Bella, seorang gadis ceria berusia 21 tahun, diam-diam menyukai Alex, pria berusia 33 tahun yang sukses menjalankan perusahaan keluarganya. Perbedaan usia dan status sosial membuat Bella menyadari bahwa perasaannya mungkin hanya akan bertepuk sebelah tangan. Namun, ia tak bisa mengingkari debaran jantungnya setiap kali melihat Alex.
Di sisi lain, Grace, seorang wanita anggun dan cerdas, telah mencintai Alex sejak lama. Keluarga mereka pun menjodohkan keduanya, berharap Alex akhirnya menerima Grace sebagai pendamping hidupnya. Namun, hati Alex tetap dingin. Ia menolak perjodohan itu karena tidak memiliki perasaan sedikit pun terhadap Grace.
Ketika Alex mulai menyadari perhatian tulus Bella, ia dihadapkan pada dilema besar. Bisakah ia menerima cinta dari seorang gadis yang jauh lebih muda darinya? Ataukah ia harus tetap berpegang pada logika dan mengikuti kehendak keluarganya? Sementara itu, Grace yang tak ingin kehilangan Alex berusaha sekuat tenaga untuk memiliki Alex.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan
Bella masih berdiri di samping mobil, menatap Alex dengan bingung. Angin yang sejuk menyapu rambutnya, sementara di hadapannya, Alex tampak sedikit ragu sebelum akhirnya membuka suara.
"Maaf," kata Alex pelan. "Aku tahu aku membawa kamu ke sini tanpa bilang dulu. Tapi ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."
Bella masih menatapnya dengan penuh tanda tanya. "Apa itu?" tanyanya hati-hati.
Alex menarik napas dalam, lalu menatap Bella dengan serius. "Aku nggak tahu sejak kapan, tapi aku merasa ada sesuatu yang berbeda setiap kali aku melihatmu."
Bella terkejut, tapi ia tetap diam, menunggu Alex melanjutkan.
"Aku tahu, dunia kita beda. Dan mungkin aku juga nggak berhak bilang ini." Alex menatap jauh ke depan sebelum kembali menatap Bella. "Tapi aku harus jujur. Aku... mulai menyukai kamu, Bella."
Jantung Bella berdebar lebih cepat. Ia tidak pernah menyangka Alex akan mengatakan ini. " Kak Alex..." suaranya hampir tak terdengar.
Alex tersenyum tipis. "Aku nggak minta jawaban sekarang. Aku cuma ingin kamu tahu."
Bella merasa hatinya penuh kebingungan. Bagaimana mungkin seseorang seperti Alex, yang memiliki segalanya, bisa tertarik padanya? Apalagi setelah apa yang terjadi di pesta ulang tahunnya.
Tapi sebelum ia sempat merespons, Alex melanjutkan, "Aku dan Grase sebenarnya tidak ada pertunangan, Grace yang mengatakannya sepihak, aku benar-benar tidak mengetahuinya. Itu alasan kenapa aku makin bingung. Aku nggak mau ada kesalahpahaman di antara kita."
Bella menghela napas, mencoba memahami semua ini. "Kak Alex, ini..ini terlalu tiba-tiba..."
"Aku tahu," potong Alex cepat. "Aku cuma ingin kamu tahu, aku serius."
Keduanya terdiam. Hanya suara dedaunan yang tertiup angin menemani mereka.
"Kamu bisa mempertimbangkannya, Bella," kata Alex dengan nada lembut.
Bella tidak langsung menjawab. Ia masih memproses semua yang baru saja diungkapkan Alex. Perasaannya bercampur aduk, antara bahagia, terkejut, dan ragu.
Melihat Bella terdiam, Alex mengalihkan pembicaraan. "Ngomong-ngomong, waktu kamu nyanyi di panggung malam itu... suara kamu luar biasa," katanya sambil tersenyum. "Aku nggak menyangka kamu punya suara sebagus itu."
Bella tersipu, menundukkan kepalanya. "Terima kasih..." ucapnya pelan.
Alex menatapnya, masih penasaran. "Lagu itu... kamu ciptakan sendiri, kan?"
Bella mengangguk. "Iya, aku menciptakannya sendiri."
"Aku penasaran," kata Alex, sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan. "Lagu itu kamu buat untuk siapa?"
Bella terdiam sesaat. Ia tidak menduga Alex akan menanyakan hal itu. Ada kegugupan yang muncul di hatinya. "Kenapa kamu ingin tahu?" tanyanya balik, mencoba menghindari pertanyaan itu.
Alex tersenyum kecil. "Karena liriknya terdengar begitu dalam dan penuh perasaan."
Bella berpikir sejenak. "Lagu itu...untuk seseorang yang aku kagumi dari jauh," katanya akhirnya.
Alex mengernyit, mencoba menebak. "Seseorang yang kamu kagumi?"
Bella hanya tersenyum tipis tanpa memberikan jawaban lebih lanjut. Ia tidak ingin mengungkapkan lebih banyak. Tidak saat ini.
Alex menghela napas. "Kalau begitu, aku harap suatu hari aku bisa tahu siapa orang itu," katanya dengan nada bercanda, meskipun ada rasa penasaran yang besar dalam hatinya.
Bella hanya tersenyum, tapi di dalam hatinya, ia tahu jawaban dari pertanyaan Alex.
_____
Hari sudah semakin siang. Sinar matahari menerpa kaca mobil Alex, menciptakan pantulan lembut di dalam kabin yang sunyi sejenak setelah percakapan mereka tadi.
Alex melirik Bella, yang masih duduk tenang di sampingnya. "Kita makan siang dulu ? Aku tahu satu tempat yang enak," tawarnya dengan nada santai.
Bella menggeleng pelan. "Terima kasih, tapi lebih baik aku pulang saja. Aku harus masak untuk bang Edward. Aku nggak mau dia telat makan," jawabnya dengan lembut.
Alex menatapnya sesaat, lalu tersenyum kecil. "Kamu selalu memikirkan orang lain, ya?" katanya tanpa sadar.
Bella hanya tersenyum ringan. " Bang Edward sudah seperti ayah buatku. Dia selalu menjaga aku sejak kecil. Sekarang giliranku memastikan dia juga terjaga dengan baik," ucapnya dengan penuh ketulusan.
Alex merasakan sesuatu yang hangat dalam hatinya. Ketulusan Bella begitu nyata, sederhana, tapi berharga. Tidak ada kepura-puraan atau niat terselubung. Semakin lama ia mengenalnya, semakin ia mengagumi gadis itu.
"Kalau begitu, kita ke rumahmu sekarang," kata Alex akhirnya, mengalah.
Bella menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Terima kasih, Kak Alex."
Alex hanya tersenyum dan menyalakan mesin mobilnya, membawa mereka kembali ke rumah Bella dengan perasaan
yang entah mengapa terasa berbeda.
Di lampu merah, Alex menghentikan mobilnya, menunggu giliran melaju. Lalu lintas cukup ramai, tapi suasana di dalam mobil terasa tenang. Bella hanya diam, menikmati perjalanan dengan tatapan menerawang keluar jendela.
Di seberang jalan, di dalam mobil lain, Sarah yang duduk di kursi penumpang mendadak menegang. Matanya menangkap sosok yang familiar di dalam mobil mewah yang berhenti di seberangnya.
"Grace! Lihat itu!" serunya sambil menunjuk.
Grace, yang sibuk dengan ponselnya, langsung mengangkat wajah. Matanya mengikuti arah jari Sarah, dan seketika darahnya mendidih. Alex... dan Bella? Bersama di dalam mobilnya?
"Apa-apaan ini?" gumamnya dengan rahang mengatup keras.
Sarah semakin memperkeruh suasana. "Aku sudah bilang, Bella itu bukan gadis biasa. Dia licik, pura-pura polos, tapi lihat sekarang? Dia sudah nyaman saja duduk di samping tunanganmu."
Grace mengepalkan tangan. Hatinya dipenuhi amarah dan rasa terhina. Ini bukan pertama kalinya dia merasa Bella mencuri perhatian Alex, tapi kali ini? Di broad daylight?
"Aku nggak bisa tinggal diam," ucapnya dingin.
Sarah tersenyum miring. "Aku juga. Dia harus tahu tempatnya."
Lampu hijau menyala, dan kedua mobil melaju ke arah masing-masing. Tapi di dalam hati Grace dan Sarah, niat untuk memberi pelajaran pada Bella semakin kuat.
_____
Setelah tiba di rumah Bella, gadis itu segera turun dari mobil dan menoleh ke arah Alex.
"Mari kak, masuk dulu," ajaknya dengan senyum kecil.
Alex sempat ragu, tapi melihat Bella begitu tulus, ia akhirnya mengangguk dan mengikuti gadis itu masuk ke dalam rumah.
Di dalam, Edward yang baru saja keluar dari kamar terkejut melihat adiknya datang bersama Alex. Dahinya mengernyit, penuh tanya.
"Kalian... kok bisa datang bareng?" tanyanya sambil melipat tangan di dada.
Bella tersenyum santai. "Aku ketemu Kak Alex di minimarket, jadi kakak sekalian mengantarku pulang."
Edward menatap Alex, seolah menilai ada sesuatu yang lebih dari sekadar kebetulan. Tapi Alex hanya memberi anggukan ringan tanpa banyak bicara.
"Kak, aku masak ya. Makan siang bareng.
Bella langsung bergegas ke dapur meninggalkan Alex dan Edward di ruang tamu.
Tak lama, Bella kembali dengan hidangan sederhana tapi menggugah selera. Mereka duduk bersama di meja makan. Saat suapan pertama masuk ke mulutnya, Alex tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Makananmu enak, Bella," katanya jujur.
Bella tersenyum malu. "Ah, biasa aja, kak."
Setelah makan bersama, suasana di meja makan terasa lebih santai. Sesekali Bella dan Edward bercanda, membuat Alex merasa nyaman berada di sana.
Setelah selesai, Bella segera membereskan piring-piring kotor, sementara Edward mengambil kunci studio dari laci kecil di ruang tamu.
“Ini kuncinya,” kata Edward, menyerahkannya pada Alex.
Alex menerimanya dan bangkit dari duduknya. “Terima kasih, Edward.”
Edward mengangguk. “Hati-hati di jalan.”
Sebelum keluar, Alex melirik ke arah dapur, melihat Bella yang masih sibuk merapikan meja. “Bella, terima kasih untuk makan siangnya.”
Bella menoleh dan tersenyum. “Sama-sama.”
Setelah itu, Alex keluar dan masuk ke mobilnya. Dari dalam rumah, Bella sempat mengintip ke arah jendela, melihat mobil Alex melaju pergi. Ada perasaan tidak ingin ditinggalkan.
Batinnya berkata," Aku mencintaimu, kak."
*****