Bismillah karya baru,
Sudah tiga tahun Elyana menikah dengan Excel Damara, seorang Perwira menengah Angkatan Darat berpangkat Kapten, karena perjodohan.
Pernikahan itu dikaruniai seorang putri cantik yang kini berusia 2,5 tahun. Elyana merasa bahagia dengan pernikahan itu, meskipun sikap Kapten Excel begitu dingin. Namun, rasa cinta mengalahkan segalanya, sehingga Elyana tidak sadar bahwa yang dicintai Kapten Excel bukanlah dirinya.
Apakah Elyana akan bertahan dengan pernikahan ini atas nama cinta, sementara Excel mencintai perempuan lain?
Yuk kepoin kisahnya di sini, dalam judul "Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten"
WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Pergi
Elyana segera masuk kamar, untung saja Nada masih anteng. Dia tumben tidak rewel, seakan tahu apa yang sedang diupayakan mamanya. Namun, air mata itu tiba-tiba kembali berderai. Membayangkan Nada yang harus jauh dengan papanya, sedangkan Nada memang lengket pada Excel.
Elyana segera tersadar, ini tentang batinnya yang sudah terkoyak, dia harus segera mengemasi barang-barang yang perlu banget dan belum Excel amankan.
Elyana kembali termenung, dia teringat sikap Bi Ocoh tadi di bawah. Sepertinya Bi Ocoh memang sudah diwanti-wanti Excel untuk mengawasinya agar tidak pergi. Sebegitu culasnya Excel, sampai Bi Ocoh saja sudah dia beri pesan agar mengawasi Elyana.
"Aku harus cari akal agar bisa mengelabui Bi Ocoh." Elyana bingung, dia berpikir agak lama untuk bisa keluar dari rumah ini.
Elyana tiba-tiba membuka kembali jaket Nada dan jaketnya. Setelah itu, dia segera menuju lemari, meraih beberapa bajunya dan baju Nada, lengkap dengan dalamannya. Semua dia masukkan ke dalam kantong kresek besar itu.
Setelah baju cukup, Elyana meraih tas sampirnya, yang ia isi dengan dompet, make up secukupnya, jam tangan serta benda penting seperti dotnya Nada. Tidak lupa sepatu Nada, dia masukkan ke dalam kantong kresek itu.
Setelah dirasa cukup, Elyana mengangkat kantong itu. Tapi sepertinya ada yang kurang. Elyana ada akal. Kantong itu ia tambahi atasnya kertas koran bekas yang berada di bawah kolong meja di kamarnya. Selesai.
Elyana menatap ranjang, ia bergegas lalu merapikan kembali ranjang itu, kemudian ia letakkan surat yang kemarin malam sudah ia tulis. Elyana berdiri menatap sekeliling kamar, perasaan sedih kembali menyeruak, bulir bening itu mendorong-dorong ingin keluar. Buru-buru Elyana menyekanya.
"Sayang, ayo, kita ke bawah. Kita buang sampah di kantong kresek ini," ajak Elyana seraya meraih lengan Nada. Kali ini dia tidak memangkunya. Elyana menuntun jemari Nada dengan tangan kirinya, lalu tangan kanannya ia pakai untuk menjinjing kantong kresek yang isinya baju miliknya dan Nada.
Tiba di pintu depan, Elyana membuka handle pintu. Sayang sekali, pintu itu dikunci dan kuncinya tidak ada di lubang pintu.
Elyana benar-benar prustasi, Excel benar-benar sudah menjaga ketat keamanan dia dari dalam rumah agar Elyana tidak pergi.
"Ya ampun, bagaimana ini?" bingungnya sembari berpikir keras.
"Bi Ocoh, kenapa pintu depan terkunci. Saya mau buang sampah," ujar Elyana menghampiri Bi Ocoh di dapur.
Bi Ocoh seperti orang bingung, dia diam beberapa saat. "Den Excel mengunci pintu itu dan membawanya. Sepertinya Den Excel takut kalau Nona akan pergi," ujar Bi Ocoh akhirnya.
"Kenapa suami saya melakukan itu, Bi? Tega banget menuduh saya seperti itu. Lalu ini gimana dengan sampah di dalam kantong kresek ini, barang-barang ini sudah tidak terpakai, bahkan ada satu kantong kresek lagi di depan pintu kamar saya. Kalau tidak keberatan, tolong Bi Ocoh ambil satu kantong lagi, tadi saya susah bawa Nada," ujar Elyana sedikit berbohong, dia baru saja kepikiran untuk membohongi Bi Ocoh agar Bi Ocoh meninggalkannya.
"Baiklah, Non. Non Elya tunggu saja, biar saya yang buang semua sampahnya ke depan," ujar Bi Ocoh seraya menatap Elyana penuh curiga.
"Baiklah. Saya menunggu di dapur saja sekalian membuat wedang. Cepat, ya, Bi. Saya tidak mau menumpuk barang bekas lagi di rumah, rasanya sumpek," suruh Elyana dan berharap Bi Ocoh segera menuju ke atas.
"Baik, Non." Bi Ocoh bergegas menuju tangga, sedangkan Elyana menuju dapur seraya menjinjing kantong kresek. Buru-buru dia memangku Nada dan membawanya keluar menuju pintu belakang.
Untung saja pintu belakang tidak dia kunci. Meskipun berat harus menjinjing kantong kresek dan memangku Nada, Elyana terus melangkah, dia tidak mau langkahnya keburu ketahuan Bi Ocoh.
Elyana sudah keluar dari pintu belakang, lalu berjalan secepat mungkin melalui samping rumah menuju depan, berharap tidak didahului Bi Ocoh.
"Ya Allah, semoga Bi Ocoh tidak mengejar aku."
Beberapa langkah lagi menuju pagar rumah, Elyana terus berjalan dengan cepat sambil menyeret kantong kresek itu.
Akhirnya sampai di depan pagar, perlahan Elyana membuka pintu pagar yang hanya ditutup begitu saja tidak digembok. Tubuh Elyana sudah keluar dari pagar, lalu ia berjalan meninggalkan depan rumahnya untuk segera sampai di belokan rumah.
"Hahhh hah hah hah ...." Helaan nafas lelah dan diburu perasaan takut mendera. Namun akhirnya dia sampai juga di belokan. Segera Elyana meraih Hp nya dan memesan grab.
Elyana buru-buru membuka aplikasi grab dan segera memesan, berharap pesanannya segera ada yang menanggapi. Beruntung pesanannya segera nyangkut, tiga menit kemudian grabnya akan datang.
"Ya Allah, semoga Bi Ocoh belum menyadari aku pergi. Tolong, ya Allah," doanya penuh harap.
"Sabar, ya, Sayang. Kita akan pergi ke tempat yang membuat kita nyaman dan diterima. Baik Nada ataupun Mama," hibur Elyana sembari mencium Nada dengan kasih sayang.
Sementara di rumah Excel, Bi Ocoh masih mencari kantong kresek yang dikatakan Elyana. Tapi setelah dicari, ternyata tidak ada. Bi Ocoh bingung, dia berpikir jangan-jangan kantong kreseknya masih di dalam kamar. Bi Ocoh meraih handle pintu, tapi kemudian urung, karena Bi Ocoh merasa tidak enak dan lebih memilih bertanya pada Elyana.
"Non Elya, kantongnya di mana, di depan pintu kamar tidak ada, Non?" teriak Bi Ocoh dari pagar pembatas lantai atas.
"Non, Non Elya," ulang Bi Ocoh. Bi Ocoh keheranan, karena teriakannya tidak digubris Elyana. Bi Ocoh memutuskan turun dan menghampiri Elyana.
"Lho, Non Elya tidak ada? Ke mana? Jangan-jangan buang sampah sendiri. Tapi lewat mana? Belakang? Ya Allah, jangan-jangan, Non Elya kabur. Aduhh, bagaimana ini. Aku harus bagaimana ini?" Bi Ocoh terlihat bingung, ia langsung berlari menuju pintu belakang yang ia yakini dilalui Elyana.
"Ya ampun, bagaimana ini? Aku harus hubungi suamiku atau Den Excel? Non Elya, Non, kenapa menyusahkan Bibi. Mudah-mudahan Non Elya benar ke depan untuk buang sampah. Duhhh, kalau kabur bagaimana?" bingungnya lagi merasa sedih karena takut ditegor Excel.
Sementara itu, Elyana kini sudah menaiki grab. Saat grab itu berjalan, pandangannya menuju rumah Excel yang terpaksa ia tinggalkan. Tatapnya sedih, karena bagaimanapun di rumah itu telah terbangun cinta untuk Excel yang pada akhirnya harus kandas karena hubungan Excel dengan kekasihnya terbongkar.
Elyana segera menghubungi Yeri, dia minta tolong pada Yeri untuk mencarikan dirinya rumah kontrakan untuk sementara. Karena untuk pergi jauh, Elyana masih belum terbayang akan ke mana, semetara dirinya kini bersama Nada.
"Selamat tinggal, Mas. Aku terpaksa mengalah dan pergi. Karena aku tidak ada ruang di hatimu." Air mata Elyana kembali jatuh membasahi pipi.