Angkara Afrizal Wijaya, ketua osis yang kehidupannya hampir sempurna. Tetapi, karena kehadiran adik kelas yang sangat menyebalkan. Kesehariannya di sekolah bagaikan neraka dunia.
Dia adalah Alana, gadis gila yang selalu mengejar-ngejar cinta seorang Angkara tanpa kenal lelah. Alana adalah ketua geng motor Avegas.
"Kak Angkasa!"
"Nama aku Angkara!"
"Tetap saja aku akan memanggilmu Angkasa, Angkara Sayang."
Kisah cinta abu-abu pun di mulai! Akankah gadis gila seperti Alana, mampu meluluhkan hati ketua osis galak?
Follow tiktok: Cepen
Ig: tantye005
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 ~ Ingin seperti mereka
"Ya ampun sayang wajah kamu kenapa seperti ini?!" Mommy Alana terpekik melihat putrinya pulang-pulang ditemani oleh dua lelaki yang dia kenali sebagai teman.
Bagaimana tidak, wajah Alana telah babak belur. Sudut bibirnya terluka, hidungnya memar dan pipinya pun sama. Anehnya, Alana sama sekali tidak mengeluarkan ringisan apapun, benar-benar bermental baja seperti daddynya.
"Kita mengantar sampai pintu saja Tante," ucap Gio sopan.
"Iya nggak apa-apa, makasih ya Nak sudah mengantar putri nakal tante pulang."
"Sama-sama Tante." Jayden mengangguk patuh dan segera meninggalkan rumah ketuanya dengan kondisi wajah yang sama.
Namun, inti Avegas tidak sia-sia menyerang Devano secara brutal, terbukti mereka bisa mengembalikan tanah itu pada pedagang yang berwenang dengan memaksa Devano tanda tangan disertai materai sebelum melepaskannya bersama geng All Star.
"Jago benar ya putra mommy," puji mommy Alana sekalian menyindir. Tetapi yang disindir tampak acuh memainkan ponselnya sambil menikmat pengobatan sang mommy yang sangat lembut di wajahnya.
Sesekali ringisan keluar dari mulutnya, tetapi tidak sampai di dengar oleh mommynya. Lagi pula dia juga manusia bisa merasakan sakit jika terluka, bedanya ia terlalu tahan banting untuk ukuran seorang perempuan.
"Lana sedang memperjuangkan keadilan Mom, jadi jangan marah-marah."
"Keadilan-keadilan! Itu bukan tugas kamu tapi tugas yang berwajib!"
"Mommy mah begitu." Alana mengerucutkan bibirnya. "Btw daddy mana? Kok Lana nggak melihat. Biasanya daddy yang menunggu Lana pulang."
"Daddy keluar kota, pulangnya subuh."
"Syukurlah." Alana tersenyum lebar. Segera mencium pipi mommynya dan berbaring di ranjang. "Selamat tidur mommy cantik." Membungkus tubuhnya dengan selimut tebal, membuat sang mommy menghela napas panjang melihatnya.
Wanita paruh baya itu segera keluar dari kamar sang putri. Menutup pintu pelan usia mematikan lampu kamar.
....
Berbeda dengan penyambutan orang tua Alana, penyambutan yang di dapatkan oleh Devano bukan sebuah kelembutan, tetapi pukulan keras yang menambah rasa sakit ditubuhnya.
"Sampai kapan kamu akan berbuat seperti ini Vano!" bentak Aron dengan mata memerah. Aron sangat geram tahu putranya kembali tawuran dengan Avegas dan saling melukai.
Aron tidak ingin putranya terluka, begitupun dengan seorang gadis yang menjadi musuh Devano sendiri.
Mata Devano memerah, ia menatap penuh kecewa pada daddynya. Setiap kali terluka dan berurusan dengan Avegas, pria itu tidak pernah membelanya meski sebentar saja.
"Sebenarnya Daddy kenapa hah?! Daddy selalu menyalahkan Vano di setiap keadaan yang terjadi. Daddy nggak pernah menanyakan keadaan Vano terlebih dahulu!" bentak Devano dengan tubuh bergetarnya.
Tubuhnya memang sakit, tetapi tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya. Ia ingin mendapatkan kasih sayang dari sosok bernama daddy, tetapi tak pernah sekalipun ia merasakannya. Harta dan kekuasaan ia mendapatkan semuanya, tetapi untuk apa jika tanpa dampingan orang tua?
"Kamu yang mencarinya sendiri Vano!"
"Sudahlah, berdebat dengan daddy hanya akan menguras tenaga Vano yang telah hilang." Devano berlalu begitu saja.
Dalam hatinya sedang menyumpah serapahi Alana karena gara-gara dia semuanya jadi seperti ini. Kekuasaannya telah direbut paksa, daddynya pun selalu memihak gadis itu tanpa ada alasan yang jelas.
Devano membanting pintu kamarnya sehingga menimbulkan suara cukup nyaring di telinga sang daddy.
"Gue bersumpah akan membalasmu di sekolah Alana!" geram Devano mengepalkan tangannya, menatap dirinya dari pantulan cermin hingga melihat betapa berantakan penampilannya sekarang. Rambut yang acak-acakan dan wajah penuh luka. Lehernya mendapatkan luka cakaran dari Alana yang mempunyai kuku cukup tajam.
"Seorang perempuan nggak akan bisa mengalahkan Devano! Alana barus berada di bawah kendaliku baik dalam dunia game atau pun geng motor!"
....
"Selamat pagi daddy ku sayang!" seru Alana yang baru saja sampai di meja makan. Gadis itu tersenyum lebar padahal wajahnya masih saja lebam.
Dito mendelik melihat tingkah putranya yang selalu saja urak-urakan. Ia pun telah mendengar semua tentang Alana dari sang istri saat di kamar tadi.
"Nggak lupa sama rencana hari ini?" tanya Dito setelah putrinya duduk di meja makan.
"Nggak dong, masa iya Lana lupa padahal jalannya sama kak Kara."
"Dengan wajah seperti itu?" Kening Dito mengerut.
"Lalu kenapa? Mau wajah Lana terluka lebih parah pun ya tetap cantik. Kak Kara akan selalu cinta." Alana menyibak rambutnya ke belakang.
"Mirip siapa kamu ini? Daddy dulu nggak senakal kamu." Dito menggelengkan kepalanya tak percaya. Memang benar saat ia muda dulu tak seurakan Alana. Tentang mencintai pun ia selalu mencintai dalam diam, bukan seperti putrinya yang mencintai secara ugal-ugalan. Menerobos angin dan badai hanya untuk mendapatkan pujaan hati.
Terbukti, Alana rela mempertaruhkan masa mudanya dengan menikahi Angkara. Menemani lelaki itu hingga keluar dari trauma yang sedang di alami.
mana dia nggak dkasih anak lagi
kasiaan banget,
seakan disini marwah dito dipertaruhkan