Rasa sakit yang Maura rasakan saat mengetahui Rafa menikah dengan wanita lain tidak sebanding dengan rasa sakit yang kini dia rasakan saat tahu dirinya tengah hamil tanpa tahu siapa lelaki yang sudah membuatnya hamil.
Kejadian malam dimana dia mabuk adalah awal mula kehancuran hidupnya.
Hingga akhirnya dia tahu, lelaki yang sudah merenggut kesuciannya dan membuatnya hamil adalah suami orang dan juga sudah memiliki seorang anak.
Apa yang akan Maura lakukan? Apakah dia akan pergi jauh untuk menyembunyikan kehamilannya? Atau dia justru meminta pertanggung jawaban kepada lelaki itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
"Jadi gosip tentang Dokter Bian sama Keponakannya Dokter Andre itu benar?" Tanya Irene memastikan kalau gosip yang dia dengar beberapa hari yang lalu itu benar adanya. Apalagi hari ini dia mendapati Fabian tidak masuk kerja. Sudah dipastikan kalau berita itu benar adanya.
"Aku nggak tahu gosip itu benar apa tidak." Jawab Danu. "Tapi dengar-dengar, Dokter Fabian surat ijin praktek nya dicabut sementara. Nggak tahu sampai kapan." Ungkap Danu yang tadi tidak sengaja mendengar obrolan para dokter selesai rapat pagi tadi.
"Aku tadi juga dengar berita itu juga sih." Sahut Irene. "Jadi benar Dokter Bian selingkuh dengan keponakannya Dokter Andre? Ya ampun!! Kasihan banget yang jadi mantan istrinya itu. Dokter Bian ternyata seperti itu ya." Irene berpendapat jelek tentang Fabian. Rasa kagumnya pada Fabian hilang seketika setelah mendengar kabar berita gosip tentang Fabian.
"Kita belum tahu kebenarannya. Jangan asal menyimpulkan dulu tentang berita perselingkuhan itu. Kasihan mereka yang kena fitnah. Apalagi Dokter Bian senior kita, banyak membimbing kita. Dan untuk wanita itu, kita harus hati-hati. Jangan sampai menyinggung dia atau karier kita yang jadi taruhannya." Vira ikut berpendapat, tapi dia tidak menyalahkan Fabian maupun Maura. Dia hanya tidak begitu percaya dengan berita perselingkuhan itu, tapi soal Fabian yang menghamili Maura dia percaya. Entah itu dinamakan perselingkuhan atau hanya sebuah kecelakaan, Vira tidak tahu. Yang pasti Vira yakin kalau berita gosip itu hanya kesalahpahaman saja.
"Iya Irene. Kita belum tahu kebenaran berita itu." Danu menyetujui apa yang Vira katakan. "Kita hanya mendengar sekilas saja, siapa tahu kebenarannya bukan seperti itu. Tidak mungkin Dokter Bian yang super sibuk bisa selingkuh. Apalagi hampir dua puluh empat jam waktu Beliau berada di rumah sakit." Danu ikut mengeluarkan pendapatnya tentang Fabian.
"Tetap aja Dokter Bian sudah jahat. Bisa-bisanya menghamili putrinya keluarga Abrisam disaat masih punya istri." Irene sepertinya sudah termakan gosip tentang Fabian juga Maura. Dia tetap berpikir kalau Fabian itu seorang lelaki yang jahat dan tidak berperasaan.
"Bisa tidak kalian berhenti ngegosip terus dan fokus pada kerjaan kalian." Tegur Gerry yang kupingnya terasa panas mendengar rekan kerjanya yang lain menjelekkan Fabian, sesama rekan kerja mereka.
Ingin rasanya Gerry mengungkapkan kebenarannya kenapa Fabian bisa seperti itu, tapi tidak dia lakukan mengingat saat ini hidup dan mati adiknya berada di tangan Raka. Kalau dia mengungkap kebenarannya sekarang, yang ada adiknya yang tengah koma tidak akan selamat. Karena hanya tinggal adiknya itulah keluarga Gerry satu-satunya.
"Sini!!" Vira menarik Irene sebelum dokter muda itu membalas teguran dari Gerry. Vira mengajak Irene untuk keluar daripada nantinya bertengkar dengan Gerry mengingat keduanya sering adu mulut tiap kali bertemu.
Raka yang duduk di meja kerjanya hanya tersenyum tipis mendengar perdebatan rekan kerjanya soal Fabian. Dia membuka laci kerjanya dan melihat sebuah ponsel mati tergeletak didalam laci. "Terima kasih atas kerjasamanya." Ucap Raka lirih dengan senyum miringnya. Dari ekspresi terlihat sekali kalau dia begitu senang.
🌷🌷🌷
Sore ini Amelia berkunjung ke rumah Maura. Dia ingin melihat keadaan rekan kerjanya sekaligus temannya itu. Meski dia kemarin sudah datang, tapi hari ini dia tetap datang mengingat di rumah Maura hanya sendiri. Walau sebenarnya ada Oma Lea dan Caca sama Evan juga, tetap saja menurut Amelia, Maura sendirian di rumah.
"Ra!!" Panggil Amelia saat menatap bangunan rumah yang begitu besar dan megah dari halaman belakang. Maura hanya berdehem saja karena fokus pada laptopnya, membaca file yang Bara kirim ke email nya. "Ayah kamu nggak ingin punya anak lagi apa? Atau ingin adopsi anak mungkin?" Tanya Amelia dengan senyum-senyum sendiri.
Maura memicingkan sebelah matanya menatap Amelia, dia menggeleng kepala heran dengan temannya itu. Setiap kali datang ke rumah pasti pertanyaan itu selalu yang keluar dari mulut Amelia. Padahal Amelia sendiri juga dari kalangan keluarga berada, tapi tetap saja ingin diadopsi sama keluarga Abrisam.
"Ayah nggak ingin Bunda hamil lagi. Kalaupun mau adopsi anak, itu bukan kamu yang akan diadopsi. Udah bisa cari uang sendiri masih aja minta diadopsi. Malu tuh sama kucing tetangga." Canda Maura dengan mencibir Amelia.
"Kalaupun aku diadopsi Ayah kamu, aku akan jadi kakak kamu. Jadi kamu harus memanggil ku, kakak. Aku akan jadi anak tertua di keluarga Abrisam." Amelia masih saja membayangkan kalau dirinya bakal diadopsi keluarga Abrisam.
"Males banget punya kakak macam kamu." Timpal Maura dan berdiri dari duduknya sambil memegang ponselnya yang ada panggilan masuk dari Bara.
Amelia mendengkus kesal pada Maura dan membiarkan temannya itu menerima panggilan telepon. Dia melambaikan tangannya saat melihat Anggie baru saja datang. Mereka tadi memang janjian main ke rumah Maura.
"Kenapa itu muka ditekuk macam baju belum disetrika?" Tanya Amelia saat melihat wajah Anggie yang nampak kusut seperti banyak pikiran.
Anggie menjatuhkan bobot tubuh ke atas kursi dan mengambil segelas jus yang entah itu milik siapa. Dia langsung menandaskan isi jus itu dalam sekali teguk.
"Anda kehausan, Bu Dokter? Itu ada air kolam masih banyak, Anda bisa meminumnya langsung sekalian mandi biar seger." Ujar Amelia dengan geram karena segelas jus yang Anggie minum adalah miliknya. Dia tadi baru sedikit meminumnya, tapi sekarang justru habis di minum Anggie semua.
"Kau duluan. Nanti aku akan nyusul." Balas Anggie dengan lemas dan memejamkan matanya. Dia begitu lelah hari ini, tapi tetap saja sepulang kerja bukannya langsung pulang dan istirahat melainkan main ke rumah Maura terlebih dahulu.
"Dia kenapa?" Tanya Maura setelah selesai mengobrol dengan Bara melalui sambungan telepon. Dia melihat Anggie yang sepertinya sangat lelah.
Amelia hanya mengangkat bahunya acuh. Dia kesal karena minumannya dihabiskan sama Anggie. Padahal bisa saja dia bilang ke pelayan untuk meminta minum lagi, tapi rasa malas dan kesalnya sudah tumbuh duluan karena ulah Anggie.
"Ra!!" Panggil Anggie terdengar seperti bergumam.
"Kalau kamu ngantuk tidur aja di kamar, Nggie." Kata Maura yang kasihan melihat Anggie.
Anggie menggeleng dan membuka kedua matanya. Dia duduk dengan tegap dan rileks sambil menatap Maura. Dia mengambil nafas sejenak dan dia hembuskan perlahan. "SIP nya Fabian dicabut sementara waktu karena berita gosip kalian." Ungkap Anggie memberi tahu Maura tentang kabar Fabian saat ini meski temannya itu tidak bertanya.
"SIP!" Ulang Maura yang nampak kaget mendengar apa yang baru saja Anggie ungkapkan. Dia kemarin memang diberi tahu sama Anggie tentang berita yang tersebar di rumah sakit, tapi dia tidak menyangka kalau akhirnya Surat Ijin Praktek kedokteran Fabian dicabut sementara waktu.
"Gosip apa?" Tanya Amelia yang memang belum tahu tentang gosip apa yang mereka katakan.
Bukannya menjawab pertanyaan Amelia, Anggie justru kembali mengatakan sesuatu. "Iya, Ra. Hari ini dia sudah tidak masuk kerja lagi, tempat prakteknya juga digantikan dokter lain saat ini. Aku penasaran siapa sebenarnya orang yang sudah menyebar berita itu. Padahal jelas-jelas kami semua tutup mulut dan juga ponselnya Susi hilang sebelum kejadian. Tapi anehnya orang yang menyebar berita itu pakai ponselnya Susi, bahkan pakai nomor nya juga. Siapa kira-kira dia? Apa dia juga bekerja di rumah sakit?"
Maura masih diam saja tidak merespon perkataan Anggie. Dia tidak mempermasalahkan berita gosip itu, mau tersebar atau tidak memang kenyataannya seperti itu. Tapi Fabian, bagaimana dengan nasibnya. Apa karier nya akan hancur. Maura merasa sedih membayangkan karier Fabian bakal hancur, pasti lelaki itu akan sangat terpukul.
"Ra!! Kamu mau kemana?" Teriak Amelia saat melihat Maura yang tiba-tiba pergi tanpa permisi.
"Mungkin dia mau ketemu sama Fabian." Tebak Anggie yang entah kenapa bisa berpikiran seperti itu.
"Apa Maura sudah ada rasa sama Fabian?" Sahut Amelia yang merasa sikap Maura berubah setelah mengenal Fabian.
"Ku rasa begitu, tapi nggak tahu juga ya." Timpal Anggie.
Maura sendiri saat ini sudah berada di dalam mobil miliknya. Dia menuju ke alamat rumah Fabian. Dia juga menghubungi nomor lelaki itu, namun sayangnya justru operator yang menjawab. "Dia kemana sih. Kenapa juga nomor nya harus nggak aktif." gerutu Maura yang kesal bercampur cemas karena ponsel Fabian tidak bisa dihubungi. "Aku harap kamu tidak melakukan tindakan bodoh hanya karena masalah ini."