Arabella seorang anak perempuan yang menyimpan dendam terhadap sang Ayah, hal itu diawali sejak sang Ayah ketahuan selingkuh di tempat umum, Ara kecil berharap ayahnya akan memilih dirinya, namun ternyata sang ayah malah memilih wanita lain dan sempat memaki istrinya karena menjambak rambut selingkuhannya itu.
Kejadian pahit ini disaksikan langsung oleh anak berusia 8 tahun, sejak saat itu rasa sayang Ara terhadap ayahnya berubah menjadi dendam.
Mampukah Arabella membalaskan semua rasa sakit yang di derita oleh ibunya??
Nantikan kisah selanjutnya hanya di Manga Toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Malam harinya, Ara pergi ke rumah sakit dengan diantar oleh Amel, hujan diluar masih lebat, namun kedua gadis ini tetap menerjang menggunakan mobil. jalanan kota nampak ramai, lampu jalanan bersinar di tengah-tengah guyuran hujan.
"Mel, semoga saja Om dokter ada kenalan di rumah sakit tempat Naira dilahirkan ya," ucap Ara penuh dengan harap.
"Semoga saja, kamu berpikir yang positif saja," sahut Amel sambil fokus ke arah depan.
Mobil menerobos jalanan yang dipenuhi oleh genangan air, dan tanpa terasa sudah berhenti di depan rumah sakit, kali ini Ara mengambil payung berjalan sendiri tanpa didampingi Amel, karena mendadak Dirga mau mengajak gadis itu ketemuan.
"Ra, maaf ya, aku gak bisa temanin bokap Lo telepon terus," ucap Amel sengaja ia keraskan nada suaranya di saat kata 'bokap'.
"Dia bukan bokap gue," sahut Ara dengan nada judes.
"Terus lo ada karena siapa?" Amel meringis sambil mengacungkan dua jarinya berbentuk V.
"Terserah gue gak ngurus, mau gue lahir karena siapa yang jelas dia bukan bokap gue," sahut Ara sambil keluar dengan wajah yang sedikit dongkol, namun ia tidak pernah membenci Amel sedikit pun karena dia tahu sedari dulu sahabatnya itu memang suka usil.
Ara berjalan sambil memegang payung besar, semua bukti sudah tersimpan aman di dalam tasnya, setelah melewati lorong rumah sakit yang begitu panjang akhirnya gadis itu sudah sampai di kamar Naira, anak itu sekarang sudah mulai baikan, bahkan kata dokter besok sudah bisa pulang.
"Malam semua ...," sapanya dari ambang pintu.
"Assalamualaikum ....," tegur Arkan kepada kakaknya.
"Ups ... maaf ya kakak lupa," sahut Ara sambil menempelkan kedua tangannya.
"Kak, akhir-akhir ini terlihat sibuk sekali sih," ujar Arkan sambil memeluk tubuh kakaknya.
"Sayang, akhir-akhir ini jadwal kampus kakak itu benar-benar padat banget," ungkap Ara meskipun selalu membohongi semua keluarganya.
"Baiklah kalau gitu semoga tugas kakak segera kelar ya, biar bisa bermain lagi sama aku," ucap Arkan yang penuh dengan pengertian.
Setelah menghampiri Arkan Ara pun mulai menghampiri ibunya, memeluk erat tubuh ibunya untuk melepas rasa kangen. "Nak, jangan lelah-lelah, kamu tahu kan kesehatan kamu lebih penting dari segalanya," ujar Sena.
Seketika Ara melepas pelukannya, menatap wajah ibunya itu dengan rasa bersalahnya karena ingin mengungkap sebuah kebenaran. "Itu pasti Ma, Ara selalu jaga kesehatan dan pola makan kok, oh ya gimana keadaan Naira?" tanya Ara.
"Dia sudah ada banyak perubahan, dan kata Om dokter besok sudah boleh pulang," ucap Sena.
"Syukurlah kalau begitu, semoga setelah ini hidup keluarga kita bertambah hangat dengan kehadiran Naira," sahut Ara.
"Mama juga berpikir begitu, hanya saja Mama sedikit takut jika ibunya Naira mencari anaknya," ujar Sena.
"Tenang saja, Ma, palingan mereka tidak pernah mencari Naira," sahut Ara.
"Kok kamu tahu Nak," celetuk Sena tiba-tiba.
Seketika wajah Ara mendadak bingung namun secepat mungkin ia menetralisir ketakutannya itu. "E... enggak maksud Ara kalau ibunya mencari mungkin sudah kemarin-kemarin, nyatanya dari pihak Naira diam kan? Itu berarti fix mereka hanya memanfaatkan tenaga Naira saja," kata Ara segera.
Sena berusaha memahami meskipun sedikit ada ketahuan di dalam hati, namun ibu dua anak itu mencoba untuk percaya dengan putrinya.
Setelah berbincang-bincang dan menengok keadaan Naira Ara mulai mencari-cari keberadaan Rafli, di ruang kerjanya, dan ternyata saat ini Rafli sedang ada di dalam ruangan kerjanya, dengan santainya Ara masuk sebelum membuat janji dulu.
"Om dokter," sapanya pelan.
"Nak, ada apa?" tanya Rafli sambil memperhatikan wajah Ara yang terlihat masam.
"Om, aku butuh bantuan Om," ucap Ara sambil membawa handphone yang berisi file dari Nur tadi sore.
"Apa itu Nak?" tanya Rafli heran
"Buka saja," suruh Ara.
Rafli terdiam sejenak sambil memandang handphone yang bukan milik Ara. lalu kemudian dengan cepat tangannya mulai menekan alamat file tersebut, tatapannya begitu serius, dan ketika ia tahu bukti baru tentang Naira pria itu langsung memakai kaca matanya memastikan dengan sedetail mungkin.
Jantung Rafli bergetar hebat ketika tahu nama Dirga dan Ika terpampang nyata di dalam akta kelahiran itu. "Nak, kau dapat dari mana, ini sangat beresiko tinggi loh," sahut Rafli.
"Dari kenalan, maka dari itu aku ingin minta bantuan Om untuk melindungi teman Ara yang bekerja di Disdukcapil, karena keberaniannya Ara mengetahui kebenaran yang sebenarnya, dan aku juga ingin, setelah ini Om selidiki kebenarannya di rumah sakit Citra Medika tempat Naira dilahirkan," pinta Naira.
Rafli menatap gadis yang sudah ia anggap sebagai anaknya itu, dia bisa merasakan bagaimana sakitnya hati Ara yang sedari kecil hidup tanpa sentuhan dari tangan ayahnya. "Kalau Om boleh tahu, apa tujuanmu melakukan ini?"
Ara menundukkan pandangan, dengan suara yang bergetar ia pun menjawab pertanyaan Rafli. "Pertama aku ingin Naira mendapatkan haknya sebagai seorang anak, dan yang kedua, aku akan memberi pelajaran kepada pria itu, kalau putra laki-laki yang selama ini dia rawat bukan darah dagingnya."
Rafli memahami betul apa yang selama ini dirasakan oleh Naira, sakit hati disaat seorang ayah seharusnya berperan selayaknya tapi gak itu tidak didapatkan Ara sama sekali, namun pria berkacamata itu juga tidak membenarkan dendam Ara.
"Sayang, ini terlalu bahaya, Om bisa melakukan apa yang kamu inginkan, tapi kau harus janji setelah ini sudahi dendam mu itu," ungkap Rafli.
"Ara janji setelah semua terbuka aku akan sudahi semua, tapi aku punya permintaan lagi," ujar Ara.
"Apa itu?"
"Jadilah papanya Arkan, lindungi dia jangan sampai pria berengsek itu tahu kalau dia punya anak laki-laki dari mamaku," pinta Ara dengan mata yang berkaca-kaca.
"Nak, tidak kau pinta pun kamu sama Arkan sudah Om anggap seperti anak Om sendiri, jadi tidak perlu diminta Nak," sahut Rafli.
"Makasih ya, selama ini sudah menjadi pengganti papa yang hilang dari kita berdua, dulu setelah aku keluar dari rumah besarku, aku pikir semua pria sama, tapi ketika melihat ketulusanku prasangka ku jadi berubah Om," ungkap Ara.
"Nak ... tidak semua pria seperti itu, sejatinya para lelaki sudah ditugaskan dengan tanggung jawabnya masing-masing sebagai kepala keluarga, tinggal kitanya saja mau milih jalur yang mana, tanggung jawab apa sebaliknya, dan tanggung jawab bukan dari segi ekonomi saja, tapi kasih sayang, terutama kesetiaan dalam berpasangan," jelas Rafli.
Ara pun menatap Rafli dengan tatapan haru, dan bangga, selama ini meskipun belum menjadi suami ibunya namun pria itu tidak berhenti berusaha, dan sampai sekarang pun masih tetap peduli dengan kedua anak dari Sena.
"Baiklah Om, kalau gitu Ara keluar dulu ya, dan jangan lupa kata Ara tadi," ucap gadis cantik itu dengan tegas.
Rafli hanya mengangguk dan menatap punggung Ara yang semakin jauh dari pandangannya.
"Ya Allah Nak, sesakit apa hatimu, hingga kau benar-benar ingin membalas kejahatan papamu di masa lalu," gumam Rafli dengan tatapan sayu.
Bersambung .....
Semoga suka ya Kak ....