NovelToon NovelToon
Secercah Asa Untuk Utari

Secercah Asa Untuk Utari

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:5.2k
Nilai: 5
Nama Author: emmarisma

Kehidupan yang semula diharapkan bisa mendatangkan kebahagiaan, rupanya merupakan neraka bagi wanita bernama Utari. Dia merasakan Nikah yang tak indah karena salah memilih pasangan. Lalu apakah Utari akan mendapatkan kebahagiaan yang dia impikan? Bagaimana kisah Utari selanjutnya? simak kisahnya di sini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emmarisma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab Delapan

Utari tertegun mendengar ucapan Bian. Dia lantas tertawa, tapi detik berikutnya dia mendesis kesakitan.

"Kamu ini ada ada aja, Bi. Kamu masih bujang, kamu sekarang sukses, perempuan kaya aku yang menyandang gelar janda ga pantas buat kamu."

Bian hanya menanggapi ucapan Utari dengan senyuman. Dia tidak ingin menjelaskan apapun pada perempuan bodoh di depannya ini. Dari dulu bahkan sampai sekarang, perasaannya pada Utari tidak pernah berubah. Meski sudah terpisah selama delapan tahun lamanya, rasa itu masih tetap sama dan hanya untuk Utari seorang. Bian tidak mau menjelaskan hal itu sekarang pada Utari. Karena dia tahu Utari masih dalam kondisi terluka hatinya.

"Bi, aku mau pulang aja. Aku ga sakit. Ga perlu dirawat disini."

"Kamu serius?" Bian melihat memar di leher Utari dan mengepalkan tangannya. "Kamu pulang dengan kondisi kaya gini, yakin ga nakut nakutin Nisa?"

"Terus aku harus gimana? Aku ga mau di rumah sakit." Utari tanpa sadar cemberut dan memperlihatkan sisi manjanya pada Bian.

Bian tampak berpikir dan kemudian dia menggangguk, "Aku tanya dokter dulu. Nanti kalau kamu boleh pulang, kita pulang."

Kini giliran Utari yang mengangguk dengan wajah berbinar ceria. Bian menatap Utari lama sebelum akhirnya dia beranjak pergi mencari dokter.

Setelah Bian keluar dari ruang perawatannya, Utari seketika berubah raut wajahnya. Senyum yang sedari tadi mengembang kini hilang tak berbekas, seolah senyuman tadi hanyalah ilusi.

Utari mencari ponselnya. Namun, dia baru teringat jika dia dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri.

"Dokter sudah kasih ijin kamu pulang." Bian masuk diikuti oleh seorang perawat.

Perawat itu berdiri malu-malu di belakang Bian. Utari menghela napas. Dari gelagatnya perawat ini pasti naksir sama Bian. Lagi pula, siapa yang tidak tertarik dengan pria tampan dan kaya raya. Bian tinggi, badannya tegap, kulitnya putih bersih, hidungnya mancung, alisnya tebal, matanya tajam.

"Permisi, ya, saya lepas infusnya dulu." Perawat itu dengan cekatan melepas jarum infus Utari sambil sesekali melirik Bian yang terus mengawasi pergerakan perawat itu. Bian khawatir Utari merasakan sakit saat infus nya dicabut. Pria itu bahkan tanpa sadar meringis saat perlahan jarum di punggung tangan Utari dicabut.

Setelah keluar dari rumah sakit, Utari memaksa kembali ke rumah kontrakannya. Dia harus segera mengambil semua berkas berkasnya sebelum Akmal mengambilnya terlebih dahulu.

Mobil Bian berhenti di depan konter atas permintaan Utari. Bian awalnya ingin menunggu di depan gang, tapi Utari melarangnya.

"Aku bukannya ga suka kamu antar sampai depan gang, tapi aku ga mau menyeretmu dalam masalahku. Aku tahu betul bagaimana sifat Akmal. Jadi biarkan aku kembali sendiri. Aku tidak akan lama. Beri waktu aku setengah jam, Ok," kata Utari, ia sebenarnya tidak perlu meminta pendapat seperti ini, toh dia dan Bian tidak punya hubungan apa-apa. Akan tetapi entah mengapa, Utari ingin meminta pendapat Bian.

"Baiklah, aku tunggu di sini. Setengah jam kamu ga muncul, aku akan masuk ke gang buat nyari kamu."

Utari mengangguk, dia keluar dari mobil Bian dan langsung pergi menuju rumah kontrakannya.

Saat Utari tiba di gang, jalanan masih agak rame. Orang-orang yang melihatnya langsung menanyakan keadaannya. Utari bersukur masih ada yang peduli padanya. Mereka bahkan menanyakan kabar Nisa. Utari tidak berlama-lama. Setelah mengucapkan terima kasih atas perhatian mereka, Utari bergegas masuk ke rumahnya. Waktunya tidak banyak, jadi dia buru-buru memasukkan berkas-berkasnya ke dalam kantong plastik. Berkasnya hanya sedikit, dia juga tidak punya benda berharga apapun. Utari mengambil tasnya dan tidak lupa mengambil uang yang dia simpan di kotak sepatu. Setelah memastikan tidak ada lagi barang yang ingin dia bawa Utari keluar dari kamar. Namun, saat berbalik dia ingat selimut kesayangan Nisa dan juga bantal yang selalu Nisa pakai sejak bayi sampai sekarang.

Utari melihat waktu di ponselnya, tersisa 5 menit lagi. Dia langsung bergegas keluar. Sedikit ngos ngosan, tapi yang penting jangan sampai Bian menyusulnya. Kalau tidak, bisa bahaya.

"He, Tari kamu mau buru-buru kemana?" tanya Bu Lilis.

"Ke rumah sakit, Bu. Kasian Nisa sendirian di sana."

Tanpa menunggu lagi, Utari benar-benar pergi meninggalkan lingkungan yang sudah delapan tahun dia tinggali. Begitu banyak kenangan pahit yang dia alami di sana. Tempat itu akan menjadi kenangan terburuk untuk Utari dan mungkin juga Nisa. Mulai sekarang, Utari hanya akan fokus untuk membesarkan Nisa dan membahagiakannya. Sekarang dia tidak takut kekurangan lagi.

"34 menit," kata Bian sembari menunjuk jam tangan Richard Mille miliknya.

Utari meringis, "Maaf, tadi di sana masih ramai. Orang-orang menanyakan kondisiku dan kabar Nisa."

"Baiklah, sekarang kita pulang, kamu perlu banyak istirahat." Bian segera menjalankan mobilnya menuju ke rumahnya.

Sesampainya di rumah Bian, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Namun, semua lampu di rumah masih menyala terang, terdengar suara tangisan Nisa. Utari langsung berlari mencari keberadaan Nisa.

"Cup, cup, cup, jangan nangis cucu oma. Sekarang bobo sama oma dan opa dulu, ya. Besok baru tidur sama mama."

"Atau Nisa mau tidur sama om Dewa?"

"Ga mau, Nisa mau ibu."

"Nisa!" Utari berdiri di depan pintu. Ia menghampiri Nisa dan langsung memeluknya.

"Ibu."

"Iya, Sayang, ini ibu." Utari mengeratkan pelukkannya Dia bersyukur kesadaran Nisa sudah pulih.

"Aduh, untung kamu ga ranap, Tari. Anak kamu dari tadi ga mau tidur. Dia gelisah," kata mama Sukma. "Padahal tadi pas sama Bian dia kayaknya baik-baik aja," lanjut mama Sukma setengah merajuk.

"Nisa belum terbiasa, Mah. Lagian bantal sama selimutnya ga ada. Dia pasti kaya gini."

Bian masuk dengan membawa sekresek barang milik Utari. Utari melepaskan pelukan Nisa dan mengambil bantal Nisa juga selimutnya.

"Makasih, ibu." Nisa langsung mendekap selimut dan bantalnya. Bian tersenyum, melihat Nisa sudah jauh lebih baik. Dia berharap ke depannya Nisa bisa terus bahagia.

"Sama-sama, Dek. Malam ini adek tidur sama Oma dan Opa, ya?" kata Utari sembari merapikan rambut panjang Nisa. Semua keluarga Bian memandangi interaksi antara Utari dan Nisa dengan perasaan campur aduk.

Nisa menatap mama Sukma dan papa Tama. Dia tampak ragu sejenak, tapi tak lama Nisa mengangguk. Di benak Nisa, ia merasa sepertinya mereka semua yang ada di rumah ini adalah orang baik. Dia pun akhirnya setuju.

Sebelum Nisa berbalik, dia menatap Bian dan Utari secara bergantian. "Ibu mau tidur sama Om Bian, ya?" Tiba-tiba pertanyaan yang dilontarkan Nisa, mengejutkan semua orang yang di ruangan itu tanpa terkecuali.

1
Widia Sari
lanjut
Widia Sari
lanjut lagi dong
kaila
lanjut kak
Apthiana Devi
semua cerita2 nya bagus...
Ati Rohayati
Luar biasa
kaila
lanjut
kaila
lanjut kak
jiannafeeza 2201
jangan bilang dewa suka sm utari
utari pokoknya untuk Bian gak boleh sm yang lain 😁
jaran goyang
𝚍𝚎𝚠𝚊 𝚗𝚘 𝚢𝚊 𝚗𝚘
jaran goyang
𝚙𝚜𝚝 𝚍𝚊 𝚢𝚐 𝚖𝚗𝚌𝚕𝚔𝚊𝚒.... 𝚖𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚖𝚒𝚜𝚝𝚎𝚛𝚒𝚞𝚜
jaran goyang
𝚐𝚔 𝚍𝚊 𝚘𝚝𝚊𝚔
Widia Sari
dasar si ibu gak tau malu
ni karena mau merasakan kekayaan utari makanya di bujuk utari buat rujuk sm si akmal ...
Bagus utari jawaban yang bagus biar kapok tuh si ibu
jaran goyang
𝒓𝒔𝒌𝒏..𝒏𝒆𝒙𝒕
kaila
lanjut kak
Widia Sari
lanjut lagi dong
kaila
lanjut kak
kaila
lanjut
kaila
lanjut kak
Widia Sari
lanjut lagi dong kk
kaila
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!