Kayshan shock mendengar diagnosa dokter atas Gauri, otaknya berpikir cepat untuk melakukan serangkaian prosedur medis demi kesembuhan sang anak.
Masalah timbul ketika Kay harus mencari ibu kandung putrinya. Geisha pasti akan menolak sebab teringat masa lalu pernikahan mereka. Gauri adalah pembawa petaka baginya saat itu.
Semua kian runyam manakala Gauri menolak tindakan medis dan menutup diri, Kayshan terpaksa mendatangkan seseorang untuk membujuk Gauri agar bersedia berobat sembari terus meyakinkan Geisha.
Siapa sosok lembut yang akan hadir? Mampukah dia membuat Gauri luluh? Apakah segala upaya Kayshan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35. IKATAN BATIN
Gauri diam sepanjang perjalanan. Kayshan pun sedang enggan mengajaknya bicara meski Elea berpesan bahwa dia harus sering menstimulasi agar kosakata Gauri kian luas.
Akan sangat bagus jika Gauri dikenalkan dengan lingkungan sekolah. Untuk itulah, Kayshan sejak kemarin mencoba mencari tempat pendidikan formal yang cocok untuk sang keponakan.
"Sayang, kita sampai. Lihat ke dalam, yuk ... Gauri mau sekolah, gak?" tanya Kayshan saat mobilnya masuk ke sebuah taman kanak-kanak elit.
Gauri mengintip ke sisi jendela, dia enggan turun tapi penasaran dengan suara riuh dari setiap ruangan di sana.
"School like being in jail, isn't, Daddy," gumam Gauri.
Kayshan tertawa. "Masa begitu? sekolah itu tempat bertemunya kamu dengan teman seumuran, belajar banyak hal baru dari bu guru, tiada kekangan, Sayang ... Isn't it nice to know you have got friends?" ujarnya. (Bukankah menyenangkan jika kau tahu bahwa dirimu dapat memiliki teman?)
"No. I don't need any friends at all," jawab Gauri, menatap Kayshan. "Someone watching me every second and following me around wanting to share every thing, is like being in a prison without bars." Gauri melipat kedua lengannya di depan dada.
(Gak butuh teman sama sekali. Ada seseorang yang mengawasi setiap detik dan mengikuti kemanapun, menungguku bercerita segala hal. Seperti sedang di dalam penjara tapi gak ada jerujinya)
"Whoah, dapat dari mana kalimat cerdas itu, Oyi? film TinTin or itu adalah ucapan Hermione di film Gauri Potter?" kekeh Kayshan. Keponakannya memang kadang menjangkau hal di luar nalar.
Putri Ken hanya diam. Dia sedang melancarkan aksi negosiasi dengan Kayshan. Matanya menyorot tajam sang paman yang jua tak surut memandangnya.
"Gauri ... isn't it fun when you can learn while you play? oh, come on, Baby. Isi otakmu terlalu cerdas jika di simpan sendiri. Eksplore, Oyi. Daddy takut bakatmu tidak tersalurkan dengan baik karena lamban mengenali," imbuh Kayshan. (bukankah menyenangkan bisa bermain sambil belajar?)
Aksi diam Gauri alot, gadis cilik ini tak berkedip nan teguh pendirian menatap sang paman. Oyi enggan sekolah di sini yang menurutnya terlalu kaku. Kayshan tak tega, dia mengalah lalu mengangguk pelan.
"Yeeeeaaayy, my fabulous Daddy!" serunya riang, berdiri dan memeluk Kayshan.
Tawa pria itu menguar ke seluruh kabin mobil. Hatinya bahagia di sebut sebagai ayah hebat oleh Gauri.
"Daddy Ken, keren, gak?" pancing Kayshan.
"He eem ... tapi enggh, Daddy lebih keren," balasnya menepuk pipi Kay lalu mengecupnya. Gauri pun kini meminta duduk di pangkuan.
Mobil Kayshan memutar arah, dia menuju sekolah satunya, Al-Ghifari, yang mengusung konsep alam. Semoga keponakannya menyetujui usulan kali ini.
Satu jam kemudian.
Kayshan mengajak Gauri turun dari mobil, berkeliling, masuk rumah pohon, meniti jembatan, duduk di bawah beringin buatan juga mengunjungi perpustakaan dengan suasana hutan meski di dalam ruangan.
Area pendopo yang luas saat pembelajaran, metode pendekatan mereka terhadap sains, membuat Kayshan tertarik. Gauri meminta turun dari gendongan sang paman dan berjalan di rumput tanpa alas kaki.
"Mau sekolah disini?" tanya Kayshan, berjongkok sejajar tinggi Gauri.
"Iya."
Kayshan langsung meminta formulir pendaftaran dan membayar sejumlah dana serta tak lupa mencantumkan riwayat kesehatan Gauri.
"Oh sakit? di sini juga ada seorang anak dengan kondisi serupa Gauri, Pak Kay. Mungkin mereka bisa menjadi kawan nanti," kata kepala sekolah.
"Semoga. Saya titip Gauri, ya Bu. Jangan biarkan orang lain membawanya selain saya atau mama," imbuh Kayshan, memberikan foto Kamala agar memiliki card akses untuk penjemputan setiap hari. Mobil mereka pun di catat dan mendapat logo scan di bagian spion kanan.
Kayshan kemudian pamit, menggendong kembali keponakannya ke mobil.
"El, sudah ku ikuti maumu untuk perkembangan Gauri. Kapan kamu balik?"
Tiba-tiba. Suara seorang anak lelaki berteriak.
"Mamaaaaa!" serunya menyongsong wanita dewasa nan anggun.
Gauri melihat interaksi mereka, sorot mata bulat itu meredup. Dia tak memiliki sebutan bagai anak itu. Pandangannya menengadah, melihat ke arah Kayshan yang juga menatapnya.
"Daddy," lirih Gauri, menunjuk ke arah mereka.
"Kan ada Daddy dan oma," bisik Kayshan, mengusap pelan kepalanya lalu mengajak Gauri pergi, batin Kay ikut pilu.
...***...
Hampir dua puluh jam di udara sebab mereka transit tiga kali membuat fisik Elea kembali melemah. Dia memilih pulang ke hunian lamanya lebih dulu dan nasib buruk menghadang karena langsung diberondong pertanyaan oleh Eiwa.
"El, ngapain sih ke sana? Buang uang banyak, padahal berobat di sini juga bisa," kata Eiwa saat Elea baru memasukkan kopernya ke kamar.
"Tanya Buya saja, Nyai. Afwan, aku lelah banget," elak Elea menghindar sebelum Farshad muncul.
"Oh iya, ada ibu-ibu nyari kamu ke sini. Tapi Kak Emran bilang kalian pergi," imbuh Eiwa masih berdiri di depan pintu sambil mengusap perutnya.
Deg.
"Siapa?"
"Kamala," sebut Eiwa seraya mengingat sesuatu.
"Mama? eh nyonya Kamala," sergah Elea. "Beliau bilang apa?"
"Mamanya siapa emang? gak bilang apapun ... kenal dimana?"
Elea tak menjawab, dia hanya tersenyum dan berbalik badan hendak ke dapur mengambil minum tapi urung dan memilih masuk ke kamarnya. Dia tahu, akan ada tatapan seseorang yang mengikuti kemana kakinya melangkah.
"Eh, Akang sayang sudah bangun?" Eiwa bermanja dengan suaminya di depan Elea.
Putri bungsu Efendi berpura acuh dan menekan knob pintu. Hatinya masih terselip kecewa setiap kali melihat Farshad yang memberikan tatapan sendu padanya.
Efendi menegur Eiwa agar jangan mengganggu El sebab mereka sangat kelelahan. Dia lalu mengetuk pintu kamar sang anak bungsu agar segera ke padepokan di antar khidmah.
Elea merasa tubuhnya terlalu letih, tapi ini pilihan terbaik daripada bertemu sang kakak dan meladeni semua kekepoannya. Tepat azan subuh, Elea tiba di padepokan.
Komariah menyambut sang anak asuh dengan sukacita. Dia ingin segera membalas jasa Efendi dengan mengurus putri bungsunya lagi.
"Neng, mau makan atau bobok dulu?" tanya Kokom saat Elea melihat kondisi Kusni di kamar setelah salat subuh.
"Tidur dulu, kepalaku berat banget. Ini hidung juga mampet kena jetlag suhu," keluh Elea, suaranya mendadak sumbang. Mata pun terlihat kemerahan.
"Istirahat dulu Neng, minum obatnya. Nanti di bangunkan pas azan duhur," sambung Kusni, diangguki Elea.
Gadis ayu itu bangkit menuju kamar, dia segera meminum obat lalu mengunci rapat pintu agar tak diganggu. Kangen tempat tidur, bau bilik sederhana yang lama tidak dia tempati membuat Elea langsung lelap ketika menyentuh bantal.
Di tempat lainnya.
Pagi buta, Kayshan sudah berangkat dengan Gauri menuju luar kota. Dia harus melihat secara langsung event pameran kerajinan dari dinas pariwisata yang ditangani oleh GE pagi ini.
Setelah satu jam memastikan semua lancar, dia pun kembali pulang menuju Jakarta dan berniat mengantar Gauri sekolah. Anak kecil ini enggan ditinggal, dia bersedia bangun pagi ikut Kay demi agar bisa melambaikan tangan pada daddy saat masuk ke kelas nanti.
Ketika melintas di salah satu ruas jalan, Kayshan baru menyadari bahwa jalur ini pernah dia lalui saat mengantar korban tabrak lari beberapa waktu lalu. Dia pun memutuskan singgah sejenak melihat kondisi pria yang dia tolong.
"Assalamualaikum." Kayshan mengucap salam.
Sepi. Hanya suara gemericik air, adem khas pedesaan.
"Wa 'alaikumsalam. Eh, Den, Non, mari masuk sini," sahut Kokom dari dalam.
"Maaf ganggu pagi-pagi, kebetulan lewat jalan raya depan jadi sekalian mampir mau lihat Akang sebentar," kata Kayshan, mendekap Gauri yang baru bangun dan masih bermanja di bahunya.
Komariah mengangguk antusias dan mengajak Kayshan ke kamar mereka. Gauri meminta turun sehingga Kay leluasa duduk dan berbincang dengan Kusni.
Tiba-tiba.
"Ke sana yuk, nenek buatkan susu. Jangan di sini, ada yang lagi tidur di dalam," bujuk Kokom ketika melihat Gauri duduk bersandar di panel pintu kamar Elea sambil menguap.
Balita kecil itu menggeleng, dia enggan pindah dan malah berbaring di sana.
"Non, hayuk atuh," kata Kokom, mengangkat paksa Gauri.
Tangisan Gauri membuat Kayshan bangkit dan mencari balitanya. Dia sedikit terkejut kala Kokom berusaha mengangkat gadis cilik itu.
"Maaf Bu, biar sama saya. Dia rewel karena baru bangun tidur," ujar Kayshan.
"Bobok Daddy, bobok sini," kata Gauri menunjuk dan menepuk pintu kamar yang tertutup.
Kayshan bingung dengan permintaan Gauri, terlebih mendengar penjelasan Komariah bahwa tidak bisa memberi izin masuk sebab ada putri majikannya tengah sakit dan beristirahat di dalam.
"Maafin putri saya, Bu. Gak biasanya dia begini, minta tidur di rumah orang. Kalau gitu, saya pamit. Alhamdulillah jika Akang sudah bisa jalan sedikit demi sedikit ... semoga lekas sehat," tutur Kay undur diri meski Gauri masih terus merengek dan menunjuk ke arah kamar tadi.
Kayshan merasa hatinya nyaman kala di kediaman Kusni, janggal akan tingkah aneh Gauri juga hal lainnya tapi dia tidak memahami semua rasa itu. Komariah lalu mengantar hingga Kay masuk ke mobil.
"Daddy, bobok sana, bobok!" rajuk Gauri menangis kencang sambil memukulinya, tak mengizinkan Kayshan menyalakan mesin mobil. Gauri tantrum.
"Sayang, kamu kenapa, sih?" Kayshan kesulitan menenangkan Gauri sembari mulai menekan pedal gas, memundurkan mobilnya perlahan.
Sementara di dalam rumah. Seseorang membuka pintu kamar dan menuju dapur guna mengambil air minum.
"Neng, ngapain? kok bangun?"
"Haus ... suara siapa tadi, Ceu? perasaan kenal," gumam Elea, duduk di kursi makan.
"Tamu, yang nolong si akang. Anaknya nangis, minta tidur di kamar Neng," jawab Komariah seraya menyodorkan minum ke hadapan Elea.
"Kayak suara Oyi."
Deg.
Brak. Suara kursi jatuh karena Elea bangkit tiba-tiba.
Blug. Blug. Blug. Putri bungsu Efendi berlari menuju ke ruang tamu.
"Neeeeeng! awas jatuh!" Kusni berteriak dari dalam kamarnya, terkejut akibat hentakan kaki Elea.
"Oyiiiiiiiiiii!"
.
.
..._______________________...
Lele, Oyi, Kay. Mon maaf, burem. Mamas Kay nanti di perjelas dah, takut kalian shock liat roti sobeknya dia.
aku sampai speechles lanjutin bacanya mommy, baru komen lagi di sini , gk kuat bangett😭😭😭😭😭😭
ehhh bener juga sihhh