MISI KEPENULISAN NOVELTOON
Enam tahun hidup sebagai istri yang disia-siakan, cukup sudah. Saatnya bercerai!
Zetta menghabiskan waktu yang tak sebentar untuk mengabdikan dirinya pada Keenan Pieters, lelaki yang menikahinya, tapi tak sekalipun menganggapnya sebagai seorang istri.
Tak peduli Zetta sampai menjadi seperti seorang pelayan di keluarga Keenan, semua itu tak juga membuat hati Keenan luluh terhadap Zetta. Sampai pada akhirnya, Zetta pun memutuskan untuk menyudahi perjuangan cinta sepihaknya tersebut.
Namun, saat keduanya resmi bercerai, Keenan malah merasakan jika ada sesuatu yang hilang dari dalam hidupnya. Lelaki itu tanpa sadar tak bisa lepas dari setiap kenangan yang Zetta tinggalkan, di saat sang mantan istri justru bertekad membuang semua rasa yang tersisa untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Keenan kembali ke kamarnya dengan membawa surat-surat yang ditemukannya tadi di ruang kerjanya. Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan di pintu kamarnya itu. Segera Keenan membukakan pintu kamar dan mendapati Helia berdiri balik pintu tersebut dengan membawa sebuah nampan. Tampak secangkir teh di atas nampan tersebut.
Keenan agak terperanjat melihat penampilan Helia saat ini. Perempuan itu mengenakan gaun tidur tipis yang nyaris memperlihatkan warna kulitnya. Belahan di bagian dadanya juga sangat rendah hingga memperlihatkan sebagian area tersebut dengan sangat jelas.
"Kenapa kamu di sini?" tanya Keenan.
Helia tersenyum dan masuk begitu saja ke dalam kamar Keenan tanpa menunggu Keenan mempersilakan terlebih dahulu.
"Aku membawakanmu teh hangat," ujar Helia dengan santai sambil melekatkan nampan yang dibawanya tadi ke atas nakas.
"Maksudku, kamu tidak pulang?" tanya Keenan lagi. Semenjak pesta pertunangan diadakan, Helia memang telah kembali ke kediaman Fernandez dan hanya sesekali saja datang ataupun menginap di rumah Keenan.
"Tadi Mama yang menyuruhku menginap," sahut Helia.
"Oh," sahut Keenan sambil membuang pandangannya ke arah lain. Dia merasa agak kurang nyaman melihat penampilan Helia saat ini.
"Oh, iya. Aku tadi menemukan ini di ruang kerjaku," ujar Keenan kemudian sambil menunjukkan surat-surat yang dibawanya tadi.
Kali ini berganti Helia yang terkejut. Mata perempuan itu tampak membeliak melihat Keenan menemukan surat-surat yang disembunyikannya.
Tempo hari Helia menemukan surat-surat tersebut dari barang-barang pribadi milik Zetta yang tersisa. Dia langsung menyadari jika semua surat itu Keenan yang menulis. Itu adalah surat dari Keenan yang dikirim untuk seseorang yang dikira Helia, padahal bukan. Helia langsung berniat melenyapkan semua surat tersebut agar Keenan selamanya tak menyadari semua sandiwaranya.
Tapi baru saja Helia mau menyingkirkan semua surat tersebut, Nyonya Brenda sudah keburu memanggil-manggilnya, sehingga dia masuk ke ruang kerja Keenan dan meletakkannya di sebuah laci secara asal-asalan karena panik. Lalu setelah itu dia lupa jika dirinya menyembunyikan sesuatu yang sangat penting di ruang kerja Keenan. Jika Keenan sampai tahu tentang kebenaran surat-surat tersebut, semuanya bisa kacau. Skenario dan kerja kerasnya selama ini akan hancur berantakan.
"Ini milikmu, kan?" tanya Keenan.
Lamunan Helia seketika terbuyar. Dia buru-buru tersenyum dan mengambil semua surat-surat itu dari tangan Keenan. Dia sedikit lega karena Keenan ternyata mengira surat-surat itu miliknya.
"I-iya, ini milikku," ujar Helia dengan agak terbata. Meski berusaha untuk tenang, dia masih sedikit terbata karena gugup.
"Ini barang-barang lama. Aku berniat untuk menyingkirkannya," ujar Helia.
Keenan tampak sedikit mengerutkan keningnya.
"Selama ini, aku menyimpan semua surat-surat darimu sebagai kenang-kenangan karena kupikir itulah satu-satunya hal indah darimu yang aku miliki. Tapi sekarang kita sudah bersama. Aku ingin menyingkirkan ini dan melupakan masa lalu di mana kamu bersama dengan perempuan lain. Aku benar-benar ingin memulai kebersamaan kita dari awal, tanpa bayang-bayang masa lalu lagi," ujar Helia lagi memberikan alibi. Padahal dia Ingin menyingkirkan surat-surat itu karena takut Keenan menyadari jika bukan dirinya yang dulu menerima surat tersebut.
Raut wajah Keenan melembut. Alasan yang Helia berikan cukup masuk akal untuk diterima sehingga lelaki itu percaya saja tanpa curiga.
"Baiklah, terserah kamu saja," ujar Keenan sambil meraih cangkir teh yang dibawakan oleh Helia tadi dan menyesap isinya.
Helia kembali tersenyum. Dia benar-benar merasa lega karena Keenan percaya dengan apa yang dikatakannya. Setelah ini, dia harus segera membakar semua surat-surat yang kini berada di tangannya agar tak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Sekarang yang harus dia lakukan adalah melancarkan rencana awal dia datang ke kamar Keenan dengan pakaian seperti ini, yaitu membuat Keenan tergoda dan tidur dengannya. Dengan begitu, Keenan akan terikat dan menjadi miliknya.
"Keenan," Helia memanggil Keenan sambil mendekati lelaki itu dengan langkah yang begitu menggoda. Dia berhenti saat mereka telah saling berhadapan, lalu kedua tangannya langsung menggantung di leher Keenan.
"Aku mencintaimu, Keenan," gumam Helia sebelum kemudian mendaratkan bibirnya ke bibir lelaki itu. Helia mencium Keenan dan berusaha memancing agar Keenan membawanya ke atas tempat tidur.
Di tengah ciuman itu, Helia bahkan tak segan memanggalkan gaun tidurnya sendiri.
"Cukup," ujar Keenan sambil mendorong tubuh Helia agak menjauh darinya. Dia tidak bernafsu sama sekali mendapatkan perlakuan seperti ini dari Helia. Yang ada malah merasa risih. Dia sendiri pun merasa aneh kenapa bisa begitu.
"Kamu baru saja sembuh, belum terlalu sehat. Lebih baik jangan melakukan yang macam-macam," ujar Keenan sambil memungut gaun tidur Helia dan membantu perempuan itu mengenakannya.
Helia membeku, tak menyangka Keenan akan menolaknya seperti ini. Meski tak terima, tapi dia tak bisa marah karena hal itu hanya akan membuatnya semakin malu.
Keesokan harinya, di kantor Zetta sedang berbicara melalui telepon dengan Theo. Mereka sedang membicarakan rencana akuisisi yang akan dilakukan oleh perusahaan milik Theo. Setelah selesai membicarakan itu, Zetta segera mengakhiri panggilan teleponnya karena masih banyak pekerjaan yang mesti dia lakukan. Tapi kemudian, Theo mengirimnya pesan dan mengatakan kalau besok adalah hari ulang tahunnya. Dia juga mengatakan ingin merayakan ulang tahunnya tersebut bersama Zetta.
Tentu saja Zetta mengiyakan permintaan Theo. Selama ini sahabatnya itu telah sangat banyak membantunya. Merayakan ulang tahun bukanlah sesuatu yang sulit dilakukan, jadi kalau sampai dirinya menolak keinginan Theo, bukankah itu sangat keterlaluan?
Setelah makan siang, Zetta pergi ke luar untuk mencari kado ulang tahun yang akan dia berikan pada Theo. Zetta memasuki sebuah toko jam tangan mewah dan berencana membelikan sahabatnya itu sebuah jam tangan.
Zetta memilih jam tangan yang tersedia dengan sangat antusias. Tapi kemudian, mendadak dia teringat pada sebuah kenangan yang agak menyesakkan dadanya. Dulu, dia sering memberikan Keenan hadiah, termasuk membelikan beberapa buah jam tangan untuk lelaki itu. Tapi sayangnya, Keenan tak pernah sekalipun mengenakan jam tangan yang Zetta berikan.
Ah, Zetta cepat-cepat menyingkirkan ingatan tak menyenangkan itu. Dia lalu kembali memilih jam tangan yang sekiranya cocok untuk Theo kenakan.
Tapi baru saja mood Zetta naik, tiba-tiba harus turun lagi karena toko jam tersebut kedatangan orang yang sangat tak ingin Zetta lihat. Siapa lagi kalau bukan Helia. Perempuan itu masuk dengan angkuhnya dan tersenyum ke arah Zetta, entah apa maksudnya.
Helia seolah sedang memilih-milih jam tangan juga seperti halnya Zetta, lalu pandangannya tertuju pada jam tangan yang tengah diamati oleh Zetta.
"Pelayan. Tolong bungkus jam tangan yang ini, ya. Aku mau membelinya," ujar Helia sambil menunjuk ke arah jam tangan yang mau dibeli oleh Zetta.
Terang saja Zetta langsung menoleh ke arah Helia. Dia pun seketika mengerti apa yang sedang perempuan itu lakukan saat ini. Sepertinya Helia memang sengaja datang untuk mencari gara-gara dengannya. Tapi tentu saja Zetta tak akan membiarkan perempuan itu menindasnya, malah sebaliknya.