NovelToon NovelToon
Shadows In Motion

Shadows In Motion

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: KiboyGemoy!

Karya Asli By Kiboy.
Araya—serta kekurangan dan perjuangannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KiboyGemoy!, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 33

POV : ARAYA.

Ma, maaf karena telah mengecewakan. Sedari kecil aku sangat iri pada teman-teman ku. Dia memiliki sosok Ayah yang benar-benar sayang sama dia.

Saat tahu bahwa Ayah telah tiada entah mengapa aku merasa itu tidak benar. Aku yakin Ayah masih hidup. Pada saat itu aku berusia tujuh tahun. Aku selalu pergi keluar rumah untuk mencari Ayah. Namun, ada satu perempuan yang mengatakan bahwa Ayahku seorang dancer terkenal. Ia pun memperlihatkan bagaimana hebatnya Ayah dalam tariannya—tapi wajahnya tidak kelihatan.

Aku senang, Ma. Sangat senang sampai-sampai aku ingin menjadi seorang dancer seperti nya. Apakah aku salah?

Tidak tahunya hal itu membuat Mama marah dan enggan untuk melihatku waktu itu.

Tapi...

Aku benar-benar menantang Mama, yah? Karena setiap aku keluar rumah, aku slalu melihat anak anak seusiaku jalan bersama Ayahnya. Aku menangis tapi entah harus bagaimana. Mama selalu berkata jangan menangis—aku harus bersikap dewasa.

Sampai saatnya aku beranjak dewasa, mama melihatku pun enggan. Aku kecewa Ma, bukan sama Mama tapi sama diri aku sendiri. Aku benar-benar membuat Mama membenci diriku.

Hingga akhirnya aku bertemu dengan Devan. Dia benar-benar teman yang mengerti akan aku. Di saat aku sedih dia pasti akan menyediakan pundak untuk ku sandar. Betapa senangnya aku, dan betapa beruntungnya.

Aku tidak mengerti bagaimana sebuah hubungan itu. Devan hanya berkata untuk mempererat hubungan. Sehingga akhirnya kami pacaran. Devan menyuruhku dan aku melakukannya. Karena setiap pasangan harus menuruti satu sama lain. Benarkan?

Namun, sepertinya Devan sudah muak dengan tingkahku. Wajar dia merasa muak karena aku sulit untuk di mengerti. Tapi, aku melskukan semua itu demi dirinya—dia meminta—aku kabulkan.

Aku banyak takutnya, Ma. Aku suka khawatir dan berpikir banyak. Aku takut orang-orang meninggalkan aku, aku sangat takut orang-orang menjauh karena diri aku sendiri. Aku takut, Ma.

Aku pikir...

Aku sudah cukup untuk Devan, ternyata tidak. Aku belum cukup untuknya sehingga dia bersama sahabatku. Aku marah, sedih, campur aduk namun aku sulit mengekspresikan diri.

Aku hanya bisa diam menyaksikan apa yang harus pergi dari hidupku. Karena aku ditakdirkan untuk ditinggal.

Bagaimana pun keadaan aku, Ma. Aku selalu merindukanmu, aku selalu bercerita dalam pikiran bahwa aku merindukan Mama, tapi aku harus mencari di mana Ayah.

Tidak terduga ternyata jadi Mama sakit banget, yah? Aku bener bener mengecewakan, sangat mengecewakan sampai Mama menangis dan menamparku karena aku tetap saja ingin menjadi Ayah.

Ma...

Aku benar-benar kepikiran tentang apa yang Mama katakan—Ayah selingkuh. Aku benar-benar merasa marah sama diri aku sendiri, Ma. Karena telah menyakiti kamu.

Saat itu tidurpun aku tidak bisa, Ma. Aku selalu duduk dengan mata terbuka dan pikiran melayang ke mana-mana. Apa Mama sadar? Aku selalu mengikuti Mama ke mana Mama pergi.

Saat itu aku berpikir untuk terus melanjutkan apa yang ingin aku capai. Aku ingin bertemu Ayah dan memarahinya karsna telah melukai Mama. Namun...

Sepertinya sudah pupus, Ma...

Sekarang...

Mama bertengkar dengan seorang dancer terkenal dan dia adalah Ayahku. Ma...

Aku ingin dia merasakan apa yang Mama rasakan namun sepertinha sudah tidak bisa, yah?

Karena kita sudah berada di aspal jalan dengan darah yang mengalir deras serta Kamu yang sudah tidak sadarkan diri.

Aku ingin meraih tangan Mama namun bergerak pun sulit, Ma...

Aku benar-benar mengecewakan. Aku benci diri aku sendiri, aku benar-benar ingin menghilang saja.

Apakah ini derita anak haram? Haha... ternyata aku anak yang tidak diinginkan Ayah aku sendiri, yah? Betapa menyedihkannya. Dan betapa bodohnya aku.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Rifan mengangkat kepala Araya ke atas pahanya. Tangan gemetar itu menepuk-nepuk pelan pipi gadis yang kini terkulai lemah.

Mata Araya terbuka sedikit—sayu, lelah.

Namun, ia tersenyum tipis. Tangannya terangkat pelan, menggenggam jemari Rifan.

"R-Rifan... makasih, yah?" bisiknya lirih, nyaris tak terdengar.

Lalu matanya tertutup perlahan, seperti daun yang menyerah pada angin.

"Araya, t-tidak… Raya, hey?"

Rifan memanggilnya dengan bibir gemetar, air matanya tak terbendung. Ia kembali menepuk pipi Araya, berharap ada keajaiban.

Ruby, Lala, dan Raisa ikut merunduk. Tubuh mereka mengguncang Araya, seolah enggan menerima kenyataan.

"Ara, bangun!" jerit Ruby, suaranya pecah.

Lala mengangguk cepat sambil menahan isak.

"Ehm… Ara, kalau kamu nggak bangun, kami marah, nih!" katanya dengan suara gemetar, tangisnya hampir pecah.

Raisa hanya berdiri mematung. Mulutnya tertutup oleh tangan, matanya basah, dadanya naik turun. Air mata jatuh menetes ke aspal.

Di sisi lain, Irdan berlutut di samping Rasti. Ia mengguncang tubuh gadis itu dengan panik.

"R-Rasti... bangun. A-aku minta maaf. Aku... aku bodoh," ucapnya di antara isakan.

Jalanan sepi itu terasa membeku.

Tak ada suara lain kecuali tangisan yang menggema di antara darah, luka, dan kehilangan.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Araya dan Rasti di bawa lari ke rumah sakit. Kejadian itu sudah menggelar ke mana-mana hingga menjadi sebuah berita. Beritanya pun menyorotkan Irdan karena semua mata melihat pria tersebut menangis sambil memeluk seorang wanita yang tidak dikenal.

Raisa berdiri dari duduknya, ia mengerti dengan situasi banyak reporter di luar rumah sakit menunggu Irdan keluar dan meluruskan apa yang mereka lihat.

"Pak Irdan, sebaiknya bapak keluar karena orang-orang itu memgganggu," ucap Raisa.

Irdan menarik napas seakan enggan untuk meninggalkan tempat. "Pak, bapak jangan buat keributan lagi," lanjut Raisa.

Irdan mengangguk dengan ringan. Ia pun melangkah pergi dengan mata yang terus menatap pintu ruangan tempat Araya dan Rasti di rawat.

Raisa membuang napas lalu kembali duduk.

Ia melirik ke arah Rifan yang duduk dengan pandangan menunduk. Pemuda itu tampak terpukul, terlihat dari wajahnya yang benar-benar terlihat hancur karena suasana.

"Rifan... sudah malam sebaiknya kamu pulang," suruh Raisa.

Rifan sedikit mendongak, ia menggeleng ringan. "Aku akan di sini menjaga Araya," jawabnya lirih.

Lala dan Ruby sudah pulang karena Raisa yang menyuruh mereka pulang. Mereka juga lelah serta butuh istirahat. Namun, sepertinya di rumah. Mereka menangis.

"Biarkan aku yang merawat Araya, sebagai pelatih. Jangan membuat orang tuamu khawatir," ucap Raisa begitu tenang.

Rifan tetap pada pendiriannya. "Rifan... kalau ada kabar temtang Araya dan ibunya aku akan menghubungi-mu."

"Pulanglah. Kamu juga punya kesibukan-kan? Jangan membuat suasana semakin berat."

Rifan akhirnya berdiri. "Kabari aku," ucapnya berlalu pergi dari hadapan Raisa.

Raisa menyandarkan tubuhnya pada belakang kursi, ia menutup wajahnya kemudian terisak. Yah, Raisa sengaja mengusir mereka semua karena dia ingin bertanggungjawab sebagai pelatih serta ingin mengeluarkan rasa sedih yang masih sangat terasa.

(⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

Sedangkan di sisi lain Irdan sudah di soroti kamera, begitu banyak yang ia hadapi.

Pria itu menarik napas dalam-dalam.

"Saya telah melakukan kesalahan besar..."

1
Alexander
Ceritanya bikin aku terbuai sejak bab pertama sampai bab terakhir!
Kiboy: semoga betah😊
total 1 replies
Mèo con
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
Kiboy: aaa makasih banyakk, semoga seterusnya seperti itu ಥ⁠‿⁠ಥ
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!