Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 34
DING...
Selamat, Anda mendapatkan sejumlah uang 2 miliar. Lihat notifikasi untuk memeriksa pendapatan Anda!
Jansen terkejut, seolah diserang
sinyal elektrik yang bercampur rasa
bahagia, pasca mentransfer uang
sebesar satu miliar yang ia miliki pada Pak Suryo. Tanpa diduga, ia malah memperoleh dua kali lipat lebih banyak, yakni 2 miliar. Senyuman merekah di wajahnya, "Ini serupa. dengan hukum alam, bahwa ketika seseorang bersedekah dengan tulus, la akan mendapatkan berlipat ganda dari apa yang telah disedekahkan," gumam
Jansen dalam hati.
Menatap Suryo penuh kehangatan, Jansen berkata, "Kalau Paman Suryo masih membutuhkan dana, nanti aku akan Carikan tambahannya, ya." Ia melirik statistik Layar Hologram
miliknya.
Nama: Jansen Gillard.
Poin Utama: 79.
Pesona: 55,
Kekuatan: 106.
Kelincahan: 106.
Semangat: 76.
Keterampilan: Teknik Tapak Naga
Inventory: Tidak ada,
Dana: 2.968.000.000.
Tugas Utama Membantu Andini
Atmajaya
Tugas Harian: Tidak ada.
Jansen sebelumnya berhasil menjual Kartu Permainan yang didapatkannya dari sistem dengan harga yang cukup fantastis, yakni l miliar. Hal itulah yang membuatnya berani mengeluarkan uang dalam jumlah besar dan menyerahkannya pada Suryo.
Tapi dia cukup heran, mengapa
Tugas utama belum selesai, apakah
karena uang itu tidak cukup?
"Mendengar ucapanmu, aku
percaya bahwa kamu memang mampu.
Sebenarnya, kami telah merugi cukup
banyak, ada sekitar sepuluh miliar yang
kami perlukan," ujar Suryo dengan
wajah murum.
Jansen terkejut, ia tidak
menyangka bahwa jumlah dana untuk
membantu Andini ternyata sangat
banyak dan dia baru menggelontorkan
1 miliar aaja. Masih ada 9 miliar yang
harus dicari. "Bagaimana caranya aku
mencari sumber dana segitu? gamam
Jansen sambil menekan dahinya.
"Aku memiliki rumah di
Banjarmasin, tapi kalau diuangkan ke
Bank, paling banyak hanya 3 miliar.
Ditambah dengan 2 milyar di rekening
yang baru didapat, aku hanya punya 5
miliar. Masih ada 4 miliar lagi yang
harus dicari, keluh Jansen dengan
seribu pertanyaan menggelayut di
benaknya.
Sudahlah, kamu jangan terlalu
memikirkannya," sahut Suryo, seolah-
olah menenangkan hati Jansen. Tapi
tatapannya masih teduh, seakan
menyimpan berbagai rencana yang
tidak terungkap.
Benar, Nak Jansen. Untuk
sementara dengan uang yang kamo
berikan, kami masih bisa memutar dan
bertahan untuk menggaji karyawan
yang mau Resign. Asalkan tidak ada
tekanan dari orang-orang itu," Fatima
menambahkan, matanya menatap
nanar ke arah Jansen, Fatima
memohon agar Jansen terus
membantu Mereka menghadapi krisis
Tak terasa waktu berlalu, Jansen
sadar ia harus segera pulang.
"Andini, antarkan Nak Jansen
ucap Fatma dengan senyum hangat di
wajahnya.
Baik, Ibu sahut Andini sambil
beranjak dari kursinya. Ia merasa lega
dan bahagia, tidak ada ketegangan
yang ia bayangkan sebelumnya antara
dirinya dan Jansen.
Setelah berpamitan, Jansen
mengikuti Andini keluar dari rumah.
Mereka berjalan beriringan menuju
pintu gerbang, berbasa-basi ringan
untuk mengisi keheningan.
Di ruang tamu, Suryo dan Fatma
duduk berdua, Wajah Fatma tampak
serius saat ia menatap suaminya.
dengan pandangan tajam.
Jangan bilang kamu mau
memanfaatkan situasi ini?" tanya
Fatma dengan nada curiga.
"Memanfaatkan apa?" balas Suryo,
pura-pura tidak mengerti maksud.
istrinya.
"Keluguan pemuda itu seru
Fatma, merasa kesal dengan sikap
suaminya yang seolah-olah tidak peduli
dengan perasaan Jansen.
Suryo hanya tersenyum simpul,
membuat Fatima semakin penasaran
dengan rencana yang ada di benak
suaminya
Sedangkan di luar rumah, Andini
dan Jansen terus berjalan, saling
tersenyum dan menikmati
kebersamaan mereka sejenak sebelum
akhirnya berpisah.
Andini menatap mata Jansen
dengan penuh harapan dan rasa terima
kasih yang mendalam. Ekspresi
wajahnya terlihat lega setelah
mendengar janji dari pemuda itu.
Dengan langkah gembira, la
mendekati Jansen dan tanpa ragu
memegang kedua sisi wajah pemuda itu
dengan lembut. Andini memandang
mata Jansen sejenak sebelum akhirnya
memberikan kecupan singkat di pipi
kanan Jansen.
Wajahnya memerah dan tersipu.
Jansen tersenyum simpul, merasa
puas bisa membantu Andini yang
serdang dalam kesulitan. "Bukan sebuah
masalah, Andini. Lagipula aku sudah
berjanji padamu sebelumnya. Aku
tidak tahu bahwa kunjunganku yang
mendadak ini dapat membantumu
keluar dari masalah sementara. Tapi
kamu tenanglah, aku akan
membantumu segera keluar dari
permasalahan. Agar kamu bisa bebas!"
ucap Jansen dengan penuh keyakinan.
Andini mengangguk, matanya
berkaca-kaca karena terharu. "Terima
kasih sekali lagi. Jansen! Aku tak tahu
harus bagaimana membalas
kebaikanmu la berjanji dalam hati
bahwa suatu saat nanti, ia akan
membalas semua kebaikan yang telah
diberikan Jansen kepadanya.
Jansen menatap Andini dengan
senyuman tipis. "Aku sudah mengambil
sesuatu yang istimewa darimu. Apakah
aku perlu lagi rasa terimakasih itu?"
ucapnya dengan nada menggoda.
Andini hanya bisa tersipu malu, merasa
Jantungnya berdebar kencang.
"Taxi yang aku pesan sudah datang.
aku pulang dulu" ujar Jansen sambil
melambaikan tangan. Andini pun
melambaikan tangan ke arah Jansen,
tersenyum bahagia saat melihat
kepergian pria yang dicintainya itu.
Tak lama kemudian, sebuah mobil
berhenti tepat di belakang Andini yang
baru saja akan masuk ke dalam rumah.
Andini menoleh ke arah mobil tersebut
dan terkejut melihat siapa yang ada di
dalamnya.
"Hay calon istriku seru Zai sambil
menatap Andini dengan tatapan
menggoda, la menurunkan kaca mobil,
wajahnya penuh ekspresi genit.
Andini mendengus kesal dan
menatap Zai dengan mata menyiratkan
kemarahan. "Kamu hanya bermimpi di
siang bolong balas Andini dengan nada
tegas.
Zai tertawa, wajahnya semakin
menunjukkan kegenitannya.
Sementara Andini merasa jengkel
dengan kehadiran pria tersebut, dia
berbalik badan dan melangkah cepat
untuk masuk ke dalam rumah,
berusaha menghindari tatapan yang
tak diinginkannya.
Zai baru saja keluar dari mobilnya
ketika Suryo menyambutnya dengan
hangat, senyum lebar menghiasi
wajahnya. Suryo sebenarnya berencana
pulang, namun begitu melihat
sosok
Zai, la langsing mengurungkan niatnya
dan mendekati pemuda tersebut.
Mereka berjabat tangan, dan Zai
menyapa, "Apa kabar, Paman?"
Baik, baik saja," jawab Suryo
dengan ramah. "Mengapa tidak
menghubungi lebih dulu? Paman bisa
meminta tante menyiapkan makanan
untukmu.
Zai menggeleng. "Tidak perlu
repot-repot, Paman. Sebenarnya, aku
datang kesini hanya untuk mengajak
Andini makan siang bersama.
Belum sempat Suryo meresapi
ucapan Zai, Andini yang mendengar
pembicaraan mereka langsung menyela
dengan nada kesel, "Aku tidak mau
Dalam sekejap, Andini berlalu
meninggalkan mereka berdua,
melangkah cepat dan naik ke lantai dua
rumahnya. Raut wajahnya
menunjukkan betapa kesal dan tidak
tertariknya
Zai
dia untuk menerima ajakan
Setengah jam kemudian, Jansen
akhirnya sampai di rumah kontrakan
yang ia sewa. Langkahnya terasa berat.
seolah beban di bahunya semakin
menumpuk. Tangan gemetar saat
mencari kunci di sakunya untuk
membuka pintu.
Sebelum naik ke dalam kamar,
Jansen mengambil ponselnya dan
menghubungi Alysa. Dalam hati, ia
berharap mendapatkan kabar baik
terkait pencarian ibunya.
"Halo, ada apa Jansen?" tanya Alyssa
dengan suara lembut.
"Aku hanya ingin bertanya, apakah
kamu menemukan informasi tentang
ibuku?" tanya Jansen dengan nada
penuh harap
Alyssa terdiam sejenak, seakan
mencari kata-kata yang tepat untuk
menjawab pertanyaan Jansen. "Untuk
saat ini tidak ada. Data ibumu telah
terkunci, aku
tidak tahu pasti
mengapa. Tapi tampaknya ada sebuah
rahasia yang tersembunyi," jelasnya.
Jansen merasa kecewa, namun
Alysa berusaha memberikan
semangat. "Untuk sementara, kama
jangan terlalu memikirkan itu. Aku
akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari tahu, oke?" ucap Alyssa dengan nada penuh semangat.
Jansen menghela napas, berusaha menenangkan hatinya. "Baiklah, terima kasih, Alyssa," ucapnya lemah.
Mereka mengakhiri pembicaraan dan Jansen masuk ke kamarnya. Ia duduk di tepi tempat tidur, menatap langit-langit yang tampak semakin gelap seiring pikirannya yang kian terpuruk.
Rahasia apa yang disembunyikan di balik data ibunya? Apakah ia akan berhasil menemukannya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui pikiran Jansen.