Dalam menimba ilmu kanuragan Getot darjo memang sangat lamban. Ini dikarenakan ia mempunyai struktur tulang yang amburadul. hingga tak ada satupun ahli silat yang mau menjadi gurunya.
Belum lagi sifatnya yang suka bikin rusuh. maka hampir semua pesilat aliran putih menjauh dikala ia ingin menimba ilmu kanuragan.
Padahal ia adalah seorang anak pendekar yang harum namanya. tapi sepertinya pepatah yang berlaku baginya adalah buah jatuh sangat jauh dari pohonnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ihsan halomoan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obat Buat Udhet
Hari itu, Getot masih terbaring lemah di kamarnya, sudah tiga hari lamanya. Ilmu yang dilepaskan oleh roh Ki Amuraka sungguh dahsyat, membuatnya tak sadarkan diri begitu lama.
Namun, siang itu kesadarannya berangsur kembali. Perlahan, matanya terbuka, dan ingatan akan kejadian sebelumnya menyeruak.
"Hmm... aku sudah di kamar. Dan mataku? Ah, aku bisa melihat lagi. Benar kata Udhet, kebutaan itu hanya sementara," gumamnya lega.
Lalu, benaknya tertuju pada serangan kakek misterius itu. "Ilmunya luar biasa. Siapa kakek itu yang membekukan tubuhku hingga terasa dingin setengah mati?"
Tak lupa, ia juga mengingat amarahnya yang membakar lidah Udhet. "Haduh... kenapa aku harus marah? Udhet kan hanya ingin melatihku. Aku jadi merasa bersalah sekali!"
"Hey, di mana dia ya? Aku harus berlatih kembali," pikir Getot, bangkit setelah menyantap buah yang disediakan Udhet. Ia mencari Udhet ke sarangnya, dan benar saja, ular besar itu melingkar di atas batu besar.
"Hey, Udhet, kamu sudah bangun?" sapa Getot. Biasanya, Udhet selalu menyambutnya, namun kali ini ia tak merespon. "Hey... bangunlah, kawan. Sepertinya aku sudah lama pingsan. Aku sudah segar kembali. Jadi, kita harus segera berlatih."
Lagi-lagi, Udhet membisu. Getot mulai merasa Udhet marah padanya. "Apa kamu marah padaku, Udhet?"
Udhet bergerak sedikit, lalu kembali diam. "Baiklah, aku minta maaf. Aku salah. Seharusnya aku tidak melakukan itu padamu. Apa lidahmu baik-baik saja?"
Kini, Udhet bereaksi. Ia membuka mata dan menjulurkan lidahnya. Getot semakin merasa bersalah melihat ujung lidah Udhet yang menghitam.
Ia lalu duduk bersimpuh, menyedekapkan tangan. "Sekali lagi aku minta maaf, Udhet. Aku khilaf. Padahal kamu sudah banyak menolongku dalam pelatihan ini."
"Grokk grokk," suara rendah Udhet terdengar.
"Iya, Udhet. Aku berjanji tidak akan melakukannya lagi. Aku benar-benar khilaf. Kamu adalah kawanku. Seharusnya aku tidak melukaimu."
"Grokk grokkk."
"Hah? Kamu butuh ramuan untuk mengobati lidahmu? Baiklah, katakan saja apa yang harus kulakukan."
Udhet kemudian memberitahukan jenis tanaman dan akar-akaran yang harus dicari. "Aku akan mencarinya. Tapi apa kamu mengizinkanku untuk keluar dari gua ini?" tanya Getot.
"Grokk grokk."
"Baiklah, aku pergi dulu dan akan mencari yang kamu pesan." Getot bangkit dan melangkah, namun Udhet memanggilnya lagi.
"Grokkk."
"Ya, Udhet?"
Tiba-tiba, Udhet menjulurkan lidahnya, dan di ujungnya terdapat beberapa keping emas. "Apa ini, Udhet? Untukku?" tanya Getot heran.
"Grokkk."
"Hah? Yang benar? Kamu mau tuak? Haha... baiklah, aku akan membelikannya untukmu."
Udhet tahu ia tidak menghiraukan pesan Ki Amuraka agar Getot tidak keluar dari gua. Tapi, bagaimana lagi? Lidahnya terasa sangat sakit, dan hanya tuak yang bisa meredakannya sebelum ramuan itu digunakan.
Sebenarnya, Udhet juga sudah tahu bahwa Getot telah menemukan pintu rahasia dan tentang kelelawar yang mengambil emas. Itu sebabnya, pada hari Getot keluar dari gua, ia telah waspada jika terjadi sesuatu. Ia membiarkan Getot sedikit beristirahat dari latihan berat. Dan memang, peristiwa penyergapan itu terjadi, membuat Udhet langsung menuju tempat Getot.
"Grokkk grokkk."
"Iya, aku tidak akan lama. Secepatnya aku kembali. Aku mengerti keadaanmu," jawab Getot.
Dulu, Udhet juga pernah terluka, dan Ki Amuraka memberinya tuak untuk meredakan nyeri. Itulah mengapa Udhet membutuhkan Getot, karena ia tidak mungkin membelinya sendiri ke kedai tuak.