Elisabet Stevani br Situmorang, tadinya, seorang mahasiswa berprestasi dan genius di kampusnya.
Namun, setelah ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Elisabet kecewa dan marah, demi menghibur dirinya ia setuju mengikuti ajakan temannya dan kekasihnya ke klup malam, ternyata ia melakukan kesalahan satu malam, Elisabet hamil dan kekasihnya lari dari tanggung jawab.
Karena Ayahnya malu, untuk menutupi aib keluarganya, ia membayar seorang pegawai bawahan untuk menikahi dan membawanya jauh dari ibu kota, Elisabet di kucilkan di satu desa terpencil di Sabulan di Samosir Danau toba.
Hidup bersama ibu mertua yang yang sudah tua dan ipar yang memiliki keterbelakangan mental, Elisabet sangat depresi karena keluarga dan suaminya membuangnya saat ia hamil, tetapi karena kebaikan ibu mertuanya ia bisa bertahan dan berhasil melahirkan anak yang tampan dan zenius.
Beberapa tahun kemudian, Elisabet kembali, ia mengubah indentitasnya dan penampilannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Saat Ia Menjadi Rebutan
Alasan Vani keluar dari aula itu meninggalkan acara, tidak ingin serbu dan ditanya ini itu sama Bonar dan yang lainya yang mengenal dirinya, ia juga ingin membuat mereka semua kebingungan.
William membawa Vani ke salah satu tempat yang aman.
“Bagaiman perasaanmu?” tanya William.uk
“Ada perasaan puas, saat melihat mereka semua kaget”
“Apa kamu melihat kalau bokap gue dia sudah tahu kalau aku orang yang akan bekerja di sana, daddy orang yang sangat pintar, tidak pernah menerima karyawan tanpa jelas identitasnya, aku bisa bekerja di sana saat itu karena dia sedang berobat ke Singapura”
“Kamu benar, itu artinya dia sudah tau kamu akan bekerja di sana?”
“Bisa jadi,”balas Vani.
Sementara, di perusahan Bu Rosa semakin kepanasan, saat melihat suaminya sangat tenang seolah-olah tidak perduli dengan kehadiran Vani. Setelah acara hari itu selesai Sudung naik keatas ke ruangannya.
“Apa kamu yang merencanakan semua itu?”
“Merencanakan apa?”
Sudung membuka satu persatu berkas yang menumpuk s di depan mejanya. Lalu tangannya menari-nari dengan lincah di atas kertas, ia menandatangani berkas kerja sama mereka.
“Tentang Vani …,” tangannya terdiam sejenak, ia mendengarkan penuturan Rosa.
“Aku tidak tau”
“Bohong ! kan papi yang membawanya ke perusahaan lalu menendang ku”
“Dia pemegang saham di perusahaan”
“APA?” Rosa kaget.
“Bahkan dia salah satu pemegang saham terbanyak”
“Kamu ingin mengkhianati? jadi , perusahaan hampir bangkrut, semua itu kebohongan agar kamu bisa menjual rumah, villa, mobil lalu aku dan Winda tidak apa-apa itukan rencana mu”
“Berhentilah, menuduhku dengan pikiran yang macam-macam, aku lagi sibuk”
“Lalu kamu kenapa menggantikan posisiku?”
“Dengar, selama kamu menjabat sebagai komisaris keuangan, perusahaan merugi terus, kamu tidak bisa menciptakan inovasi agar kantor tidak merugi, kamu tidak melakukan apa-apa Rosa, kmu tidak bisa menjaga uang agar tidak keluar dengan begitu cuma-cuma”
“Lalu apa yang aku lakukan?”
“Harusnya kamu peduli dengan nasip perusahaan”
Pertengkaran pun terjadi, suara bernada tinggi terdengar dari ruangan Sudung, tidak lama kemudian Rosa keluar, melihat itu Bonar mengurungkan niatnya untuk bertanya pada Sudung. Tadinya Bonar ingin bertanya pada sang bapak mertua apa sudah mengetahui kalau Vani sudah di Jakarta.
*
Besok harinya Vani akhirnya datang sebagai pegawai baru.
“Selamat pagi Bu Vani,” sapa pak satpam dengan sopan.
“Pagi Pak, ini buat Pak Banu.” Vani menyodorkan kantong kresek berisi goreng pisang yang masih panas.
“Bu-buat saya Bu”
“Ya serapan buat bapak”
“Terimakasih Bu Vani.” Ia sangat senang saat ada karyawan yang perhatian dengannya.
Lonak punya dua orang satpam yang bertugas menjaga keamanan di sana Arifin dan Banu, Pak Banu sudah lama bekerja di kantor tersebut, bahkan saat mama Vani masih hidup, lelaki paru baya itu sering melakukan hal seperti itu, perhatian kecil untuk para kerja bawahan.
‘ Vani persis seperti seperti ibu, selalu perhatian karyawan’
Saat ingin lift tiba-tiba sebuah tangan menahan, lelaki tampan bermanik coklat terang berdiri di depannya.
“Apa kabar Vani?”
’Tumben lelaki ini bisa lepas dari istrinya biasanya di kawal kemana-mana’
“Baik Pak Andre”
“Sudah sangat lama ya Van”
‘Gak lama … beberapa bulan lalu, aku hampir tiap hari melihatmu biasa saja’ Vani bicara dalam hati
“Ya” Vani tidak ingin ada masalah atupun menggosip, ia buru-buru turun dan menghiraukan Andre yang mencoba ingin bicara dengannya.
Andre tidak berani mengejar atau berbuat macam-macam karena ruangan Vani bersebelahan dengan ruangan Sudung, Vani berdiri di ruangan bekas mamanya dulu, ada perasaan rindu yang begitu memuncak di dada.
Ia mengeluarkan bingkai mamanya dari tas dan memajangnya kembali, foto itu ia dapatkan di gudang kantor saat ia membereskan tempat itu dulu, saat ia masih menyamar jadi petugas OB, saat duduk memeriksa setiap sudut ruangan, ketukan pintu terdengar.
Tok …! Tok …
“Masuk!”
Ia menoleh ke pintu, Bonar berdiri dengan mata menatap serius ke arahnya, “jadi ini benar kamu?”
“Ada apa?” Vani bersikap tidak perduli.
“Aku ingin bicara dengan kmu Vani,” ujar Bonar mata masih menatap wajah Vani, ia berpikir kalau Vani sangat berbeda, ia belum yakin wanita yang beberapa hari lalu orang yang sama dengan wanita yang di depannya.
“Tidak ada yang perlu dibicarakan Pak Bonar, ini jam kerja, apa yang kita bicarakan malam itu, akan aku berikan padamu nanti,” ujar Vani, ia duduk di kursi dan mulai membuka laptop miliknya.
Tok … Tok …
Sekarang ada ketukan lagi dari pintu. “Masuk!” Kini giliran mantan kekasihnya yang berdiri di sini.
“Hadeh … ada apa dengan para pria ini”
“Eh … Pak Bonar ada di sini’
“Ada apa Pak Andre?”
“Boleh kita bicara?”
“Baiklah, bicaralah”
“Sekarang di sini?” Andre menatap Bonar.
“Baiklah, aku keluar dulu”
Bonar keluar, kali ini ia yang merasa panas saat melihat mantan kekasih istrinya bicara berdua dengan Vani, ia bahkan melakukan hal yang licik, ia melapor pada Winda kalau Andre datang ke ruangan Vani, tentu saja wanita itu berlari ke atas, belum juga mereka bicara . Winda sudah menerobos masuk.
“Apa yang kalian lakukan?” tanya Winda panik.
‘Kamu akan gila dengan perasaan curiga sendiri, tenang saja, kamu akan mendapat pelajaran nanti’ ucap Vani dalam hati.
“Winda kamu mau ngapain?” Andre akhirnya kehilangan kesabaran melihat sikap Winda.
“Justru aku yang bertanya, apa yang ingin kamu lakukan dengan wanita ini”
“Kecilkan suaramu! nanti Pak Sudung mendengar,” ujar Andre, bukannya tambah tenang Winda semakin menggila saat Vani berdiri, memperlihatkan penampilannya dan bentuk tubuhnya yang sangat cantik.
Vani memang sengaja memanas-manasi agar wanita jahat itu semakin gila.
“Aku tidak perduli, aku tidak ingin kamu menemui wanita ini”
“Namaku Vani, Bu Winda, kamu juga memanggilku dengan mama Fernando, itu nama anakku,” ujar vani ia pura-pura membaca file di tangannya.
“Aku tidak perduli! Hamil diluar nikah saja kamu bangga”
Vani tersenyum menggeleng, ia tidak marah ia sudah terbiasa dengan hinaan seperti itu di kampung, bahkan dari Bonar, jadi kupingnya sudah kebal. Tidak ingin terjadi keributan Andre menyeret tangan Winda keluar.
“Apa kamu ingin bersama wanita murahan itu lagi”
Paaak …
Andre menampar wajah Winda, bahkan ia menamparnya saat Rosa datang dari depan
“Jangan menyebut orang lain murahan, berkaca dan sadari dirimu,” ujar Andre. Lalu ia meninggalkan Winda yang menangis memegang sebelah pipinya yang meninggalkan stempel jari.
Rosa mendekat dan menarik tangan Winda ke ruangannya, bukannya membela atau menenangkan putrinya Rosa malah memojokkan Winda.
“Makanya jadi wanita jangan lemah, aku sudah bilang janga mulutmu dan tindakan mu”
“Mami malah memojokkan aku”
“Vani sudah datang, itu artinya ia akan membalas apa yang sudah kamu lakukan padanya, harusnya kamu bersikap manis dan berpura-pura baik padanya,” ujar Rosa.
Bersambung.