NovelToon NovelToon
Di Tepi Senja

Di Tepi Senja

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Febriani

Kebanyakan orang-orang berpikir bahwa tidak ada cinta yang akan bertahan, apalagi di usia remaja, dan aku juga sependapat dengan mereka. Namun, dia membuktikan bahwa cinta itu benar-benar ada, bahkan anak remaja sekalipun bisa mendapatkan cinta yang akan menjadi pasangan hidupnya. Semua itu tergantung siapa orangnya.

Dari pengalaman ini aku juga banyak belajar tentang cinta. Cinta itu memang menyakitkan, tapi di balik semua itu pasti ada jalannya. Dia selalu mengajari ku banyak hal, yang paling aku ingat dia pernah mengatakan "rasa suka tidak harus dibalas dengan rasa suka." Dia lelaki yang dewasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Febriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 35

Semenjak berada di cafe, kami berhubungan baik satu sama lain. Aku berusaha membuat dia tertawa, aku berusaha membuat dia tidak marah, dan aku berusaha tidak melakukan kesalahan apapun. Jujur, entah mengapa aku merasa takut saat berada di dekatnya. Sebelumnya aku biasa saja, tapi semenjak dia mengatakan 'sudah habis kamu', aku sangat ketakutan. Apakah hal ini mirip seperti KDRT?

Lalu, apakah Victor memang cowok yang pemarah, kasar, jahat, nakal, dan lainnya? Jika memang iya, aku sungguh menyesal menerima dia. Seharusnya aku sudah bisa menilai, kan? Dari dia mengepalkan tangannya dan nada bicaranya sangat tidak menyenangkan. Aku bisa menilai dia. Yang dikatakan Kezia dan Kevin benar, Victor bukan pria baik. Menurut diriku sendiri, jika ada cowok yang berani berbuat kasar kepada cewek, berarti dia bukan cowok yang baik. Bukannya aku mau membela cewek, tetapi kalau cewek salah tidak harus diselesaikan dengan kekerasan, bukan? Mau siapapun yang salah, sama saja tidak boleh diselesaikan dengan kekerasan. Itu bukan hal yang baik.

Victor mengantarku sampai di depan gerbang. Dia tidak mau mampir dan basa-basi sedikit dengan orang tua ku. Setelah aku turun dari motor, dia langsung izin pulang.

"Mama, Papa aku pulang," teriakku dari lantai bawah. Aku tidak melihat kedua orang tua ku di manapun.

"Sudah pulang, nak? Tadi Tuan dan Nyonya sedang pergi ke pasar, hanya bibi yang ada di rumah," ucap bibi yang tiba-tiba muncul dari dapur.

Tidak perlu diherankan jika bibi dibiarkan sendirian di rumah. Bibi adalah orang terpercaya Mama dan Papa. Selama bekerja berpuluh-puluh tahun, bibi tidak pernah melakukan hal yang membuat dirinya akan dipecat.

"Sudah lama pergi nya, Bi?"

"Sudah, sebentar lagi juga pulang. Kamu tidak mau mandi dulu? Selagi masih jam 6."

"Agak dingin, Bi, besok saja deh."

"Kamu ini masih saja sama seperti dulu. Bibi sudah siapkan air panas untuk kamu. Mandilah."

"Benarkah? Terima kasih bibi, bibi memang orang yang paling mengerti Tarasya." Aku memeluk bibi dengan erat. Senang sekali rasanya ada orang yang perhatian dengan kita.

Walaupun aku malas, aku tetap pergi mandi untuk menghargai pekerjaan bibi. Kata Mama, mau sekecil apapun hal yang dikerjakan bibi, aku harus menghargai nya.

Air yang ada di dalam bathtub ini sangat hangat. Aku jadi tidak ingin keluar dari sini. Rasa lelah kini berubah menjadi rasa ngantuk. Aku ingin sekali tidur, tetapi tidak mungkin aku tidur di kamar mandi.

Mau membilas tubuh rasanya pun malas. Aku hanya ingin berbaring di bathtub ini, berendam air panas. Tetapi, tak lama ketika aku masih berendam, aku mendengar suara klakson mobil Papa. Mata ku yang awalnya tertutup, kini terbuka kembali. Semangat ku kembali menjadi 100%. Aku langsung membilas diriku dan memakai pakaian.

Aku berlari ke depan pintu untuk menyambut mereka. Mama dan Papa keluar dari mobil dengan belanjaan yang begitu banyak. Aku sempat ternganga melihat barang-barang yang dibawa mereka.

"Sini aku bantu bawa," tawar ku kepada mereka.

"Tidak usah, kami bisa kok," jawab Mama.

Mama dan Papa meletakkan belanjaan mereka di atas meja yang berada di ruang tamu.

"Kenapa banyak sekali, Ma?"

"Kamu harus memberi diri kamu hadiah dari kerja keras kamu."

Aku mengangguk mengerti. "Berarti ini semua barang Mama dan Papa?"

Mama dan Papa menggeleng. "Yang ini untuk kamu," jawab Mama sembari menunjuk kantongan yang ada di depannya.

Aku membuka kantongan yang ditunjuk oleh Mama. Penasaran sekali dengan barang yang ada di dalam kantongan itu.

Mata ku membelalak lebar, senyumanku menampakkan gigi yang putih ini dan ingin tertawa. Siapa yang tidak senang kalau orang tuanya membelikan barang kesukaan anaknya tanpa diminta? Aku sangat terharu, rasanya ingin menangis. Memang bukan kali ini orang tua ku memberiku buku, tetapi kali ini kesannya berbeda. Kali ini kayak lebih 'wah' gitu.

"Ini semua serius untuk Tarasya?" Raut wajah bahagia ini sudah tidak bisa lagi disembunyikan.

Mama mengelus kepala ku dengan lembut. "Semua milik kamu, sayang. Kamu harus menjaga dan merawat buku-buku itu dengan baik. Kami tahu kamu sangat suka bahasa Inggris, supaya bahasa Inggris kamu lebih mantap, Mama dan Papa belikan buku bahasa Inggris buat kamu. Baik itu buku non-fiksi maupun fiksi. Semua buku itu berbahasa Inggris. Kamu suka, kan?"

Aku mengangguk cepat. Rasanya ingin sekali melayang-layang di atas awan dikelilingi oleh bintang-bintang yang bercahaya. Betapa senangnya aku mendapatkan buku berbahasa Inggris. Ini adalah impianku sejak lama.

"Terima kasih Ma, Pa, kalian sangat baik kepada Tarasya. Tarasya jadi sedih, Tarasya tidak tahu harus membalas apa."

"Papa pikir putri Papa sudah besar, ternyata masih kecil saja, ya. Dengar sayang, kamu tidak perlu membalas nya sekarang. Tugas kamu sekarang itu belajar dan mencapai impian kamu. Kami akan senang jika kamu berhasil menjadi apa yang kamu mau. Dengan begitu, kamu bisa membalas kebaikan kami sebagai orang tua. Tapi Tarasya sayang, kami tidak memaksa kamu untuk membalas, oke? Yang penting kamu sukses dulu, lah, anggap saja kamu sukses sebagai pembalasan untuk kami. Kamu jangan berpikir yang lain-lain."

"Benar yang dikatakan Papa kamu, tapi ada baiknya kamu sukses bukan karena untuk membalas kebaikan orang tua kamu. Kamu tahu, sayang? Kebaikan itu tidak harus dibalas. Yang kami lakukan ini untuk kamu, kami tidak berharap balasannya. Kenapa? Karena memang sudah menjadi tanggung jawab kami untuk melakukannya. Sukses lah untuk diri kamu sendiri, sayang."

Air mata ini hampir jatuh, aku memeluk kedua orang yang paling aku sayangi di dunia ini. Aku sungguh bahagia dapat terlahir ke dunia ini.

"Oh, iya, Tarasya boleh bertanya?" Kejadian tadi terlintas di benakku. Sebelum lupa lagi, aku harus menanyakan sekarang.

"Ada apa, sayang?" tanya Mama.

Aku duduk di antara Mama dan Papa. "Seperti yang Mama dan Papa tahu, Tarasya itu punya pacar. Nah, tadi Tarasya kan pergi sama Victor. Terus Victor nyuruh Tarasya untuk bayar uang bensin, katanya besok dia ganti. Lalu, ketika kami makan, Victor juga nyuruh Tarasya bayar, katanya besok dia ganti. Sebenarnya Tarasya tidak masalah. Sebelumnya, menurut Papa dan Mama gimana?"

"Kenapa kamu yang bayar semua?" tanya Mama.

"Dompet dia tinggal."

"Tarasya, Papa mau ingatkan lagi, jangan terlalu suka sama Victor, kalau bisa cepat-cepat saja putuskan dia. Dia bukan pria yang beres, nak. Dia yang ngajak kamu keluar, bukan? Kalau dia memang betulan niat, dia tidak akan lupa membawa dompetnya, beserta dengan uang. Dari awal melihat dia, Papa tidak suka dengan dia, nak."

"Lalu, Pa, Ma, tadi Victor membuat Tarasya takut. Tarasya hanya marah sedikit kepadanya, Tarasya bilang, 'lelaki macam apa kamu? Kamu yang mengajak aku keluar, kamu suruh aku yang bayar bensin kamu. Kamu yang rekomendasi tempat ini, kamu suruh aku yang bayar. Apakah kamu pikir kamu pantas disebut sebagai pacar? Aku tidak tahu kamu akan mengganti uang ku atau tidak, aku tidak terlalu memikirkannya. Tapi satu hal, aku bukan wanita yang bisa kamu pacari untuk memanfaatkan dirinya dan uangnya', lalu dia mengatakan, 'dengar ya, Tar, kalau kita tidak di sini, sudah habis kamu!'. Ketika dia mengatakan itu, Tarasya berpikir kalau Tarasya harus memutuskan hubungan dengan dia."

"Kamu serius dia mengatakan seperti itu?" ucap Mama kaget.

"Aku serius, Mama."

"Aduh, dia bukan pria yang baik. Kamu memang harus putus sama dia. Putusnya jangan sekarang, nanti saja. Sekarang kamu belum tahu alasan putus karena apa, nanti dia curiga dan menargetkan kamu. Kalau dia ajak keluar, kamu jangan keseringan mau, satu kali dalam dua minggu saja. Dengarkan Papa."

"Baik, Pa."

"Sekarang kamu sudah bisa belajar. Pr kamu pasti ada, kan? Kerjakan sana."

"Iya, Ma."

Aku pergi dari hadapan mereka. Meskipun kami tidak berbincang cukup lama, tapi aku sudah merasa lega mengatakannya kepada mereka.

1
Shoot2Kill
Ceritanya luar biasa, author semangat terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!