Neil sudah meninggal, suami yang terobsesi padaku, meninggal dalam senyuman... menyatakan perasaannya.
"Jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu mati..." janjiku dalam tangis.
Bagaikan sebuah doa yang terdengar, kala tubuh kami terbakar bersama. Tiba-tiba aku kembali ke masa itu, masa SMU, 11 tahun lalu, dimana aku dan Neil tidak saling mengenal.
Tapi...ada yang aneh. Suamiku yang lembut entah berada dimana. Yang ada hanya remaja liar dan mengerikan.
"Kamu lumayan cantik...tapi sayangnya terlalu membosankan." Sebuah penolakan dari suamiku yang seharusnya lembut dan paling mencintaiku. Membuatku tertantang untuk menaklukkannya.
"Setan! Aku tau di bagian bawah perutmu, tepat sebelum benda pusakamu, ada tahilalat yang besar!" Teriakku padanya. Membuat dia merinding hingga, menghentikan langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tentu Bisa
Sejenak dirinya terdiam mencerna segalanya. Pembullyan tidak wajar pada murid baru, siapa sebenarnya Neil? Tapi, tempat yang benar-benar berbeda.
Areta tersenyum melangkah pergi kembali ke bangkunya bersama dengan Risa. Samar didengar olehnya.
"Aku sudah melakukan hal baik bukan? Karena itu ijinkan aku berinvestasi di bisnis barang-barang branded, aku janji akan ikut promosi." Ucap Areta pada Risa.
"Aku ijinkan, karena kamu sudah membantu kami." Risa tersenyum pada Areta.
Mengapa? Mengapa wanita yang tidak benar-benar dikenal olehnya, begitu tega menikamnya dari belakang.
Tapi itulah sistem kapitalis, orang tua Areta memang pemilik Bank, tapi Areta bukanlah anak tunggal. Gadis itu masih memiliki empat saudara lainnya. Jadi untuk terus bertahan menjadi kalangan atas dirinya harus mendekat pada anak-anak orang yang lebih berkuasa.
Sebagai contoh Risa yang merupakan anak tunggal kedua orang tuanya, sudah pasti akan memegang perusahaan nantinya. Siapa yang ingin berpihak pada anak angkat di tempat ini?
"Areta.... kenapa? Aku fikir kamu berpihak padaku." Tanya Bianca tertunduk, matanya beralih menatap penuh dendam.
"Berpihak? Apa kamu gila? Kesalahan terbesarmu adalah mengundang simpati dengan mengatakan kamu anak angkat." Ucap Areta tertawa, menertawakan kebodohan wanita ini.
"A...aku akan melaporkan ini pada guru!" Ucap Bianca pergi melarikan diri. Tapi anehnya tidak ada satu siswa pun yang menghentikannya.
Mengapa? Orang yang membuat berita bohong pantas mendapatkan sangsi sosial.
*
Melangkah menelusuri lorong. Benar! Di sekolah lamanya asalkan dirinya mengadu pada guru maka Cheisia akan dihukum, terlepas siapa yang salah dan benar.
Berusaha mengundang simpati dengan menunduk gemetaran, mengetuk pintu ruang guru.
"Masuk!" Suara dari dalam sana. Dirinya akan mengadukan segalanya.
Tapi.
"Kebetulan setelah ini bapak akan mencarimu. Kamu yang bernama Bianca bukan?" Tanya sang guru.
Matanya menelisik Cheisia berada di sana. Duduk berhadapan langsung dengan guru, apa yang sebenarnya terjadi? Sekolah ini bagaikan perangkap hidup. Semua orang bagaikan menjerat dirinya.
"Pak! Saya mengalami pembullyan. Dan penyebab semua ini adalah Cheisia!" Ucap Bianca menunduk sembari menangis, menunjuk ke arah Cheisia yang masuk lebih awal.
"Bianca ini hari pertamamu di sekolah. Bapak bangga kamu memiliki banyak prestasi di sekolah sebelumnya. Tapi budi pekertimu sangat rendah." Sang guru, memperlihatkan handphone milik Areta yang sebelumnya sudah dibawa oleh Cheisia, memutar rekaman di hadapan kedua orang siswi ini.
Rekaman dimana Bianca menyebarkan berbagai kabar buruk tentang Cheisia dan Neil. Seketika wajah gadis itu pucat pasi, jemari tangannya mengepal. Kenapa segalanya tidak seperti yang diharapkan olehnya.
"Yang dilakukan teman sekelasmu tidak menyakitimu secara fisik. Tapi apa yang kamu lakukan pada Cheisia dan Neil sudah keterlaluan. Ini tindakan kriminal, mencemarkan nama baik orang lain. Lebih dari itu, apa kamu tau dampaknya? Nama sekolah ini dapat tercemar, dengan desas-desus penggunaan narkotika oleh siswa. Padahal sekolah kami selalu rutin mengadakan tes urine untuk semua siswa tiga bulan sekali. Bersamaan dengan hari tes kesehatan." Kalimat sang guru melepaskan kacamata bacanya.
Tes kesehatan? Di sekolah lamanya sama sekali tidak pernah diadakan. Tapi dilakukan di tempat ini secara rutin? Namun, bukankah Cheisia sudah mulai mengonsumsi narkotika yang dicampurkan ke dalam minumannya.
"Saya tidak berbohong. Neil mungkin tidak, tapi Cheisia mengkonsumsi narkotika." Ucap Bianca tegas, dirinya tidak mungkin kalah dalam hal ini.
"A...aku bersedia mengikuti tes." Ucap Cheisia tersenyum ramah.
"Baik, tapi jika Cheisia tidak menggunakan narkotika, maka bukan hukuman skors. Kamu akan dikeluarkan dari sekolah di hari pertama." Syarat yang diajukan sang guru, dijawab dengan anggukan kepala penuh keyakinan oleh Bianca.
Beberapa hari ini minuman Cheisia sudah dicampurkan dengan narkotika. Tidak mungkin tes urine akan memberikan hasil negatif.
"Ta...tapi jika hasilnya positif. Aku ingin Cheisia dikeluarkan dari sekolah ini." Syarat dari Bianca tersenyum. Inilah saatnya untuk mematikan langkah Cheisia.
Segalanya sudah ada dalam kendalinya. Sela dan Dirgantara sudah pasti akan mengirim Cheisia ke tempat rehabilitasi.
*
Berita tentang kasus yang menyebar dengan cepat. Tes urine akan diadakan oleh dokter khusus yang bertugas di ruang kesehatan sekolah.
Pemuda yang tengah menikmati makanan di tengah waktu istirahatnya. Menghela napas berkali-kali, duduk bersama ke-enam sahabatnya. Akira, Sean, Dwika, Jenard, Triton dan Hilton, mereka anak-anak dari keluarga konglomerat yang memiliki jumlah uang tidak main-main.
Pernahkah kalian mendengar bayi baru lahir sudah dibuatkan aset pribadi oleh kedua orang tua mereka? Itulah ketujuh orang ini.
Orang-orang yang sudah biasa berbisnis, sekolah hanya formalitas untuk mereka. Hanya bersenang-senang di sela waktu mereka yang harus kembali ke usaha masing-masing sepulang sekolah.
"Neil kamu sedang melihat apa?" Tanya Hilton mengernyitkan keningnya, menatap sang pemuda tidak memakan makan siangnya dengan benar. Malah fokus melihat smartphone.
"Anak bebek, dia bilang ingin makan bebek." Sean kali ini yang menjawabnya.
"Masalah bebek, aku punya rencana membuat restauran bebek dengan konsep menyatu dengan alam ala Bali. Aku yakin untuk wisata keluarga akan berkembang. Apalagi aku punya jaringan dengan travel, ada yang mau ikut join?" Tanya Jenard.
Tapi tidak ada yang menjawab, semuanya terlihat malas dengan bisnis serumit itu.
"Neil! Kamu join ya!?" Kalimat Jenard mengejutkannya. Pemuda yang dengan cepat menyimpan smartphonenya, seolah-olah ada hal berharga yang tersimpan di sana.
"Kamu lihat apa?" Tanya Jenard semakin penasaran saja.
"Anak bebek." Jawab Neil dengan mata menatap tajam, membuat Jenard mengeluarkan keringat dingin.
"A... aku hanya ingin membuat usaha restauran bebek, prospeknya lumayan bagus. Jadi---" Kalimat Jenard disela.
"Ide yang belum matang lagi kan? Berikan saja proposal nya." Neil mengernyitkan keningnya.
"Proposal nya be...bebek .... astaga! Kita teman tidak perlu membuat proposal yang merepotkan bukan!?" Teriak Jenard, malas mengetik.
"Bisnis harus jelas. Baru aku mau join." Neil mengangkat sebelah alisnya.
Hingga seseorang siswa berlari ke cafetaria, mendekat ke arah Triton kemudian berbisik. Entah apa yang dikatakannya pada Triton. Tapi sang pemuda hanya tersenyum, menyuruh sang siswa pergi.
"Ada kejadian menarik." Ucap Triton pada teman-temannya.
"Apa?" Jenard yang paling grasak-grusuk terlihat penasaran. Sedangkan yang lainnya, mungkin seperti tidak peduli sama sekali. Ada yang sibuk makan, ataupun menatap ke arah tabnya, termasuk Neil menghela napas kembali usil melihat foto yang katanya anak bebek.
"Ada siswi yang dicurigai menggunakan narkotika. Tes urine akan dilakukan, dengan taruhan siswi yang melapor akan dikeluarkan jika tidak terbukti. Tapi jika terbukti, siswi yang melakukan tes urine yang akan dikeluarkan. Dan kalian tau, siapa siswi yang dicurigai menggunakan narkotika?" Tanya Triton, masih berusaha tidak tertawa.
"Siapa?" Tanya Jenard penasaran.
"Stalker yang paling dibenci oleh Neil. Cheisia Muller, kemungkinan besar akan dikeluarkan dari sekolah ini ..." Pada akhirnya Triton tertawa.
"Dimana tempat tes urine akan dilakukan?" Tanya Neil tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya.
"Kenapa? Kamu mau memperlancar proses pengeluarannya dari sekolah?" Tanya Dwika, meminum soda yang dicampur dengan sari buah.
"Tidak, aku sudah berjanji akan selalu berpihak padanya. Karena dia pacarku."
Pyur!
Dwika terbatuk-batuk mengeluarkan minuman bersoda dari mulut dan hidungnya."Pa... pacar!? Iblis bisa pacaran!?"