Queen memilih memendam perasaannya pada Safir, karena tidak ingin merusak hubungan persahabatan mereka berdua. Queen pikir, selama ini Safir juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya. Perasaan itu semakin bersemi di hati Queen karena sikap Safir yang begitu perhatian terhadap dirinya. Meskipun perhatian tersebut tidak terang-terangan di tunjukkan oleh safir karena sikapnya yang pendiam dan juga dingin. Namun, siapa yang bisa menduga jika setelah mereka lulus kuliah, Safir datang ke rumah untuk melamar. Bukan Queen yang di lamar oleh Safir, tapi Divya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nia masykur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 Bertemu Vian
Apa yang bisa di lakukan oleh Vian selain terus mengusap punggung Queen. Adiknya yang kini menangis dalam dekapannya. Tidak ada yang bisa Vian katakan, apalagi ini terkait dengan kata move on. Karena mau di pikir bagaimanapun, sampai saat ini bahkan Vian belum bisa melupakan Ruby. Perempuan yang sudah menjadi istri Omnya sendiri. Perempuan yang menjadi cinta pertama untuk Vian. Yang pertama memang selalu berkesan. Lalu bagaimana cara hati melupakan seseorang yang menjadi cinta pertama.
"Queen enggak kuat Kak. Queen mau pergi sama Kakak sekarang juga. Queen capek pura-pura baik-baik saja di depan semua orang. Queen lelah Kak," keluhanya mengutarakan isi hati yang sudah tersiksa.
"Queen, dengerin Kakak. Queeennn ..." Betapa terkejutnya Vian saat tubuh Queen lemas dan menghilangnya suara tangisan Queen. Pertanda kalau saat ini adiknya sudah kehilangan kesadaran.
Pasti keadaan ini sangat menyiksa hati Queen. Sampai membuat Queen kurusan. Tekanan batin karena tidak ada satu orang pun yang mencoba memehami hatinya.
"Queen bangun Queen," Vian bingung, ia menepuk pipi Queen pelan. Berharap adiknya itu segera sadarkan diri.
Segera Vian menggendong Queen. Lelaki yang kini berumur 25 tahun tersebut merebahkan tubuh Queen di atas meja meeting.
"Queen," Vian menepuk pipi Queen lagi. Mau meminta tolong bagaimana jika dirinya tidak ingin ada satu orang yang mengenalinya dan melihat dirinya ada di sini. Ini saja sepertinya Vian sedang beruntung karena ruangan meeting tersebut tidak sedang di kunci.
*
Setelah Queen berpamitan, perasaan Nissa menjadi tidak tenang. Apalagi ia melihat kedua mata Queen yang berkaca-kaca. Belum lagi suara Queen yang terdengar bergetar.
"Ayy, aku ke tolilet dulu," pamitnya pada Yusuf.
"Mau aku temani?"
"Tidak perlu, Ayy. Tunggu sebentar ya?"
Nissa segera beranjak setelah Yusuf menganggukkan kepalanya. Ia melangkah cepat mengikuti langkah kaki Queen yang jelas buru-buru. Hingga sampailah Nissa menjadi penguping karena Queen yang baru saja di tarik seorang lelaki.
"Kenapa sudah tidak ada suaranya lagi?" meski tidak jelas, tapi sejak tadi Nissa bisa mendengar suara samar-samar dari dalam ruangan meeting. Karena takut terjadi sesuatu hal dengan cucunya tersebut. Dan takut kalau lelaki yang menarik Queen tadi adalah lelaki tidak baik, tanpa pikir-pikir lagi Nissa langsung membuka pintu.
Klek!
Vian spontan menoleh karena mendengar suara pintu. "O-oma," ia tergagap karena melihat perempuan yang sudah membesarkannya itu. Perempuan yang sudah tidak ia temui beberapa tahun ini.
"Vian," gumam Nissa tidak menyangka. Rasa rindu seketika memuncak karena mereka sudah lama tidak pernah bertemu. Nissa langsung melangkah cepat dan memeluk cucunya tersebut. "Kamu kemana saja Vian? Oma rindu. Kenapa tidak pernah menghubungi Oma hem? Apa Vian masih marah sama Oma?" Nissa melerai pelukannya. Ia mencium pipi dan juga kening Vian. Rasanyanya hati Nissa sangat lega karena bisa kembali melihat cucunya ini.
"Vian tidak marah sama Oma. Justru Vian malu untuk bertemu dengan Oma. Vian belum berani pulang karena Vian belum pantas untuk berhadapan dengan semua orang."
"Belum pantas apanya? Papa, Mama, kamu sangat merindukanmu, Vian. Om dan Ruby juga sudah melupakan semuanya. Ayo temui mereka," air mata haru Nissa sudah tidak bisa di bendung lagi.
"Tidak sekarang Oma. Sekarang Vian harus mengurus Queen dulu."
Nissa seketika sadar. Karena terlalu terkejutnya ia bertemu dengan Vian, Nissa sampai lupa kalau ia datang ke ruangan ini untuk membuntuti Queen.
"Queen," Nissa menepuk sebentar pipi Queen. Merasa kalau saat ini Queen membutuhkan tempat yang jauh lebih nyaman, Nissa segera keluar dari sana dan meminta tolong untuk membukakan salah satu ruangan kamar dan juga minyak kayu putih pada pegawai yang berlalu lalang. Hingga kini, Queen sudah di pindahkan ke salah satu ruang kamar yang ada di lantai tersebut.
"Queen bangun nak," sudah sejak tadi Nissa terus mendekatkan tissu yang sudah di beri minyak kayu putih. Tapi Queen tidak juga mau bangun. "Kita bawa Queen ke rumah sakit saja Vian," Nissa sudah sangat khawatir dengan keadaan Queen.
"Bukan rumah sakit yang Queen butuhkan saat ini, Oma," Vian duduk jongkok di depan Nissa yang sejak tadi duduk di tepi ranjang. Vian meraih tangan Nissa agar berhenti melakukan apa yang Nissa lakukan sejak tadi. "Tolong rahasiakan apa yang Oma pikirkan tentang Queen saat ini. Oma pura-pura saja tidak tahu apa-apa. Maaf, bukan Vian berniat mengusir Oma. Tapi sekarang biar Vian saja yang mengurus Queen. Jika Oma dan Queen juga ikut menghilang dari acara sekarang, Vian takut akan ada banyak orang yang khawatir."
"Tapi, Vian."
"Vian pastikan kalau Queen akan cepat sadarkan diri. Urusan orang yang menanyakan Queen, tolong Oma yang memberikan pengertian ke keluarga. Vian sudah tidak tega jika terus meminta Queen untuk mengertikan orang yang sedang menikah sekarang. Oma percaya sama Vian."
Nissa mengusap puncak kepala Vian. Sungguh, di mata Nissa saat ini kalau Vian sudah semakin dewasa dan sudah bisa bertanggung jawab dengan segala hal. "Tolong jaga adik kamu, Vian. Jujur, Oma tidak tega melihatnya jadi seperti sekarang. Tapi apa yang bisa kita lakukan kalau kita tidak bisa merubah keadaan."
"Pasti. Dan Vian minta satu hal lagi. Tolong jangan bilang dengan siapapun termasuk Papa dan Mama kalau kita sudah bertemu. Vian pasti akan pulang, Oma. Tapi tidak sekarang."
demo rumah emak guys