(Mohon jangan boomlike) Pernikahan Zoya dan Zada yang sudah berjalan tiga tahun ini tampak rukun dan bahagia.
Namun siapa sangka, Zada yang tipekal suami setia tiba-tiba membawa pulang wanita lain ke rumah Zoya dan Zada.
Bagai tertusuk seribu sembilu, Zoya begitu kecewa dengan Zada yang diam-diam sudah menikah lagi tanpa persetujuan darinya.
Zoya meminta talak, namun Zada menolaknya. "Aku tidak akan pernah menjatuhkan talak untukmu. aku masih mencintaimu, Zoya." Begitulah alasan yang selalu terucap dari bibir suaminya.
"Tidak masalah aku di madu asalkan, aku tidak tinggal satu atap dengan maduku," lirih Zoya penuh luka dan nyeri di hatinya.
Biarlah Zoya menerima semuanya. Karena tanpa Zada ketahui, Zoya sedang mengandung anak yang selama ini di nanti-nantikan.
Biarlah Zoya menerima surganya, walau surga itu telah menorehkan luka dan lara yang mendalam.
Mampukah Zoya tetap bertahan ketika melihat suaminya bersanding dengan wanit
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Oktafiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Penyesalan Zada
"Zada ... Minta maaflah pada Zoya. Begitu banyak luka yang sudah kamu torehkan untuknya. Dan tujuan Papa melakukan ini semua, agar kamu bisa belajar dari kesalahanmu. Tidak ada tindakan yang tanpa resiko. Ada sebab pasti ada akibat. Papa nggak akan berbicara banyak karena kamu sudah dewasa. Harusnya kamu bisa menilai mana yang baik dan buruk," Pak Rama menjelaskan panjang lebar tanpa menghakimi Zada.
Zada dan Ghaida menunduk. Dalam hati, Zada membenarkan ucapan papanya. Dia memang bersalah karena telah mengkhianati Zoya. Dirinya sudah banyak menorehkan luka di hati Zoya.
"Sekarang, apa yang harus aku lakukan, Pa?" tanya Zada penuh harap. Pak Rama menghela nafasnya kasar. "Semua sudah terlambat untuk kamu sadari. Zoya sudah terlalu kecewa dan hancur karena kalian berdua. Dan Papa nggak tahu apa penyebab kamu menikahi Ghaida," ucap pak Rama sedikit kesal dengan anak dan menantunya.
"Padahal kamu tahu kamu sudah punya Zoya. Zada, Papa nggak habis pikir sama jalan pikiran kamu. Sebenarnya apa yang kamu cari?" tanya pak Rama merasa frustasi. Dia sampai mengusap wajahnya agar ketegangan otot-otot wajahnya mengendur.
"Maafkan aku, Pa. Ini semua bukan salah, Mas Zada. Ini salahku," ucap Ghaida ingin membela Zada. Sedangkan yang dibela, dia diam seribu bahasa, seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Pa? Aku titip Ghaida sebentar ya? Aku harus menemui Zoya," ucap Zada yang berhasil membuat Ghaida menggeleng tidak setuju. "Jangan, Mas ... Untuk apa kamu menemui mbak Zoya lagi? Bukankah perceraian kalian sudah selesai?" cegah Ghaida tidak rela.
Ghaida bahkan sudah mencekal tangan Zada agar suaminya itu membatalkan niatnya. Dengan lembut, Zada melepas cekalan tangan Ghaida. "Maaf, Ghaida. Tapi aku harus pergi menemui Zoya. Ini sangat mendesak. Pa, titip Ghaida sebentar ya?"
"Apa yang akan kamu lakukan? Semua sudah terlambat. Hiduplah dengan jalan yang sudah kamu pilih. Dasar laki-laki tidak bertanggung jawab!" gerutu pak Rama merasa kesal dengan sikap anaknya.
Mengabaikan sindiran papanya, Zada melangkahkan kaki keluar dari rumah dan meninggalkan pak Rama beserta Ghaida. Zada tidak peduli dengan Ghaida yang berulang kali memanggil namannya. Yang sedang ada dalam pikirannya adalah Zoya untuk saat ini.
Setelah berada dalam mobil, Zada melakukan mobilnya menuju toko bunga Zoya. Tidak membutuhkan waktu lama, Zada telah sampai di depan toko bunga milik Zoya. Zada tampak ragu untuk masuk karena dirinya cukup sadar diri akan kesalahannya.
"Mungkinkah Zoya akan memaafkan aku? Zoya ... Maafkan aku ... Aku yang salah ... Aku yang salah ....," sesal Zada meracau di dalam mobilnya. Setelah mengumpulkan keberanian, Zada turun untuk menemui Zoya. Dengan ragu, Zada masuk ke toko dan bisa melihat gadis yang bisa Zada perkirakan adalah pegawai Zoya, sedang sibuk mengotak-atik komputer di depannya.
"Zoya-nya ada?" tanya Zada hati-hati. Yasa mendongak untuk melihat siapa yang mencari atasannya. Wajah Yasa langsung berubah datar saat tahu siapa yang datang. Yasa sedikit banyaknya tahu siapa pria di hadapannya sekarang ini. Tentunya dari percakapan atasannya beserta dua orang paruh baya tadi.
"Ada apa?" tanya Yasa ketus. "Saya ingin berbicara penting dengan Zoya," jawab Zada memohon. Yasa memicingkan matanya tanda curiga. Pasalnya, pertemuan awal Yasa dengan lelaki di depannya terkesan kurang baik. Jadi, Yasa menyimpulkan bahwa pria di hadapannya adalah pria yang kasar.
"Siapa Yasa?" Tiba-tiba suara Zoya terdengar menginterupsi dari lantai atas. "Aku, Zoya. Ini aku, Zada!" jawab Zada berteriak, berharap Zoya mau bertemu dengan dirinya. Yasa melotot tajam pada Zada karena telah mencuri kesempatan dalam kesempitan.
Zoya membeku di tempatnya. "Yasa? Siapa yang datang?" tanya Zoya sekali lagi. "I–itu, Mbak. Yang tadi datang," jawab Yasa terbata. Zoya langsung melongok untuk memastikan pendengarannya tidak salah. Saat melongok, tiba-tiba matanya dan mata Zada bertemu. Keduanya terdiam untuk beberapa saat.
"Ehem, ehem." Yasa sengaja berdehem untuk menyadarkan dua manusia itu. Dan benar saja, Zoya segera mengalihkan tatapannya ke sembarang arah. Yang terpenting tidak menatap Zada. "Zoya, aku ke atas ya? Aku butuh bicara sama kamu," ucap Zada memohon.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Mas. Semua sudah berakhir. Pergilah ... Saatnya kamu hidup bahagia tanpa harus menanggung beban manusia seperti aku,"jawab Zoya penuh luka.
Zoya lalu kembali duduk dengan benar dan mengabaikan jawaban apa yang akan Zada berikan. Tanpa menunggu persetujuan Zoya, Zada menapaki anak tangga agar bisa bertemu Zoya. "Mbak, pria ini sudah naik, Mbak. Hati-hati. Apa perlu aku lapor polisi, Mbak?" pekik Yasa histeris saat mengetahui Zada sudah berhasil lolos dan sedang menapaki anak tangga satu persatu.
Zoya yang mendengar itu hanya bisa menghela nafasnya kasar. "Biarkan saja, Sa. Aku akan urus dia, kamu bisa bekerja sambil mengawasiku barangkali dia melakukan tindak kriminal,"
"Tindak kriminal seperti apa yang kamu maksudkan?" tanya Zada yang sudah berada di lantai atas. Zoya mengabaikan Zada dan fokus menatap layar televisi yang sedang menayangkan film yang terkenal dengan konflik rumah tangga.
"Zoya? Aku kesini punya maksud lain. Tolong lihat aku," ucap Zada memelas. Zoya mendengus sebal dan mematikan layar televisi di hadapannya. "Mau apa lagi sih, Mas? Belum cukup kamu menyakiti aku selama ini? Masih kurang?" tanya Zoya kesal dan mengusap wajahnya kasar.
Bagaimana Zoya bisa cepat lupa jika Zada saja selalu muncul di hadapannya. Tanpa diduga, Zada langsung bersujud di kaki Zoya. Zoya berusaha melepaskan diri namun, cekalan tangan Zada membuat Zoya pasrah. "Zoya ... Maafkan aku ... Aku menyesal ... Aku sangat berdosa sekali ...." Zada berucap dengan air mata yang bercucuran.
Sekuat tenaga Zoya menahan tangis, dia tidak sanggup. Akhirnya, air mata itu jatuh dari netra kecoklatan milik Zoya. Rasanya masih sama, menyakitkan dan menyesakkan. "Kenapa kamu baru sadar sekarang? Selama ini kamu kemana! Mata kamu tuh sudah di butakan oleh syetan. Kamu tahu kan, Mas, aku sakit hati banget waktu tahu kamu melakukan itu dengan Ghaida," ucap Zoya yang terpaksa harus membuka luka yang sedang dia obati lagi.
Zada mendongak dengan wajah terkejutnya. "Kamu tahu? Ka-kamu melihatnya?" lirih Zada seperti sudah tidak bernyawa lagi. Zoya semakin sesenggukan. Sesak sekali rasa hati Zoya saat ini.
"Aku melihatnya, Mas. Kamu sudah berzina dengan Ghaida. Aku nggak nyangka iman kamu begitu lemah. Dimana mas Zada yang dulu aku kenal? Mas ... Aku mendengar dan melihat apa yang kamu dan Ghaida lakukan," Zoya semakin meraung-raung dalam tangisnya.
Zoya seperti punya dorongan untuk mengeluarkan semua isi dalam hatinya tentang Zada dan Ghaida. Sehingga, Zoya sampai meledak-ledak saat mengucapkan kalimat yang bahkan akan menyakiti dirinya.
Zada semakin memeluk kaki Zoya erat berharap bisa menebus semua kesalahannya pada Zoya. "Maafkan aku, Zoya ... Maafkan aku ...." Hanya kalimat maaf yang sanggup Zada lontarkan. Hatinya ikut nyeri karena Zoya telah terluka karena dirinya.
"Dan kamu tahu, Mas ... Saat itu aku sangat kesepian karena kamu begitu dekat dengan Ghaida. Seolah kepulanganku ke rumah tidak membuatmu semakin dekat denganku. Justru, aku semakin kehilanganmu, Mas."
"Aku sudah kehilangan cintaku. Aku ... Aku ...."
Zoya tidak sanggup lagi menyelesaikan kalimatnya. Dia sudah menangis sejadi-jadinya seakan begitu nyaman mengeluarkan semua keluh kesahnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Akhirnya ... kau sadar juga Zada ...
jangan lupa dukungannya ya🤗
dengan cara like, komen, vote, dan kasih hadiah semampu kalian😘😍
terima kasih untuk kalian yang masih setia membaca karyaku.
dukungan kalian sangat membantu kemajuan karyaku 😘