Cinta Dari Mas Duda

Selama hidup, Sari belum pernah memakai pakaian syar'i seperti itu. Baru sekali yang Sari lakukan hanya demi seorang yang akan menjadi separuh penyempurna imannya.

Air mata Wafa tak dapat terbendung lagi. Melihat kakaknya kecilnya hendak menikah duluan dengan pria yang dia kagumi. Wafa membelai pipi lembutnya itu seraya berkata, "Kamu cantik sekali Mbak Sari."

"Wafa, aku menikah dulu dari kamu. Kamu nggak ada gitu, minta apa dariku?" tanya Sari.

"Nggak ada yang bisa diminta darimu secara finansial. Mbak Sari kan belum pernah bekerja," goda Wafa mencubit hidung kakaknya.

"Woy, shadingku! Ih, main comot aja nih hidung," sulut Sari melihat dirinya di cermin. Baru kali itu Sari berkata santai dengan Wafa.

Semua orang yang ada di ruangan itu menjadi tertawa. Sari memang jarang sekali menggunakan riasan, mungkin karena itu dirinya selalu menatap cermin, memastikan jika riasannya tidak bermasalah.

Di sisi lain, Wafa masih gelisah karena Bian belum juga datang membawa Grietta datang. Sebab, sebelumnya Bian sudah berjanji ingin membawa Grietta bersamanya jika Sari menikah. Begitu juga dengan Bian yang belum bisa dihubungi.

"Wafa, kamu menunggu siapa?" tanya Inneke.

"Aku menunggu Pak Bian. Beliau bilang kalau mau menyempatkan pulang dan membawa Grietta kemari. Tapi aku tunggu-tunggu tidak datang juga," jawab Wafa.

"Jangan diharapkan. Mungkin saja sibuk atau memang Grietta belum sembuh total. Sudahlah, ayo kita berkumpul dengan yang lain. Acaranya sudah mau mulai." imbuh Inneke.

Wafa semakin gelisah. Bian masih belum bisa dihubungi, jangankan dihubungi, kabar saja tidak ada darinya. Wafa hanya takut, jika mantan istrinya akan melakukan hal yang nekat datang ke China karena memang sebelum hari pernikahan tiba, Bian sempat membahas tentang mantan istrinya yang mau mengambil Grietta dari tangannya.

Akad akan segera berlangsung. Wafa pun segera datang ke ruang yang ada Sari di sana. Pernikahan dipisah antara laki-laki dan perempuan.

"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat Siang, Salam sejahtera untuk kita semua. Bapak-bapak, ibu-ibu, serta saudara saudari yang kami hormati," MC memulai sambutan.

"Pertama-tama saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT, dengan nikmat dan rahmat yang dilimpahkan-Nya kepada kita semua, sehingga pada siang hari yang berbahagia ini kita bisa berkumpul bersama dalam acara resepsi pernikahan putri kami yang bernama, Ustadz Zamil dengan Putri sulung Kyai Muhsin yang bernama, Syarifatul Ni'mah "

"Atas nama keluarga kami dari pihak perempuan, kami mengucapkan selamat datang kepada rombongan pengantin pria, dan kepada semua tamu undangan yang berkenan hadir, terimakasih karena turut menjadi bagian dari momen yang terindah untuk putra-putri kami."

Tiba dimana akad akan dilaksanakan. Pak Kyai sendiri yang akan menikahkan putri sulungnya yang anggun itu. Tapi, akan ada kejutan juga di acara pernikahan Sari. Sebab, nantinya Pak Kyai akan menyebut ayah kandung Sari.

"Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka Syarifatul Ni'mah binti Maulana Malik alal mahri seperangkat alat salat dan uang tunai seperti tersebut, hallan!" tegas Pak Kyai.

"Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu bihi, wallahu waliyu taufiq!" bahkan Ustadz pun mampu melafalkan dengan sekali nafas saja.

"Bagaimana para saksi?"

SAH!

Allahumma inni as'aluka min khoirihaa wa khoirimaa jabaltahaa 'alaih. Wa a'udzubika min syarrihaa wa syarrimaa jabaltaha 'alaih.

Nama sang ayah disebut. Sari dan Wafa masing-masing menjadi terkejut karena binti dari Sari bukanlah Muhsin Malik, melainkan Maulana Malik, nama kakak dari Pak Kyai.

"Alhamdulillah, keponakan kesayangan Bibi sudah menikah. Kamu sudah dewasa, Nak," ucap Fauziah, ibu dari Zira.

"MasyaAllah, Umi. Jangan di bejek-bejek pipinya, make up-nya ilang itu," sahut Zira yang kemudian memeluk adiknya.

Iringan sholawat dilantunkan oleh semua santri dan para undangan. Kini, Ustadz Zamil menemui Sari yang telah menjadi istrinya ke ruang pertemuan. Tapi di antara Sari dan juga Wafa masih diam saja karena nama yang disebutkan bukanlah nama Pak Kyai.

Sari melihat ke sekeliling seperti orang-orang pada tenang saja tanpa protes dengan binti yang disebutkan oleh Pak Kyai. Itu tandanya semua orang tahu bahwa Sari bukanlah anak kandung dari Pak Kyai. Sebab, Jika saja tadinya bintinya nama Pak Kyai, maka akan menjadi kesalahan dan ijab qabul tidak akan sah.

"Kenapa semua orang terlihat santai sekali? Apa mereka sudah tahu jika aku adalah anak dari kakaknya Abi?" batin Sari.

"Sebenarnya ada rahasia apa lagi yang disembunyikan oleh Abi? Bahkan, Wafa pun terlihat sangat santai seperti itu. Apakah dia juga sudah tahu?"

Sari semakin bingung dengan semuanya. Namun, Sari tetap harus menahan diri dan menikmati suasana pernikahan seolah jika dirinya juga sudah tahu bahwa Pak Kyai bukanlah Ayah kandungnya.

"Assalamu'alaikum, zaujati," salam ustadz Zamil dengan menebar senyuman.

"Masa dipanggil zaujati?" bisik Sari malu-malu.

"Astaghfirullah hal'adzim. Dek, masa iya zaujati kagak ngarti," gumam ustadz Zamil menepuk jidatnya.

"Saya hanya menggoda Ustadz saja. Hehe. Saya tahu, kok, arti zaujati," sahut Sari.

Sari tersipu, membuat semua orang yang menyaksikannya menjadi ikut meleleh. Dian meminta Sari mencium tangan Ustadz Zamil dan meminta berkah darinya. Begitu juga dengan Ustadz Zamil yang harus mengecup kening Sari. Terdengarlah retakan hati dari hati Wafa.

Mereka masih malu-malu melakukan itu. Hingga membuat beberapa orang disana tertawa. Namun, sisi dari kebahagiaan mereka, ada Wafa yang masih gelisah menanti kedatangan Bian dan juga Grietta. Tapi, Inneke dengan sabar menemani kegelisahan Wafa dengan makan banyak di sisinya.

"Kenapa Pak Bian belum datang, ya? Apa mereka mengalami masalah?" gumam Wafa.

"Halah, pasti juga tidak jadi datang. Kamu santai saja, kenapa?" sahut Inneke.

"Masalahnya Pak Bian itu sudah setuju. Beliau juga mengatakan bahwa dirinya tidak pernah ingkar janji," Wafa kekeh saja.

"Ya, sudahlah, lah, ya. Aku juga lagi sibuk atau ada meeting mendadak gitu ... biasa, kan, orang kaya," Inneke masih berusaha untuk membuat Wafa tenang.

Sampai pada akhirnya Wafa dipanggil oleh pihak keluarga untuk berfoto bersama. Raut wajah Wafa ini membuat Sari semakin tidak enak hati karena dia tahu bahwa adiknya menyukai Ustadz Zamil. Tapi sebenarnya Sari salah tanggap tentang raut wajah adiknya itu.

"Wafa, Kamu kenapa dari tadi diam saja? Raut wajah kamu juga terlihat gelisah sekali. Apakah kamu tidak bahagia untuk pernikahan Mbak kamu ini?" tanya Sari.

"Bukan seperti itu, Mbak. Sebenarnya aku ini lagi menunggu Pak Bian dan juga Putrinya. Kakak masih ingat kan, dengan Pak Bian yang menyewa tanah milikku?" sahut Wafa.

"Iya, ingat," jawab Sari.

"Nah, katanya tuh beliau mau datang bersama dengan Putrinya. Tapi sejak tadi tidak kunjung kelihatan. Siapa yang tidak gelisah, Mbak!" jelas Wafa.

"Jadi kamu tidak mempermasalahkan pernikahan Mbak dengan Ustadz Zamil?" tanya Sari.

Pertanyaan Sari itu membuat semua orang menatapnya. Hampir saja semua orang tahu bahwa Wafa memiliki perasaan terhadap Ustadz Zamil. Tapi dengan cekatan, Zira langsung bertingkah lucu untuk mengalihkan perhatian.