Wanita cantik dengan segudang kehidupannya yang kompleks, bertemu dengan laki-laki yang mengerikan tapi pada akhirnya penuh perhatian.
Dengan latar belakang yang saling membutuhkan, akhirnya mereka di pertemukan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sinho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Emlove 20
Otaknya loading sejenak, mungkin terlalu lelah, hingga harus mencerna lebih lama, dan akhirnya Rosa melayangkan protesnya.
"Kok saya pak?"
"Tuan Demitri yang memutuskan"
"Kam biasanya sama pak Romi dan Pak Radit"
"Kami ada tugas lain"
"Tapi pak, jangan sama saya lah pak, mungkin salah satu dari bapak aja yang ikut Tuan Demitri, saya yang bantu stay disini"
"Kamu yang ngatur?"
"Usul saja pak"
"langsung ke Tuan Demitri, kalau keputusanku ya gak ngaruh"
"Ck, kan bapak bisa ngomong ke beliau pak"
"Heh, bisa panjang urusan kalau sampai Tuan Demitri tau kita keberatan, gak usah cari gara-gara, beliau gak suka"
Rosa terdiam, hanya melihat kepergian Romi dengan harapan yang sia-sia, pasalmya Rosa tidak pernah pergi ke luar negeri, jauh dikit saja dia kepikiran akan nasib Nenek dan adiknya, belum tega meninggalkan mereka berdua.
Tapi kali ini berbeda, tugas pekerjaan yang harus dilakukan, dan Rosa bernafas berat saat membayangkan akan jauh dari keluarganya, ditambah lagi_
"Akh!" teriak lah Rosa merasa frustasi, "Bekerja di sini saja ribetnya minta ampun, apa lagi di luar sana, bisa-bisa kurus kering ini badan pulang-pulang, lima hari pula, Gusti!!" Aksi mencak-mencak di mulai.
Untung hari ini aman, tak ada acara lembur-lembur, Rosa bisa pulang di jam yang senormalnya, bersyukur dalam hati, dari rumah akan langsung menyampaikan maksud hati, karena kepergiannya yang jauh untuk beberapa hari pasti membuat yang dirumah terkejut.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" Nek Rumi tersenyum, melihat kedatangan cucunya tepat di jam empat sore.
"Tumben?" Rafael menyambutnya dengan pertanyaan.
"Hem, hari ini tidak ada acara aneh-aneh di perusahaan, Aman" jawab Rosa lalu mengelus puncak kepala adiknya.
Rosa segera masuk ke dalam kamar, membersihkan diri dan memakai baju santai yang nyaman.
"Biar Rosa yang masak Nek, Rafael bisa bantu kan?"
"Siap Bos!" Segera beranjak dan mendekat pada Rosa.
Sore itu gerimis, Rosa menikmati suhu dingin itu dengan nyaman, Aktivitas masak memasak semakin seru akan perbincangan masalah di sekolah Rafael, sesekali Rosa tersenyum saat adiknya itu menceritakan masalah-masalah remaja, teringat dulu dirinya berada di masa itu, masa paling bahagia sebelum akhirnya kedua orang tuanya meninggal karena sebuah kecelakaan.
Sedikit hati yang tergores setiap kenangan itu muncul, Rosa masih bisa merasakan sakitnya walau tidak separah dulu.
"Sudah ngomongnya" nek Rumi menghentikan ocehan cucu laki-lakinya, mungkin bisa melihat kesedihan Rosa yang di sembunyikan.
"Tapi masih seru Nek"
"Sudah Rafa, bantu angkat masakan ke atas meja makan, habis magrib kita makan malam"
"Siap Nek"
Rosa tersenyum, Nek Rumi mendekat, mengusap punggung Rosa pelan, "Semua ada masanya, Bahagia dan duka itu sudah di atur oleh yang Maha Kuasa, setiap kejadian ada hikmahnya, dan nenek tau, Cucu-cucu nenek ini adalah orang-orang kuat yang dipilih untuk menjalani takdir yang sudah di gariskan, nenek bangga pada kalian"
Berbalik, ada air mata yang menggenang, dan Rosa segera memeluk neneknya dengan penuh kasih sayang, "Terimakasih Nenek selalu ada untuk menguatkan kami" ucapnya lirih.
"Loh kok pelukan gak ngajakin, ikut!" seru Rafael dan langsung bergabung, tawa seketika pecah di dapur sederhana, kebahagiaan yang selalu Rosa rindukan setiap hari, Rumah dan keluarga yang hangat.
Setelah melakukan ibadah bersama, meja makan terisi untuk menikmati makan malam bersama, sederhana, tapi sangat menggugah selera, sambal dan lauk pauk serta sayuran siap di santap.
Baru saja Rosa hendak memasukkan nasi ke mulutnya, tiba-tiba saja terdengar suara seseorang mengucap salam.
"Ada tamu" ucap Nek Rumi sambil melihat ke arah Rafael, memberi tanda.
"Biar aku yang ke depan kak"
"Hem"
Satu suapan dilanjutkan, Rosa merasakan nikmatnya sambil tersenyum pada neneknya, namun tak lama mendengar suara gaduh yang tak biasa.
"Ada apa?" tanya Rosa.
Nenek dan Rosa segera beranjak dari tempat duduk, menyusul Rafael yang terdengar berkata sedikit keras pada tamunya.
"Rafa?" Rosa memanggil adiknya dan bisa melihat siapa yang datang.
"Kamu Nia?" dadi belakang Rosa Nek Rumi menyapa dengan raut wajah yang sudah berubah.
"Iya Bu, ini cucu-cucu ibu sepertinya salah didikan, menyambut tamu kok gak ada aturan, ditanya sedikit langsung main gas jawabnya, gak sopan itu namanya" ucap Nia yang masuk dan duduk begitu saja.
Nek Rumi hanya menghela nafasnya, menyuruh Rafael masuk untuk melanjutkan makannya.
"Ros, temani adikmu makan"
"Eh, tidak bisa, aku perlu ngomong sama dia Bu, ini pentung, darurat, dan harus kita selesaikan"
"Nanti habis makan malam, kalau kamu gak sabar, pulang saja dulu"
"loh, ibu ngusir, aku ini anak mu Lo Bu, anak kandungmu"
"Dan mereka juga cucu kandungku, kamu lupa?"
"Nek sudah, Nenek aja yang nemani Rafa, biar aku bicara dengan bulek Nia"
Nek Rumi melihat ke arah Rosa, tersenyum dan berbalik pergi, Rosa berjalan duduk di hadapan Nia yang sepertinya sudah tidak sabar ingin membicarakan sesuatu dengannya.
"Batas waktunya hampir habis" ucap Nia tiba-tiba, membuat Rosa mengerutkan keningnya.
"Batas waktu apa maksud bulek?"
"Batas waktu mu, pilihanmu Rosa, kamu memutuskan yang mana?"
"Apa yang perlu aku putuskan bulek?, tidak ada juga pilihan, kalau yang bulek maksud aku harus menerima tawaran menikah dengan anak juragan Tanah atau pergi dari rumah ini karena bulek memintanya sebagai hak waris yang belum sah"
"loh, gimana to kamu itu, bukannya sudah jelas bulek ngomongnya, Nenek mu itu belum ngasih apapun padaku, uangnya sudah di habiskan buat biaya kuliah ibumu, dan yang tersisa hanya rumah ini, Yo jelas to, rumah ini hak siapa"
"Rumah ini punya nenek bulek, dan nenek masih sehat sampai sekarang, lalu maksud bulek apa?, mau ngusir pemilik sah rumah dan tanah, bulek sudah gila?"
"Heh, apa kamu bilang, Bocah kurang ajar, ngatain aku gila, asal kamu tau ya, ibu mu itu yang gila, sok-sokan makan semua harta untuk mengejar cita-cita, nyatanya mana?"
"Cukup Nia!" Nek Rumi sudah muncul di sana, berjalan dan duduk di samping Rosa, memegang tangannya perlahan untuk menguatkan.
"Mau kamu itu apa?" Nek Rumi menatap tajam anaknya.
"Mengambil hak ku Bu, aku juga masih berbesar hati mencarikan solusi lain, tapi cucu kesayangan ibu ini memang keras kepala persis kayak ibunya"
"Tidak perlu menyinggung seseorang yang sudah tenang di sana, urusan mu dengan ibu kalau soal warisan, dan Rosa tidak akan menanggung sesuatu yang bukan urusannya, kamu punya hutang bayar sendiri, kamu minta warisan akan ibu beri"
"Tidak Nek, ini satu-satunya harta kita, banyak kenangan di sini, Rosa tidak mau_"
"Jangan serakah kamu!" sentak Nia terlihat murka.
"Diam!" Nek Rumi terlihat marah kali ini.
"Ambil Rumah ini, dan jangan pernah ganggu kami"
"Nek, Rosa gak mau, Rumah ini milik nenek, bulek Nia gak ada hak mengambilnya!"
"Rosa!"
Nek Rumi membentak, dan Rosa merasa tidak terima, berlari dan membanting pintu keluar dari rumah begitu saja.
Apa yang terjadi nih, Rosa kemana?, Komeng dong, Bersambung.
🤦🤦🤦