Mereka dijodohkan dan berani membuat komitmen untuk berumah tangga. Tapi kabar mengejutkan di ucapkan si pria di usia pernikahan yang belum genap 1 bulan. Yudha meminta berpisah dengan alasan cinta masa lalunya telah kembali.
Delapan tahun berlalu Yudha kembali bertemu dengan mantan istrinya.
Tidak ada yang berubah. Wanita itu tetap cantik dan bersahaja tapi bukan itu yang menjadi soal. Matanya memaku pada seorang gadis kecil berambut pirang yang begitu mirip dengannya.
"Bisa kau jelaskan?"
"Tidak ada yang perlu ku jelaskan!"
"Aku sudah mencari tahu tentangmu tujuh tahun terakhir dan tidak ada catatan kau pernah menikah sebelumnya selain..... apa itu anakku?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Pertanyaan itu membuat Nilam berdesir. Angin pagi yang menyejukkan menyusup membuatnya segar. Suasana yang awalnya biasa saja kini menjadi hening dan canggung. Nilam bingung harus merespon apa. Tak ada kata yang bisa terucap di mulutnya.
"Kenapa harus aku?"
"Karena kamu orangnya."
Ah, pipi Nilam sekarang menghangat.
Puncak tertinggi dari mencintai adalah merelakannya pergi. Sebab Alfaaro menyadari cinta tidak harus selalu happy ending. Bahkan Ayahnya begitu mencintai ibunya walau tuan Udgam pernah menikah lagi.
Bukan tidak berjuang, bahkan tuan Udgam pernah terang-terangan meminta ibunya pada papanya.
Kisah orang tuanya cukup menjadi sebuah pembelajaran berharga, bahwa mencintai tidak harus memiliki.
Berbeda dengan pola pikir Alfaaro. Nilam justru tengah menimbang keputusannya.
Perkara umur memang sering dikaitkan dengan sebuah pernikahan. Definisi pernikahan itu, memang harus selalu umur yang di pandang.
Tapi masalahnya tidak hanya umur Alfaaro yang lebih muda tapi soal status nya yang mungkin ada sebagian dari keluarga Alfaaro keberatan jika mereka ke jenjang yang lebih serius.
Pernikahan membutuhkan jiwa yang dewasa, dewasa berpikir, dewasa jasmani. Pernikahan itu sakral. Perlu bekal ilmu untuk menempuhnya.
Nikah, menikah atau apapun itu namanya merupakan penyatuan dua makhluk berada dalam satu atap, dan semuanya menjadi kesatuan. Semuanya yang biasanya satu berubah serba dua, semuanya menjadi berpasangan. Tidak cukup hanya mengandalkan cinta.
Nilam terlihat ragu untuk mengambil keputusan. Tetapi jika tetap diam Nilam takut Alfaaro berpikir ia menggantung perasaannya. Tapi usia mereka beda enam tahun, dan jangan lupakan Nilam memiliki satu buntut.
Apa yang Nilam lihat itu nyata, Alfaaro masih menanti jawabannya.
Dulu Nilam pernah di posisi saat ini. Ketika mendiang Ayah mertuanya datang untuk melamar Nilam untuk Yudha. Nilam ingin menolak. Namun, apa daya orang tuanya lebih penting. Dan Nilam memilih untuk mendengarkan apapun perintah orang tuanya. Nilam pikir orang tua tidak mungkin menjerumuskan anaknya. Nilam yakin pilihan orang tuanya pasti terbaik untuknya.
Tapi semua tak sesuai harapan, impian rumah tangga bahagia itu sirna sudah.
Nilam menghembuskan napas berat, membuang bayangan lama kenangan pahitnya.
"Aku tahu ini berat untuk kamu. Tolong jangan merasa terpaksa memilih semua ini, jika kamu tidak suka denganku bilang saja. Aku nggak bisa maksa apa pun yang kamu tidak suka." tiba-tiba Alfaaro kembali berucap.
Ya Allah tolong jangan buat Nilam menangis di hadapan pria ini. Kenapa Alfaaro bisa berkata selembut itu bahkan masih memberi pilihan.
Di terima atau di tolak, bahagia atau tidaknya Alfaaro pasrahkan kepada yang Maha membolak-balikkan hati. Jikapun memang bukan dia orang yang di inginkan Nilam, Alfaaro ikhlas.
Mungkin karena terlalu lama menunggu akhirnya Alfaaro kembali bicara.
"Ya sudah, jangan terlalu di pikirkan, sampai jumpa bulan depan, insyaallah aku akan jenguk Mylea."
Satu bulan?
Alfaaro marah?
"Untuk proyek, kamu tidak usah turun ya, laporannya akan kita terima masing-masing nanti. Sementara fokus ke Mylea dulu."
"Alfaaro, aku..."
"Kita pulang saja ya, maaf aku yang tidak tahu diri melamar wanita kok di area pemakaman." Alfaaro memang tertawa, tapi Nilam bisa melihat kekecewaan di mata lelaki tersebut.
*******
Alfaaro sebenarnya ingin langsung pulang setelah mengantarkan mereka, karena ada yang ingin di bahas dengan Neneknya.
Tetapi karena Mylea ingin di antar ke rumah dan di temani menggambar lebih dahulu. Akhirnya Alfaaro bersedia untuk ikut mampir kerumah Nilam dan akan menemani Mylea menggambar.
Sepanjang perjalanan menuju rumah Nilam, Alfaaro begitu sibuk dengan android smartphonenya.
Nilam sendiri jadi tidak enak ingin mengajak bicara.
Terlebih yang biasanya menghidupkan suasana tengah terlelap di pangkuan Alfaaro.
Sampai di rumah Nilam. Alfaaro mengendong Mylea, tetapi ternyata putri Nilam terbangun.
"Sudah sampai, ya Om Je?"
"Ya, sayang."
Dengan antusias Mylea turun dari gendongan Alfaaro dan beralih meraih tangan pemuda itu untuk di bawa keruang belajar.
Dengan senang hati Alfaaro mengikuti dan pemandangan itu mampu menumpuk embun di netra Nilam.
*******
Tiga puluh menit Nilam menunggu akhirnya Mylea pamit ingin tidur dikamar.
Setelah memastikan putrinya berbaring nyaman, Nilam menyusul Alfaaro yang tengah menyusun krayon milik Mylea.
Sengaja Nilam ingin bicara dengan Alfaaro.
Senyum Alfaaro, melenyapkan kata yang sudah Nilam dusun sejak masih di dalam mobil.
Ketegasan suara Nilam berkurang, seiring dengan perasaan pilu merambat ke ulu hati.
"Jangan pergi, Al."
Nilam bisa melihat raut Alfaaro berubah, tapi dia ingin melanjutkan ucapannya.
"Kamu masih muda. Masa depanmu masih panjang, seandainya bukan aku yang mendampingi mu kelak, bersyukurlah. Tuhan sudah menyiapkan yang lebih baik."
"Aamiin, terima kasih doanya. Tapi jika diizinkan aku ingin menghabiskan sisa umur ku bersama kalian, menjadi suamimu dan ayah yang baik untuk Mylea."
Senyum Nilam berkembang, dengan pikiran melayang. Alfaaro memang masih muda, tapi sikapnya bisa mengimbanginya. Dan, setiap ada kesempatan dia selalu membahas hubungan yang serius.
"Tenang saja, kamu masih punya waktu satu bulan untuk berpikir, aku akan menunggu. Dan aku akan me-langitkan namamu di setiap sujud ku, memohon pada pemilik hati agar mengetukkan pintuhatimu untukku."
Bibir Nilam terkulum, mendengar ucapan Alfaaro. Kegembiraan menyusup ke relung hati.
32 tahun, dan baru kali ini Nilam merasa euforia yang mengugupkan sekaligus mendebarkan.
Tapi seketika wajah Nilam berubah mendung ketika ingat dengan ucapan Alfaaro sebelumnya.
"Jadi selama itu kamu akan kemana?"
"Ya?"
"Kenapa kamu bilang akan datang sebulan lagi untuk menemui Mylea?"
"Aku akan pergi ke luar negeri."
"Bisnis properti itu?"
"Tidak, ini misi lain."
"Misi apa?"
Mata Alfaaro tampak tenang, mendengar pertanyaan Nilam.
"Misi menahluk kan hati calon Ibu mertua."
"Al...."
"Izinkan aku berjuang." potong Alfaaro.
Nilam mencoba berhusnudzon.
Nilam tidak bisa membendung air matanya beriringan dengan debaran dadanya yang tak menentu.
Haru dan beban datang bersamaan.
Sanggupkah ia melangkah lebih lanjut?
Dipandanginya wajah pria yang sudah mewarnai harinya berbulan-bulan. Sosok yang belum halal untuk ia ajak berbagi keluh dan kesah.
Tangan dalam pangkuan terasa dingin, dan basah. Irama jantung saling berkejaran.
Apa yang harus Nilam katakan, tidak hanya membuat hatinya berdebar tapi juga grogi.
"Kita selesaikan disini, Al."
Kelopak mata jernih itu mengerjap sekali, raut bingung menyadarkan Nilam.
"Kamu tidak setuju aku mengunjungi Ibumu?"
Wajah Nilam pias, ada senyum getir yang tak ingin tampak jelas.
"Kamu salah paham."
Alfaaro masih menunggu.
"Aku mau kita menjalin hubungan yang lebih serius, tapi setelah ibuku pulang dari Singapura, aku hanya memiliki beliau untuk menyaksikan kebahagiaanku kelak."
"Nilam, kamu...."
Nilam mengangguk. "Jangan pergi." lirih Nilam.
"Aku akan tetap pergi, tapi dalam durasi waktu yang lebih pendek, sebenarnya ada yang harus ku selesaikan disana selain ingin melihat calon ibu mertuaku."
Senyum lebar di bibir Nilam pudar.
Jadi Alfaaro tetap akan pergi?
kenapa aku baru ketemu ya?
nyesel gak ketemu cerita ini dari dulu sampe telat 2 tahun
jadi ya jaga2
msh bs memaafkan menantu yg sdh menabrak cucu sendiri.
miris.
harusnya cerai adalah yg benar dilakukn yudha