sebelumnya, lalu diperoleh dengan cara yang halal, tidak mengandung alkohol atau babi, diproses dengan cara yang halal, disembelih dengan menyebut nama Allah, mengandung manfaat jika dikonsumsi dan sebagainya.
Untuk makan malam hari itu, Andra memasak chicken rice, bakso, capcai dan mapo tofu, makanan favoritnya. Brian bilang ia sangat suka capcay masakan Andra. Capcai adalah nama hidangan khas Tionghoa-Indonesia berupa banyak macam sayuran yang dimasak dengan cara direbus (kuah) atau digoreng tumis. Capcai asal mulanya merupakan variasi dari hidangan khas Fujian. Nama capcai diambil dari dialek Hokkian yang secara harfiah berarti "aneka ragam sayur". Jumlah sayuran dalam capcai tidak tentu, tetapi banyak yang salah kaprah mengira bahwa capcai harus mengandung 10 macam sayuran karena secara harfiah adalah berarti "sepuluh sayur". Cap di dalam dialek Hokkian juga dapat dieja "sepuluh", dan cai berarti sayur. Beberapa jenis sayuran yang biasanya dicampur dalam capcai adalah sawi putih, sawi hijau, wortel, jagung muda, jamur merang, jamur kuping, kol, kapri, buncis, bunga kol, brokoli, daun bawang, tomat, dan bawang bombai. Walaupun demikian, unsur protein hewani juga biasa ditambahkan ke dalam makanan ini, misalnya daging sapi, ayam, telur, hati dan ampela ayam, udang, bakso, cumi-cumi, dan daging babi. Andra memasak capcay dengan sayur sawi putih, wortel, jagung muda, bunga kol, bakso, daging sapi dan udang. Ia bilang ia sangat bersemangat karena itu merupakan pertama kalinya ia memasak makanan halal dan dikunjungi oleh temannya yang beragama Islam. Mereka makan bersama dengan sangat gembira malam itu. Andra bilang rasanya sangat menyenangkan saat Brian datang berkunjung. Lalu saat jam delapan malam, mereka berangkat ke Pantai Ancol. Mereka membawa bekal sosis panggang dan ayam goreng untuk mereka santap di sana.
Sesampainya di sana, mereka menggelar alas untuk duduk menikmati makanan mereka dan saaat itu Andra sempat mengirimkanku foto mereka. Andra juga bilang saat hampir tengah malam pergantian tahun, ia ingin menghitung mundur bersamaku lewat panggilan video namun aku tak kunjung mengangkatnya karena aku sudah tidur waktu itu. Huhuhu.
Hari ini aku pergi ke perpustakaan, membaca novel karangan Andra, iya, novel yang ia selesaikan beberapa bulan lalu nyatanya kini sudah ada di perpustakaan sekolahku. Aku duduk lesehan di antara deretan rak-rak berisi buku sambil meresapi setiap diksi yang ia rangkai. Novel ini ia selesaikan saat ia belum terluka. Kini ia sedang dalam masa pemulihan diri. Novel yang ku baca tadi berjudul "Saat Gelap Terang" menceritakan seorang anak laki-laki yang sedang mencari jati dirinya dan bertemu dengan berbagai orang yang membuat ia semakin bingung menentukan masa depan yang akan ia ambil. Seperti dugaanku, gaya bahasa yang ia gunakan selalu terasa biru. Saat membaca kalimat pertama di bab pertama novel itu, aku seketika tahu jika Andra yang menulisnya. Dia menggunakan nama pena-nya. Bahkan satu sekolah tak ada yang tahu jika buku itu merupakan karya temanku. Aku hanya menceritakannya kepada Tania. Aku tak tahu apakah novel ini terinspirasi dari kisah nyatanya atau bukan, namun yang ku tahu novel ini akan memiliki akhir cerita yang sedih. Aku mendapat bocoran dari Andra sesaat sebelum novel ini terbit. Kini ku putuskan untuk meminjam novel ini untuk tiga hari ke depan. Membaca novel Andra yang sebagus ini membuatku merasa harus menghasilkan karyaku sendiri juga.
Aku menceritakannya kepada Andra, tentang novel yang ia tulis yang ia kini sudah masuk ke perpustakaan sekolahku. Ia bertanya haruskah ia mengirimkanku novelnya untuk diriku sendiri sehingga aku tak harus meminjam buku karyanya ke perpustakaan namun ku tolak. Aku tak ingin merepotkannya. Dia berjanji jika ia menyelesaikan novel lainnya dia akan mengirimkannya kepadaku dilengkapi tanda tangannya. Aku senang mendengarnya. Aku rasa dia kini mulai sembuh dari luka dan dukanya. Suaranya saat dia mengirimkanku pesan suara sudah tak sesuram saat itu lagi. Aku bersyukur akan hal itu. Andra tak lupa mengirimkanku foto dirinya yang sedang berada di ruangan Students Council bersama beberapa teman-temannya. Dia sudah mulai mendapatkan kembali berat badannya, pipinya yang sebelumnya tirus kini sudah lebih berisi. Kantung matanya juga sudah hilang. Alhamdulillah, ia sudah lebih baik dari sebelumnya, ku harap ia akan semakin baik dari hari ke hari nanti. Ia memakai seragam olahraga dan rambutnya masih cepak. Ia kelihatan sedikit berkeringat mungkin karena habis pelajaran olahraga. Ia tak jadi mengundurkan diri dari posisinya sebagai President of Students Council. Ia sudah merasa sanggup lagi mengemban tugasnya.
Andra bilang, ia yang menjadi anak pendiam beberapa bulan terakhir kini sudah mendapatkan lagi semangatnya. Ia bilang ia sudah sembuh dari lukanya. Aku tahu dia sebenarnya masih berada dalam proses penyembuhan luka itu sendiri, dia belum sepenuhnya pulih. Kini ia merasa puas karena sudah membuat anak-anak yang tadinya sudah bersikap rasis marah-marah kepadanya karena dipaksa menggunakan bahasa Inggris atau Indonesia saat berada di sekolah. Ia tak peduli itu semua. Ia bahkan kemarin bercerita jika ia dimaki-maki dalam Bahasa Korea. Ia tak tahu artinya, namun salah satu temannya yang suka K-pop bilang jika dia sudah dihina-hina dalam Bahasa Korea. Ia tak masalah. Ia sudah kebal. Semakin ia diperlakukan begitu, ia malah semakin mempersulit anak-anak itu. Mereka hanya tamu di Indonesia, dan harusnya tamu tak merendahkan si empunya rumah. Kadang ia bilang pikiran buruknya mengatakan untuk langsung memukul para gadis yang sombong itu, namun ia rasa itu akan merepotkan jika ia benar-benar melakukannya. Jadi ia sudah memukul gadis-gadis itu dalam pikirannya.
Andra bilang selama ia menjabat, selalu ada surat berisi kritik terhadap dirinya seminggu sekali dan ia menerimanya dengan senang hati. Ia tak mengindahkan semua itu. Ia meminta pendapat anggotanya apakah yang ia lakukan salah atau tidak, jika anggotanya bilang tidak, maka dia tidak akan ambil pusing. Ia tak marah sama sekali membaca surat-surat itu. Dia senang membacanya, meski surat itu selalu anonim, ia tahu jika semua surat itu berasal dari siswa-siswi yang selalu bersikap rasis. Ia tak peduli. Ia tak terima direndahkan orang lain. Semua manusia itu sama dan ia akan menegakkan hal itu di sekolahnya. Ia tak pernah mendapatkan tentangan dari anggotanya, ia selalu mendiskusikan semua kebijakan yang ia keluarkan dengan mereka dan meminta pendapat mereka semua. Ku rasa dia pemimpin yang baik.
Semua yang Andra katakan terdengar seperti narasi yang indah bagiku akhir-akhir ini. Dia mengabarkan jika dirinya sehat, merasa lebih baik, dan dia berterima kasih karena aku sudah mau mendengarkan semua keluh kesahnya. Aku masih ingat saat dia menangis tengah malam tanpa henti saat itu. Hatiku terasa begitu sedih dan sakit. Andra yang biasanya begitu ceria dan tegas menjadi suka menangis. Kami juga bertukar pesan tadi. Ya, lagi-lagi narasi indah yang tak ingin ku dengar darinya. Aku tak bisa membedakan apakah dia hanya sedang bercanda, mempermainkanku, atau itu hanya sebagai rasa terima kasihnya karena aku sudah mau menjadi tempat curahan hatinya saat itu.
Andra: Naaa
Ayana: Iya, gimana, Andra?
Andra: Maaf ya
Ayana: Maaf untuk apa? Kok kamu tiba-tiba minta maaf?
Andra: Saya pasti sudah merepotkan kamu akhir-akhir ini, saya minta maaf sekali. Saya pasti sangat mengganggu kamu dengan semua drama saya
Ayana: Kenapa kamu ngomong begitu? Aku sama sekali gak pernah mikir kayak gitu. Aku malah senang kalau kamu mau berbagi semua itu sama aku. Aku malah selalu berpikir bagaimana caranya supaya aku bisa meringankan beban kamu.
Andra: Terima kasih banget ya, Na. Kamu minta apa? Akan saya turuti. Apapun itu.
Ayana: Andra, aku gak minta apapun, yang ku minta kamu sembuh dari semua luka dan duka yang sedang kamu hadapi. Udah itu aja, gak lebih.
Andra lalu mengetik begitu lama.
Andra: Na, bagaimana kalau saya memang menyukai kamu?
Aku terdiam, pertanyaan ini lagi. Hatiku langsung berdegup kencang. Ayolah, Ayana, dia hanya menanyakan, bukan menyatakan.
Ayana: Gak mungkin orang seperti kamu menyukai aku. Aku banyak kurangnya, hehe
Andra: Kata siapa?
Ayana: Kataku
Andra: Pendapat saya berbeda sekali dengan kamu. Apalagi ditambah kamu ada untuk saya saat saya sedang terpuruk kemarin, kamu benar-benar sabar mendengarkan semua keluh kesah saya. Bagaimana kalau saya malah tambah suka sama kamu?
Jujur. Perasaanku sudah sangat gugup. Aku langsung bangkit dari posisiku yang semula berbaring di atas kasur, dan mulai mondar-mandir. Perasaan biru yang selalu ku rasakan semakin menjadi-jadi. Ayolah, Ayana, aku harus tahan perasaanku. Aku dan Andra berbeda. Apa yang dipisahkan oleh Tuhan takkan pernah bisa disatukan oleh manusia. Namun ku putuskan untuk menghadapi hal ini dengan kejujuran. Aku tak peduli apakah Andra akan risih atau tidak kepadaku, aku akan membalas pesannya sesuai apa yang memang aku rasakan meski bahkan jari-jariku gemetar membalas pesannya.
Ayana: Andra
Andra: Iya, Na.
Ayana: Kita berbeda
Andra: Iya, wkwkwkwk
Ayana: Kita bahkan hanya pernah bertemu sekali
Andra: Iya, bagaimana jadinya ya jika kita bertemu setiap hari?
Ayana: Itu pasti menyenangkan, hehehe
Andra: Na, kalau kamu nggak nyaman sama apa yang saya katakan, tolong bilang ya, saya nggak ingin kamu menjauh dari saya
Ayana: Nggak ada satupun dari kata-kata kamu yang nggak nyaman untukku, Andra. Nggak ada. Btw, apa kamu baik-baik aja sekarang? Are you happy now?
Andra: I'm happy now, setiap saya chatting dengan kamu, selalu terasa lebih baik
Ayana: Alhamdulillah
Andra: Naa
Ayana: Iya?
Andra: Terima kasih sudah mampir ke cerita hidup saya, ya. Kamu menjadi salah satu bagian indah pada cerita yang Tuhan tuliskan untuk saya
Ayana: Seharusnya aku yang bilang begitu, terima kasih sudah mau mengenal aku
Andra: Saya harap kita akan terus berhubungan baik seterusnya
Ayana: Iya, aku juga, jangan bosan-bosan ke aku, ya, hehe
Andra: Nggak akan pernah, kok
Andra, andaikan kamu tahu, kamu adalah satu-satunya orang yang paling sering aku tuliskan di buku catatan harianku, tentangmu, Andra, tentang kamu.