NovelToon NovelToon
Sulastri, Aku Bukan Gundik

Sulastri, Aku Bukan Gundik

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Cerai / Penyesalan Suami / Era Kolonial / Balas Dendam / Nyai
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Anna

“Sekarang, angkat kakimu dari rumah ini! Bawa juga bayi perempuanmu yang tidak berguna itu!”

Diusir dari rumah suaminya, terlunta-lunta di tengah malam yang dingin, membuat Sulastri berakhir di rumah Petter Van Beek, Tuan Londo yang terkenal kejam.

Namun, keberadaanya di rumah Petter menimbulkan fitnah di kalangan penduduk desa. Ia di cap sebagai gundik.

Mampukah Sulastri menepis segala tuduhan penduduk desa, dan mengungkap siapa gundik sebenarnya? Berhasilkah dia menjadi tengkulak dan membalas dendam pada mantan suaminya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sulastri 27

Petter berjalan tegas menuju mobil yang sudah disiapkannya sejak pagi buta. Sedan chevrolet styleline keluaran tahun 1949 warna abu-abu tua. 

Mobil mewah yang dikirim langsung dari Amerika dua tahun lalu, itu jarang sekali keluar dari garasi rumahnya, kecuali saat pertemuan Vereeniging Van Ondernemers in Nederlandsch-indië(VONI) [Asosiasi pengusaha/ tuan tanah dan perkebunan yang ada pada masa kolonial], atau pertemuan-pertemuan penting lainnya. 

Sulastri terpaku begitu keluar dari dalam rumah, matanya tak berkedip, bibir ranumnya melongo—terpesona. Seumur hidup ini pertama kalinya dia melihat mobil mewah, ditambah laki-laki tampan dengan setelan jas rapih yang duduk di belakang kemudi. Membuatnya nyaris tak bisa bergerak dari tempatnya berdiri. 

Petter yang melihat itu dengan sengaja menekan klakson hingga wanita ayu itu terlonjak dari raut terpesonanya. 

“Kita bisa terlambat kalau tidak cepat-cepat berangkat!” seru Petter dari dalam mobil. 

Sulastri menggaruk tengkuknya yang tak gatal, seraya berjalan mendekat. Alisnya mengernyit tipis, rautnya kikuk saat akan membuka pegangan pintu.

Petter tersenyum samar, lalu lekas turun dan membukakan pintu. “Cepat naik,” titahnya. “Koe duduk bekakang.” Liriknya pada Dasim yang turut serta pagi itu. 

Sulastri menapakkan tekleknya dengan ragu, pun Dasim yang dengan ndeso memantul-mantulnya bokongnya di kursi jok belakang yang empuk. 

Suara khas mesin 6-silinder lama menggerung rendah membelah jalanan, anak-anak desa berlarian di belakang, mengejar sembari berteriak girang. 

“Mobil orang berduit lewat ….” 

“Mobil orang berduit lewat ….” 

Chevrolet styleline keluaran tahun 1949

Di kursi kayu ruang tunggu pengadilan agama, Pramono menggerakkan kakinya dengan gelisah. Sidang akan dimulai sepuluh menit lagi, pihak lawan sudah berjejer dengan wajah congkak di dalam ruangan berdinding kapur kusam. Namun, wanita yang dinantikannya belum nampak batang hidungnya.  

Pramono menarik napas lega saat medengar suara teklek memasuki gedung, wajahnya berbinar, senyum manis terulas singkat, lalu berganti masam saat melihat laki-laki berjas rapih, berjalan dengan tenang di samping wanita ayu yang selalu mencuri perhatiannya. 

“Apakabar, Mr. Pramono,” sapa Petter sembari mengulurkan tangan. 

“Kabar baik, Tuan, Anda sendiri, bagaimana?” balas Pramono. 

“Baik,” jawab Petter singkat. 

Pramono kemudian beralih menyalami Sulastri dan Dasim. “Bagaimana kabar sampean hari ini, saudari?” 

Sulastri menyambut uluran tangan Pramono sembari senyum tipis terulas. “Saya baik, Tuan.” 

“Mari masuk, pihak lawan sudah berada di dalam,” ajak Pramono kemudian. 

Mereka pun masuk beriringan ke ruang sidang, wajah-wajah penuh intimidasi di kursi kayu yang memanjang, menatap Sulastri dengan sinis, sebagian menggunjing pelan sebagian lagi dengan sengaja meneriakkan hinaan. 

Sidang pembuktian memang diadakan terbuka atas usul Hassan, yang mengatakan Sulastri sebagai contoh kebobrokan moral wanita, sekaligus memberi pandangan masyarakat untuk menilai langsung kasus yang menggegerkan desa mereka. 

Hassan menyambut dengan tatapan remeh, bibir tebalnya menyunggingkan senyum sinis. “Bukankah hakim ketua sudah mengingatkan untuk disiplin dan hadir tepat waktu? Kalian membuang waktu kami beberapa menit karena sikap santai itu!” 

Pramono melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya, alisnya menukik pelan, kemudian menunjuk jam bundar yang berdetak tenang di dinding ruangan.

“Masih ada waktu lima menit, Bung,” balasnya.  

Pramono kemudian mempersilahkan Petter dan Dasim duduk di kursi barisan saksi sedang Sulastri duduk di kursi penggugat berdampingan dengan dirinya dan jaksa. 

Pramono melirik pelan, jari-jarinya menyusup kebawah meja mengusap lembut tangan Sulastri yang bergerak gelisah. Sulastri sedikit tersentak lalu dengan cepat menarik tangannya untuk di letakkan di atas meja. 

Tidak lama langkah tegas sepatu pantopel yang di semir mengkilat memasuki ruangan, Slamet dan dua majelis hakim lainnya memasuki ruang sidang, kemudian duduk di kursi kebesarannya. 

“Apakah semua sudah datang?” tanya laki-laki sepuh berbadan gempal itu. 

“Sudah, Pak.” Pramono dan Hassan menyaut bersamaan. 

“Baik saya akan memulai sidang pagi ini, saya harap semua mengikuti persidangan dengan tenang dan disiplin. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Sidang pembuktian kasus perceraian saudari Sulastri sebagi penggugat dan Saudara Kartijo selaku tergugat dengan nomor perkara ​09/C/1953/PA.YK,  resmi saya buka.”

Tok! 

Slamet mengetok palunya dengan mantap dan tegas. 

“Baik, saudari pengggugat silahkan sampaikan isi gugatan Anda terlebih dahulu.” 

Sulastri menghelas napas dalam, matanya memejam sejenak—mengumpulkan keyakinan, kemudian mulai membuka suara dengan lugas. 

“Saya menuntut saudara Kartijo menceraikan saya dan memohon hak asuh atas anak yang saya lahirkan, untuk jatuh ke tangan saya.”  

Slamet mengangguk pelan, jari-jari pendeknya membuka lembaran-lembaran berkas yang menumpuk di depannya. 

“Saudari penggugat, apa yang mendasari saudari tetap bersikukuh ingin bercerai dari suami saudari, bukankah di sidang mediasi minggu lalu suami saudari sudah mengatakan ini sebuah kesalahpahaman?” Slamet mulai melontarkan pertanyaan, suaranya datar tanpa penekanan. 

“Benar, tapi apa yang di lakukan saudara Kartijo terhadap saya, sangat sulit untuk bisa saya terima kembali,” jawab Sulastri. 

“Bisa saudari ceritakan secara singkat, perlakuan apa yang membuat saudari tidak bisa menerima permohonan saudara tergugat?” 

Sulastri kembali menghela napas, hatinya memanas kala harus mengingat kejadian kelam beberapa bulan silam. “Saudara Kartijo mengusir saya dari rumahnya hanya karena saya melahirkan seorang putri dan memilih gundik yang melahirkan anak laki-laki.” 

“Berarti alasan utama, bukan karena saudari tidak mau di madu, tapi karena saudari terusir dari rumah?!” 

Sulastri terdiam sejenak, matanya mengerjab pelan. “Benar, Pak hakim ketua,” sahut Sulastri akhirnya. 

“Baik. Saudara pengacara, ada yang ingin di tambahkan?” tanya Slamet kemudian memberi kesempatan pihak lawan. 

Hassan dengan penuh percaya diri beranjak dari kursinya. Tangan kirinya memegang beberapa lembar berkas. 

“Terimakasih, Hakim ketua. Saudari penggugat, saya akan mengajukan beberapa pertanyaan, tolong Anda jawab dengan singkat.” Hassan berjalan keluar dari kursinya.

“Saudari penggugat, Anda baru saja mengatakan, Anda mengajukan perceraian ini karena diusir oleh klien saya, benar?” 

“Benar.” 

“Bukankah di sidang mediasi sebelumnya Anda mengatakan, pengajuan ini Anda lakukan karena Anda tidak mau di madu?” 

Sulastri mengangguk mantap. 

“Lantas kenapa keterangan Anda hari ini berbeda? Apakah ada yang menuntun Anda, dalam artian memaksa Anda menyampaikan hal yang tidak semestinya?!” Hassan mencerca dengan suara lantang dan tatapan tajam. 

Sulastri terdiam, matanya mengerjap gelisah. Dia hanya diminta untuk mengatakan yang sebenarnya oleh Pramono, namun hal itu justru bagai jebakan untuknya.  

Sulastri masih bergeming saat Hassan kembali mengulang pertanyaannya. Pengacara nyentrik itu nampak tersenyum puas melihat raut gelisah di wajah ayu yang sedikit memucat. 

“Cukup. Hakim ketua, sepertinya diamnya penggugat sudah dapat kita simpulkan ada apa di balik tuntutannya.”  

Hassan kemudian kembali ke tempat duduknya, ekor matanya melirik Pramono yang memainkan ballpoint di jarinya. 

Slamet nampak membuka lembar kertas berikutnya, kemudian menatap khalayak yang berkasak-kusuk di kursi tunggu. 

“Harap tenang!” ujarnya, kemudian kembali melanjutkan persidangan. “Baik, saudari penggugat silahkan duduk kembali. Kita akan mendengarkan saksi dari saudari penggugat. Saudara pengacara, saksi bernama Dasim, benar?” 

Pramono menjawab dengan tegas. “Benar.” 

“Saudara Dasim, silahkan maju kedepan dan melakukan sumpah.” Slamet melanjutkan perintah. 

Dasim maju kedepan dengan percaya diri, penampilan pemuda hitam manis itu nampak berbeda, dengan celana kain dan kemeja putih milik Petter yang sedikit kebesaran di badan cungkringnya. 

Slamet kemudian mengintruksikan Dasim untuk bersumpah sesuai aturan persidangan. 

“Apakah saudara bersedia memberikan kesaksian dengan sebenar-benarnya, menurut pengetahuan saudara sendiri?” 

“Ya, saya bersedia.” 

“Demi Allah saya akan berkata benar, tidak menambah dan mengurangi sesuai dengan apa yang saya ketahui sendiri tentang perkara ini.” Slamet menuntun Dasim melakukan sumpah.

“Demi Allah, saya bersumpah.” 

Bersambung. 

Pemabacaku yang baik hati … 

sebelumnya saya mau minta maaf, 

ada kesalahan penulisan di bab 24 saat sidang mediasi. Seharusnya Petter dan Amina dipanggil untuk sidang pembuktian bukan pembacaan perkara, karena setelah saya teliti, apa yang saya tulis di bab 24 sudah mencakup mediasi dan perkara. 

Sebagai permintaan maaf, saya akan merilis 1 bab lagi nanti jam 20.00. 

Terimakasih untuk pengertiannya. 

Anna.🍁

1
Sayuri
g prlu d permalukan kmu dh malu2in kok
Anna: Nggak sadar diri emang.
total 1 replies
Sayuri
otak anakmu itu di urut. biar lurus
Anna: Laa emaknya aja ....🤧
total 1 replies
Sayuri
buah jatuh spohon2nya
Anna: Nahh ...🤣
total 1 replies
Sayuri
ngapa g rekrut karyawan baru sih buk
Anna: Dia juga tak tahannn 🤣
total 1 replies
Sayuri
comelnya🥰
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
Sayuri
peter nyebut gak lu. pelan2 woy. awas kejungkang si sul
Anna: Suka keceplosan 😭
total 1 replies
Sayuri
lihat sul. anak yg g di akuin bpknya. tp brharga di org yg tepat
Anna: Jadi anak emas🫶
total 1 replies
Sayuri
bisa aja lu no
Anna: Remaja vintage 😭
total 1 replies
Sayuri
kok sedih y 😔
Anna: makanya mereka berharap Petter nikah, ehh ... ketemu Sulastri🤭
total 1 replies
SooYuu
gundik juga kek anaknya pasti
Anna: Ituu anu .... ituu 🤧
total 1 replies
SooYuu
keturunan ternyata 😭😭
Anna: buah jatuh sepohon-pohonnya🤣
total 1 replies
SooYuu
apa maksudmu, Meneer?????
Anna: ngaku-ngaku🤧
total 1 replies
Nanda
mending simpen energi gue buat yang lebih penting ketimbang ampas ini
Anna: Wkwkwkwkkk ... bangkotan tak tau malu🤧
total 1 replies
Nanda
jangan bilang Peter itu anaknya Rasmi?? atau mantan gundiknya ayahnya Peter??
Anna: Mana yang lebih seru? 🤭
total 1 replies
CallmeArin
uluh uluhh lutunaaaa😍
Anna: 🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶🫶
total 1 replies
Sayuri
profesional bung. jgn gitu
Anna: Cari-cari kesempatan.
total 1 replies
Sayuri
gk. g ada yg di kuasai emosi d sni. ini udh berbulan2. lastri mengambil keputusan bukan krna emosi lg, tp krn kesadaran sndiri.
Anna: Yeeheeee 🫶
total 1 replies
Sayuri
ayo jgn gugup. ini kesempatan mu
Anna: Libass habis, ya
total 1 replies
Sayuri
wkwkwkwkwk mamphossssss
Sayuri
awas mulutmu di tempiling pakai buntut ikan
Anna: Ngikk-ngikk ... Kakk komenmu selalu jadi mood benget loo🫶
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!