NovelToon NovelToon
Beautifully Painful

Beautifully Painful

Status: tamat
Genre:Sudah Terbit / Tamat
Popularitas:24.9M
Nilai: 5
Nama Author: Sephinasera

SUDAH TERBIT CETAK

Cinta bertepuk sebelah tangan Anja mempertemukannya dengan Cakra, siswa paling berandal di sekolah.

Hati yang terluka bertemu dengan apatis masa depan akhirnya berujung pada satu kesalahan besar.

Namun masalah sesungguhnya bukanlah hamil di usia 18 tahun. Tetapi kenyataan bahwa Cakra adalah anak panglima gerakan separatis bersenjata yang hampir membuat papa Anja terbunuh dalam operasi penumpasan gabungan ABRI/Polri belasan tahun silam.

Beautifully Painful.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

35. "Good Luck, Cakra!"

Sada

Selama beberapa menit, ia hanya duduk diam. Memperhatikan cowok usia belasan akhir, jelang dua puluhan, yang kini tengah tertunduk di hadapannya.

Cowok berpembawaan menarik, dengan tipikal wajah di atas rata-rata sekaligus berkarakter. Tipe wajah yang mendefinisikan bahwa, tak semua orang bisa memiliki dan menyentuhnya.

Hmm, ia pun hanya bisa menggelengkan kepala. Pantas saja Anja mau menyerahkan diri.

Namun sedetik kemudian langsung memaki, brengsek!

Karena secara tiba-tiba, pikirannya membayangkan bagaimana adik kecil kesayangannya dan cowok sialan ini, melakukan hal yang hanya boleh dilakukan oleh orang dewasa.

Fucking shit!

Ia bahkan harus menerapi diri sendiri. Dengan mengembuskan napas secara perlahan melalui mulut. Untuk membentengi diri dari keinginan melompati meja, yang membatasi mereka berdua. Untuk kemudian menghantam cowok sialan ini untuk yang kedua kalinya.

"Please, Mas. Kesampingkan dulu ego sama emosi kalian karena adik kesayangan diginiin ...."

Kalimat istrinya di telepon kemarin sore, kembali terngiang di telinga. Berdengung bak suara lebah madu, yang hendak membuat sarang di tempat baru. Sialan!

"Sekarang yang penting buat kita, pemulihan kesehatan Anja. Karena kita mesti mikir panjang ke depan buat Papa."

Kalimat lain yang sempat diucapkan istrinya, kembali terngiang. Untuk kemudian berputar-putar mengelilingi seluruh isi kepalanya. Dengan frekuensi dengungan yang jauh lebih dahsyat dibanding kali pertama tadi. Menyebalkan!

Waktu terus berjalan. Namun ia masih teguh untuk berdiam diri. Meski matanya tak luput dari memperhatikan gerak-gerik cowok di hadapannya, yang jelas-jelas menampakkan kegelisahan.

Ia bukannya tak tahu. Beberapa kali cowok itu sudah membuka mulut untuk mulai angkat bicara. Namun selalu terkatup kembali. Mengurungkan diri. Begitu terus hingga berulang beberapa kali. Membuatnya memutuskan untuk memulai pembicaraan.

"Lo mau ngomong apa?! Sebelum nanti gantian gua yang ngomong!"

Cowok di hadapannya terlihat menarik napas dalam-dalam. Sebelum akhirnya mengucapkan kalimat dengan penuh penyesalan, "S-saya minta maaf."

Ia diam dan bergeming.

"S-saya yang salah."

"S-saya minta maaf pada Anja sekeluarga, karena saya ... karena saya ...."

Ia masih tak berkomentar. Hanya mengubah posisi duduk dengan melempar punggung ke sandaran sofa.

Namun tanpa dinyana, cowok itu kini mulai berani menatap matanya. Untuk kemudian berkata dengan sungguh-sungguh.

"Saya akan bertanggungjawab."

Meski hanya selama sepersekian detik, setelah itu kembali menundukkan pandangan dengan ekspresi gelisah.

Sebagai orang yang telah malang melintang di dunia reserse dan penyidikan, memiliki segudang pengalaman menginterogasi berbagai macam karakter orang dan latar belakang. Kini ia harus mengakui, bahwa cowok yang kembali tertunduk di hadapannya ini, tidak sedang berbohong atau sekedar lip service.

Mata elangnya menangkap sikap dan suasana hati yang tetap, konsisten, dan tidak dibuat-buat. Selain itu juga, tak ada perubahan sikap secara drastis yang bisa memancing kecurigaan otak penyidiknya. Seperti dari gelisah ke tenang, atau sebaliknya. Yang bertujuan untuk menutupi kegugupan karena telah berbohong.

Bahkan sejak awal, kali pertama memasuki ruangan, cowok ini jelas-jelas menunjukkan sikap cemas dan gelisah. Atau takut? Gesture alami yang sama sekali tak bisa ditutupi.

Suasana kembali sunyi. Ia bahkan harus memijat kening untuk menetralisir rasa marah, kesal, gondok, sekaligus penat yang menguasai diri. Menyelesaikan masalah adik sendiri terasa lebih rumit dibanding menyelesaikan sebuah kasus. Begitu menguras energi.

"Gua bisa pegang omongan lo?!" ia tentu harus mulai bicara. Tak hanya saling berdiam diri hingga malam semakin larut dan waktu habis.

"Bisa," jawab cowok di hadapannya dengan suara penuh keyakinan.

"Lo tahu akibatnya kalau bohong?!"

Cowok di hadapannya mengangguk.

"Gua nggak akan ragu buat habisin elo!!" desisnya berapi-api dengan amarah yang tak tertahankan.

Mungkin jika Dara mendengar ucapannya barusan akan langsung menatap matanya dalam-dalam sambil berbisik, "Please, Mas. Kesampingkan dulu ego dan emosi." Tapi untungnya Dara tak ada disini. Jadi ia bisa menunjukkan kekuasaan yang dimiliki agar ABG tanggung ini paham sedang berurusan dengan siapa.

"Kemarin Anja ngedrop," ujarnya dengan nada tak rela karena harus memberi informasi tentang adik kesayangannya itu. Namun sekilas, ia sempat menangkap kilatan kekhawatiran di kedua mata yang tak lagi tertunduk itu.

"Besok, lo bisa jenguk ke rumah sakit!"

"Dan satu hal yang lo harus tahu," nada suaranya jelas penuh penekanan. "Kesehatan Anja prioritas utama kami!"

"Jadi, bisa meyakinkan gua?!"

"M-meyakinkan gimana maksudnya, B-bang M-mas?"

"Bikin gua yakin kalau lo paham harus bersikap seperti apa di depan Anja!!"

Kepala di hadapannya kembali mengangguk, "Saya paham."

"Bagus!" ia mulai senang karena cowok di hadapannya lumayan cepat tanggap, dan tak berbelit dalam merespon setiap ucapannya.

"Karena gua nggak pernah ngomong dua kali, dan nggak suka mengingatkan orang lain! Jadi, lo harus ingat baik-baik apa yang udah lo sepakati tadi!" lanjutnya dengan suara mengintimidasi.

Cowok itu lagi-lagi mengangguk.

"Habis dari rumah sakit, kita buat surat perjanjian resmi!" ujarnya cepat. "Catat nomor gua!" sambungnya kemudian, sambil melemparkan sebuah bolpen ke atas meja.

Ia pun mulai menyebutkan nomor ponsel miliknya. Sementara cowok di depannya menulis dengan terburu-buru di telapak tangan kiri.

"Nanti kalau ponsel lo udah dibalikin, langsung chat gua!"

"Baik, Mas."

"Setelah ini lo tunggu kabar dari gua. Kapan waktu yang tepat buat keluarga lo datang ke rumah kami!"

"Satu yang pasti," ia kembali memberi penekanan. "Cukup kedua orangtua lo yang datang, lo nggak usah!!"

"A-ayah saya sudah meninggal," ujar cowok itu dengan suara perlahan. "Hanya ada ibu dan kakak ipar perempuan."

Membuatnya mendecak kesal, "Ya udah, terserah lo! Mau minta siapa buat datang ke rumah!"

"Yang penting elo nggak perlu ikut datang!"

***

Dara

Hari Jum'at pagi, Anja masih lemas, diinfus, dan matanya bengkak karena terus terusan menangis.

"Makan, ya," bujuknya sambil menunjuk menu sarapan, yang baru saja disimpan oleh petugas rumah sakit beberapa menit yang lalu.

Namun Anja menggeleng.

Ia pun hanya bisa mengembuskan napas panjang. Tak punya akal lagi untuk membujuk adik ipar yang terkenal manja ini.

Namun sedetik kemudian, ia tiba-tiba memiliki ide cemerlang.

"Teteh (kakak perempuan, bahasa Sunda) mau apa?" Anja mengernyit, demi melihatnya kini mulai menyisiri rambut Anja. Meski dengan kepala tertidur di atas bantal.

"Dulu ... waktu Teteh hamil Arka sama Yasa," ujarnya sambil tersenyum. "Pinginnya dandan terus. Stand out pokoknya. Pakai full make up sampai Mas Sada geleng-geleng kepala tiap hari harus lihat Teteh kayak ondel-ondel karena berat di make up."

Membuatnya tertawa sendiri demi mengingat saat-saat itu terjadi. Tapi Anja tetap memberengut. Sambil berusaha menjauhkan kepala menolak untuk disisiri.

Namun ia tak peduli. Terus saja menyisiri rambut Anja dan kembali berkata, "Tapi, waktu hamil Lana, malah males dandan. Mau nyisir aja maleeees banget. Sampai rambut kusut gara-gara jarang nyisir. Mas kamu tuh yang tiap malam bela-belain nyisirin rambut Teteh biar nggak terlalu kusut."

Ia pun kembali tersenyum sendiri mengingat masa-masa indah kehamilan dengan didampingi suami siaga seperti Mas Sada.

"Kamu ... termasuk yang jadi seneng dandan atau males?"

Anja tetap tak menjawab, seraya memasang muka yang semakin memberengut kesal.

"Kata orang, kalau pas hamil jadi suka dandan cantik, sering pakai make-up, maunya setelan rapiiiii terus, sama seneng jalan-jalan, anaknya perempuan."

"Tapi, kalau pas hamil jadi jelek, kusam, kusut, males ngapa-ngapain, ndablek kayak kebo ...."

Demi mendengar kalimat kayak kebo, Anja mulai bisa tersenyum. Membuatnya semakin semangat untuk berbicara.

"Anaknya laki-laki."

"Tapi anehnya nih, Ja. Teteh malah kebalik."

"Pas hamil anak-anak cowok, jadi seneng make up. Kulit kinclong, rapi, segar. Stand out head to toe."

"Tapi pas hamil Lana, duh ... maleeeees banget ngapa-ngapain."

"Kok bisa?" Anja mengernyit heran. Sementara ia tersenyum senang. Karena pancingannya mulai membuahkan hasil.

"Nggak tahu tuh hasil karya Mas mu kok bisa kebolak balik begitu," selorohnya sambil tertawa.

Membuat Anja mulai bisa tersenyum.

"Rambut kamu bukannya gampang rontok ya, Ja?" tanyanya heran.

"Iya," jawab Anja sambil bersungut-sungut. "Tiap hari rontoknya segenggam ... segenggam ... lama-lama bisa habis rambutku."

"Tapi ini kok enggak," ujarnya sambil memperlihatkan sisir yang bersih. Tak ada rambut rontok barang sehelai pun.

"Serius, Teh?" Anja ikut memperhatikan sisir yang sedang diperlihatkannya.

Mungkin karena penasaran, dengan gerakan perlahan Anja mulai bangkit untuk duduk. Meski masih di atas tempat tidur.

"Tuh, rambut kamu juga jadi kelihatan lebih hitam, bagus, gampang diatur," lanjutnya sambil kembali menyisiri rambut Anja.

"Nggak usah blow di salon ini mah, udah cantik," ia memperlihatkan rambut Anja melalui cermin kecil yang memang selalu ia bawa di dalam tas.

"Iya ya, Teh?" mata Anja mulai membulat. "Kok bisa? Padahal akhir-akhir ini, aku tuh males ngapa-ngapain loh. Udah jarang treatment juga. Paling pakai conditioner doang."

"Tuh, cantik kaan ...." Ia kembali memperlihatkan cermin kecil yang menampakkan kondisi rambut Anja secara keseluruhan.

"Hamil bikin perempuan jadi kelihatan makin cantik loh, Ja," lanjutnya yakin.

"Tapi sayang, mata kayak bola bekel," sungut Anja demi melihat mata yang membengkak.

Membuatnya tertawa, "Lagian kamu sih, nangis terus," desisnya hati-hati. Khawatir Anja kembali lagi ke mood awal yang buruk.

"Kalau lagi hamil tuh, harus banyak seneng-seneng, happy-happy, biar aura positif mengelilingi kita. Jadi baby nya juga happy di dalam perut, tumbuh sehat, kuat ...."

"Teteh benci sama aku nggak?" tanya Anja tiba-tiba membuatnya mengernyit.

"Kenapa benci?" ia tertawa heran. "Aya aya wae (ada-ada saja) Eneng yang satu ini teh."

"Benci karena aku masih sekolah tapi malah hamil. Teteh malu kan punya adik kayak aku?!"

Ia pun tersenyum sambil membelai rambut Anja, "Anja sayang ... let by gone be by gone ... apa yang sudah terjadi, biarlah berlalu."

"Karena apapun yang terjadi, kamu tetep adik Teteh yang paaaaling Teteh sayangi."

"Mas juga, sayaaaang banget sama kamu."

"Mas Tama juga."

"Semua orang saaayang banget sama Anja."

"Jadi, jangan pernah mikir begitu lagi ya."

"Yang penting sekarang, kamu sehat, baby di dalam perut juga tumbuh sehat, semua lancar."

"Tapi aku kesel Teh," Anja mulai terisak. Membuatnya semakin membelai rambut hitam legam milik Anja.

"Aku kan bentar lagi mau ujian, lulus SMA, mau kuliah, tapi tiba-tiba ada kejadian begini ...."

Isakan Anja kali ini sontak membuatnya meraih kepala mungil itu ke dalam dekapannya.

"Aku marah! Tapi nggak tahu marah sama siapa!" lanjut Anja masih tetap terisak.

"Marah sama diri sendiri karena udah berbuat bodoh? Atau marah sama Cakra karena bikin aku begini? Atau marah sama Mas Sada yang udah gebukin Cakra sampai mau mati?!" geram Anja dengan suara tercekat.

Ia membelai kepala Anja sambil tersenyum, "Oh, jadi namanya Cakra?"

Namun sedetik kemudian ia mencoba meminta pengertian Anja, "Maafin Mas ya, Ja. Mas berbuat begitu karena terlalu sayang sama kamu."

"Mas pikir Cakra udah nyakitin kamu. Jadi ...."

"Apalagi Mas Tama. Sampai bawa temen resersenya yang serem-serem buat mukulin Cakra," lanjut Anja di sela isakan.

"Iya, Cakra salah. Aku juga salah. Tapi kenapa Mas responnya begitu semua?!" Anja semakin terisak.

Membuatnya mengusap punggung Anja lembut, "Begitulah naluri alami mereka, Ja."

"Kalau kita sebagai cewek, lebih banyak bicara. Sementara cowok apalagi kayak Mas mu, lebih banyak bertindak."

"Mereka itu, kalau merasa disakiti atau orang yang disayang disakiti, lebih mengekspresikan emosi dan kemarahannya dengan memukul sesuatu."

"Tapi itu kan nggak bener?!"

"Iya, Ja, Mas mukulin Cakra tanpa omongan lebih dulu jelas salah. Maafin Mas ya?"

"Udah bikin kamu sedih."

"Sekarang ... kamu nggak usah mikir macam-macam. Yang penting kamu sehat, baby juga sehat."

"Tapi Cakra bakalan benci sama aku karena ud ...."

"Kalau Cakra beneran sayang sama kamu," ia buru-buru memotong ucapan Anja. "Dia pasti ngerti kenapa Mas mas mu mukulin dia."

"Kalau Cakra memang serius sama kamu dan bener-bener mau mempertanggungjawabkan perbuatannya," lanjutnya lagi. "Apapun rintangan yang ada pasti bakal dihadapi."

"Jadi ... kayak gimana orang yang namanya Cakra?" lanjutnya sambil tersenyum. "Gantengan mana sama Mas mu?"

"Ih, Teteh ah," sungut Anja yang tak lagi terisak sambil berusaha melepaskan diri dari pelukannya. "Teteh ngeledek ah!"

"Ngeledek gimana?" ia kini harus menahan tawa. "Orang Teteh nanya beneran," kali ini sambil pura-pura bersungut-sungut.

"Gimana cara dia ngetreat orang lain? Cowok tuh, pertama kali dilihat dari cara memperlakukan orang lain. Bukan dari cara memperlakukan kamu aja."

Namun Anja hanya terdiam dengan mata menerawang, untuk kemudian berbisik, "Cakra itu ... cowok paling bandel di sekolah."

Membuatnya mengernyit.

"Dia nggak punya banyak teman. Bahkan mungkin anak-anak pada nggak mau temenan sama dia."

"Kok bisa?" tanyanya benar-benar ingin tahu.

"Dia nakal sih, sering bolos nggak jelas, langganan keluar masuk ruang kesiswaan."

"Suka berantem?" tanyanya sambil mengkerut. Wah, serem juga kalau ternyata yang namanya Cakra nggak lebih dari anak berandalan.

"Kalau berantem sama anak lain sih belum pernah denger," jawab Anja masih terus menerawang.

"Tapi berantemnya sama guru, sama kepala sekolah."

"Ya ampun," kini ia sudah tak tahan lagi. "Gimana bisa berantem sama guru?! Berani ngelawan gitu?!"

Kalau Cakra beneran modelan begini, berarti keputusan suaminya untuk menghajar Cakra adalah tepat.

"Ceritanya panjang, Teh," Anja menghembuskan napas perlahan. "Intinya ada salah paham yang nggak bisa diluruskan."

"Salah paham gimana?!" ia kini mulai bingung.

Namun Anja tak menjawab, lebih memilih untuk mengelus boneka Nemo yang dari kemarin selalu dipeluknya.

Ketika ia ingin kembali bertanya, pintu ruangan mendadak diketuk dari luar. Disusul dengan munculnya seorang cowok jangkung di depan pintu sambil tersenyum kikuk.

Ia sempat ingin bertanya mau cari siapa? kepada tamu tersebut, khawatir orang salah masuk room perawatan. Tapi begitu menyadari terdapat beberapa luka memar di wajah tamu tersebut, membuatnya yakin jika dia adalah orang yang sedang ditunggu-tunggu.

Ia pun memutuskan untuk menggenggam telapak tangan Anja yang dihiasi plester luka sambil tersenyum, "Teteh keluar dulu, ya. Kayaknya ada tamu yang mau ketemu sama kamu."

Namun Anja tak merespon ucapannya, terus saja menunduk sambil mengelus boneka Nemo. Membuatnya buru-buru bangkit dan berjalan keluar.

Ketika mereka berpapasan di depan pintu, tamu itu tersenyum sambil mengangguk kearahnya. Ia pun balas tersenyum sambil berkata pelan, "Good luck, Cakra."

1
Yuliaya
suatu hari nanti, Aran akan tahu jika ada perbedaan dengan saudara-saudaranya... semoga kamu berlapang hati ya Nak, dan adik-adiknya juga berlapang hati.
Matahari
🤣🤣🤣🤣🤣
Nuy Nerazzurri Masihsetia
samaan 4 Juli😍😍😍
Azka Alfadilla
entah yg ke berapa kali baca ini,. tolong dong,rekomendasi bacaan lain yg mrnarik apa?
mrs.andriIndra
Mengkerut krna neng anja seumur umur gak pernah mikirin harga wahai abang cakra tersyang🤗
mrs.andriIndra
senang krna bisa ngobrol,setelah bertahun tahun cuma bisa merhatiin anja dlm diam dan bentangan jarak yg berasa jauuuuuuuhhhhh banget ya cak🥰
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘMarwah
🥰🥰🥰
⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘMarwah
cabar cakra
Devi Safitri
kog sebel SMA si anjay ini 😒
mrs.andriIndra
baca ulang ttp deg²an😁
mas sadaaaa,anja nakal nih mancing² buat adegan punggung seputih susu part 2😂
mrs.andriIndra
pas cakra-anja nikah ulang dirimu ketemu ka'pocut lgsg SKSD wahai mas tama😜😂
mrs.andriIndra
teh daraaaa,nih mas sada hoyong d takol😂
mrs.andriIndra
apalagi klw udah ketemu ka pocut lbh manis lg mas tama,biar dikasih restu😅
mrs.andriIndra
pasangam klop,cakra yg tenang ketemu anja yg sumbu pendek😁
mrs.andriIndra
ini yg kesekian x,tp nyeseknya msh sama.biar dipa puas meluk tp neng aja ttp milikmu ya cak😍
Kinara (Hiatus)
20 Agustus 2025
Sweet Girl
Adoh adoh... wes pakar ternyata.
Sweet Girl
Cakra, berarti kamu udah perna ngelakuin atau malah sering ya...???
Sweet Girl
Lu senyum senyum Cakra... Anja mewek...
Sweet Girl
Kao sempat melupakan kejadian semalam Cakra...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!