NovelToon NovelToon
Mahira

Mahira

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Pengganti
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: santi damayanti

“Aku kecewa sama kamu, Mahira. Bisa-bisanya kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu, Mahira,” ucap Rangga dengan wajah menahan marah.
“Mas Rangga,” isak Mahira, “demi Tuhan aku tidak pernah memasukkan lelaki ke kamarku.”
“Jangan menyangkal, kamu, Mahira. Jangan-jangan bukan sekali saja kamu memasukkan lelaki ke kamar kamu,” tuduh Rukmini tajam.
“Tidak!” teriak Mahira. “Aku bukan wanita murahan seperti kamu,” bantah Mahira penuh amarah.
“Diam!” bentak Harsono, untuk kesekian kalinya membentak Mahira.
“Kamu mengecewakan Bapak, Mahira. Kenapa kamu melakukan ini di saat besok kamu mau menikah, Mahira?” Harsono tampak sangat kecewa.
“Bapak,” isak Mahira lirih, “Bapak mengenalku dengan baik. Bapak harusnya percaya sama aku, Pak. Bahkan aku pacaran sama Mas Rangga selama 5 tahun saja aku masih bisa jaga diri, Pak. Aku sangat mencintai Mas Rangga, aku tidak mungkin berkhianat.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi damayanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

jm 15

“Doni,” gumam Mahira.

“Ah, ini gila,” ucap Mahira dalam hati. “Dia murid gue… artinya gue menikah dengan murid sendiri. Drama macam apa ini?” pikirnya.

“Mampuslah gue. Kenapa juga gue ditempatin di sekolah ini sih?” keluh Doni dalam hati.

“Bu Mahira, saya pergi dulu, ya,” ucap Bu Fany.

“Hey, tampan, kenalan dong,” celetuk Lisa.

“Nyosor aja lu. Nggak bisa, ya, lihat cowok tampan?” sahut Lusi.

“Ehem,” Doni berdehem.

Mahira melirik sekilas. “Perkenalkan dirimu,” ucapnya singkat.

Doni mengedarkan pandangan pada semua orang. “Kenalin, nama saya Doni. Salam kenal,” ucapnya.

“Doni, silakan kamu duduk di sana,” perintah Mahira dengan canggung.

“Baik, Bu Guru,” jawab Doni santai.

Doni melangkah ke arah bangku kosong. Di sampingnya duduk seorang siswi berusia sekitar tujuh belas tahun, rambut panjang terurai, kacamata tebal, dan tangan yang selalu gemetar.

“Permisi,” ucap Doni.

“Iya,” jawab siswi itu pelan.

“Kenalin, nama gue Doni,” ujar Doni.

“Nurma,” balasnya singkat.

Doni meletakkan tasnya lalu kembali memusatkan perhatian pada Mahira. Pandangannya menyapu seluruh kelas. “Sepertinya aku salah kelas…” gumamnya dalam hati. Beberapa siswa laki-laki tampak langsung tidak suka melihatnya.

Tatapan Doni kemudian jatuh pada papan tulis. “Pinter juga istri gue… tapi ngapain dia ngajar di sini? Gue harus ubah strategi,” pikir Doni. Semalaman ia mempelajari data SMK Nusantara. Ia fokus pada nama-nama siswa, bukan daftar guru. Meski ada nama Mahira di daftar tenaga pengajar, ia tetap tidak menyangka kalau “Mahira” itu adalah istrinya sendiri.

Kurang tidur semalaman membuat kepala Doni terasa berat. Mahira menjelaskan matematika dengan penuh atraksi, namun Doni justru makin mengantuk. Kepalanya perlahan miring ke kiri hingga akhirnya menempel di pundak Nurma. Nurma panik dan mencoba menyingkir, tetapi justru membuat dirinya terpojok ke tembok. Karena tidak ingin membuat kegaduhan, ia memilih diam dan membiarkan Doni tidur di pundaknya.

“Brak!” Mahira menggebrak meja Doni.

“Kamu kalau mau tidur, tidur di rumah!” bentak Mahira tajam.

Doni terlonjak kaget. Dalam kondisi setengah sadar, ia malah meraih pergelangan tangan Mahira. “Ayo, istriku… pulang…” gumam Doni dengan mata masih terpejam.

Seluruh kelas meledak tertawa.

Doni langsung membuka mata lebar-lebar dan sadar masih memegang tangan Mahira. Ia berdiri kaku lalu memberi hormat. “Siap, Komandan! Mohon maaf, saya mengakui kesalahan! Siap menerima hukuman!” serunya lantang seperti prajurit.

Tawa siswa semakin pecah.

“Keluar....!!!!!. Selama jam pelajaran saya, kamu dilarang masuk,” ujar Mahira kesal.

“Astaga… bisa-bisanya aku punya suami seperti ini. Muridku pula. Murid bandel lagi…” gerutunya dalam hati.

“Siap terima perintah,” Ucap doni seperti prajurit menerima perintah komandan.

Mahira hanya menatapnya dengan malas. Doni pun keluar kelas. Saat hampir mencapai pintu, matanya terpaku pada seorang siswi di barisan paling depan. Pandangannya intens, seolah lupa ia baru saja diusir. Siswi itu, Saras, tersenyum manis. Doni otomatis membalas senyuman itu.

“Dasar mata keranjang… Saras memang siswa paling cantik di sekolah ini,” gerutu Mahira dalam hati. Tiba-tiba ia merasa dadanya panas seperti dibakar matahari, padahal di luar baru pagi dan hujan masih rintik.

“Cepat keluar,” bentak Mahira.

Doni menggaruk kepala yang tidak gatal sebelum melangkah keluar kelas. Ia duduk di bangku kayu di depan pintu, memandang ke sekeliling sekolah.

“Ini saatnya. Kalau jam istirahat pasti ramai,” pikir Doni sambil berdiri. Ia mulai berjalan menyusuri lorong.

“Kamu mau ke mana?” suara seorang guru terdengar dari belakang. Doni menoleh dan membaca name tag bertuliskan “Agus”.

“Saya cari toilet, Pak,” jawab Doni.

“Kamu salah arah. Toilet itu di sisi utara. Kamu malah menuju laboratorium,” jelas Pak Agus.

“Oh, maaf Pak. Saya murid baru,” sahut Doni.

Pak Agus mengangguk. Doni kemudian bertanya pelan, “Kalau di belakang lab itu ruangan apa ya, Pak?”

“Tidak perlu kamu tahu. Dan kamu dilarang mencari tahu,” tegas Pak Agus.

Doni tersenyum kaku sambil kembali menggaruk kepala. “Baik, Pak. Maaf.”

Ia pun berjalan menuju arah toilet. Namun begitu melewati bangunan lain, ia menyelinap ke sisi yang tidak terlihat dari lorong. Pak Agus masih berdiri di tempat tadi, memastikan Doni pergi benar-benar jauh. Begitu suasana dirasa aman, Doni kembali mengendap menuju laboratorium.

Ia kini berada di sebuah bangunan terpisah, tiga lantai, tampak baru tetapi jelas tidak terpakai selama berbulan-bulan. Di gerbang besi tercantum tulisan besar: “Dilarang Mendekat”. Pagar setinggi dua setengah meter mengelilinginya, dilengkapi kawat berduri di bagian atas.

Doni bersiap memanjat ketika sebuah suara keras terdengar.

“Hey! Kamu ngapain?”

Doni menoleh. Seorang lelaki tinggi berseragam keamanan berjalan cepat menghampirinya dengan tatapan tajam.

“Maaf, Pak. Saya dihukum dan mau kabur,” ucap Doni sambil memasang muka melas ala siswa bandel

Security itu mendekat dan menggeram, “Pergi. Jangan pernah datang ke sini lagi.”

Doni mengangguk patuh sebelum menjauh dari gedung misterius itu.

Doni kembali ke depan kelas 12 E. Ia belum masuk karena masih dihukum. Tak lama kemudian Mahira keluar dari kelas, jam pelajaran telah usai. Mahira menatapnya tajam, sementara Doni tersenyum tengil.

“Cengar-cengir kaya kuda,” gerutu Mahira dalam hati.

Ia melangkah pergi menuju ruang guru karena jam istirahat telah tiba.

Doni duduk di kursinya. “Tidak keluar kamu?” tanya Doni pada Nurma.

Nurma menggeleng pelan.

“Gagu Lu, ya?” ucap Doni kesal

“Pergilah. Kamu bisa dapat masalah kalau dekat denganku,” ucap Nurma lirih.

“Ya ampun… keluar bareng yuk. Gue tidak punya teman,” rengek Doni.

“Pergilah. Biarkan aku sendiri.”

Doni hendak membalas, tetapi empat siswa tiba-tiba muncul. Tubuh mereka atletis, tinggi sekitar 187 sentimeter. Mereka berjalan mendekati Doni dan Nurma.

Salah satu dari mereka, pria kurus dan tinggi, mencengkeram pundak Doni keras. Tangan Doni mengepal.

“Don… sekolah… Don,” bisiknya dalam hati, menahan diri.

“Ada apa ini, Bang?” tanya Doni lirih, suaranya bergetar.

“Dengar baik-baik, pecundang. Jangan pernah dekat-dekat Saras. Kalau tidak, hidup lu tamat,” ancamnya.

“Baik, Bang,” jawab Doni pelan.

“Plak!” kepala Doni ditepuk keras.

hampir saja doni menghajar mereka semua tapi doni menahan diri karena dia tidak mau membbuat keributan di sekolah

“Memang pantasnya kamu sama cewek culun kayak dia,” ucap salah satu yang paling besar sebelum mereka pergi meninggalkan Doni.

Mahira masuk ke ruang guru. Ia menarik napas berat. Biasanya ia disambut hangat oleh rekan guru, namun hari ini seluruh ruangan terasa dingin. Beberapa guru bahkan menghindari tatapan.

Mahira berjalan menuju mejanya. Ketika melewati jajaran guru yang cuek, ia tidak berani menyapa. Ia meletakkan tas, membuka laci, dan bersiap membuat laporan pembelajaran.

“Mahira, kamu itu guru, tapi kelakuanmu memalukan sekali.”

Mahira mendongak. Ibu Susi berdiri tepat di depannya, sementara Ibu Yuli dan Ibu Retna berdiri di belakang.

“Kamu itu harusnya berpikir dulu sebelum bertindak. Coba bayangkan kalau tidak ada adikmu. Bagaimana malunya keluarga kamu?”

Mahira menelan ludah. Hatinya mencubit.

“Ya Allah… ternyata mereka juga terhasut,” lirihnya dalam hati.

1
puspa endah
ceritanya bagus thor susah di tebak
puspa endah
teka teki banget ceritanya👍👍👍👍 lanjut thor😍😍😍
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
partini
oh seperti itu
puspa endah
lanjut thor👍👍👍
puspa endah
banyak teka tekinya thor😄😄😄. siapa lagi ya itu....
anak buah doni kah?
puspa endah
woow siapakah Leo?
NP
ga jadi mandi di doni
puspa endah
🤣🤣🤣 lucu banget mahira n doni
partini
Leo saking cintanya sama tuh Kunti Ampe segitunya nurut aja ,,dia dalangnya Leo yg eksekusi hemmmm ledhoooooooooo
partini
sehhh sadis nya, guru ga ada harganya di mata mereka wow super wow
partini
hemmm modus ini mah
partini
apa Doni bukan anak SMA,, wah banyak misteri
puspa endah
wah kereen bu kepsek👍👍👍 hempaskan bu susi, bu anggi dan pak marno😄😄😄😄
partini
Reza takut ma bosnya 😂😂
sama" cembukur teryata
puspa endah
bagus mahira👍👍👍 jangan takut klo ga salah
puspa endah
doni kayaknya lagi menyamar
partini
daster panjang di bawah lutut ga Sampai mata kaki ya Thor
tapi pakai hijab apa ga aneh
NP: q kalo dirumah jg sering kayak itu ..to pake legging lengan pendek
total 3 replies
partini
hemmmm Doni ,, kenapa aku berfikir ke sana yah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!