Baru kali ini Ustad Fariz merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya. Akan tetapi, dia tidak bisa menikah dengan gadis yang dicintainya itu. Dia malah menikah dengan wanita lain. Meskipun begitu, dia tidak bisa menghapus nama Rheina Az Zahra si cinta pertamanya itu dari hatinya. Padahal mereka berdua saling mencintai, tapi mengapa mereka kini mempunyai pasangan masing-masing. Bagaimanakah mereka bisa bersatu untuk bersama cinta pertama mereka?
Ikuti kisah Ustaz Fariz dan Rheina Az Zahra untuk bisa bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon She_Na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 Tragedi buah mangga
Ustad Fariz mengikuti Mirna dengan perasaan kesal. Dia merasa sangat bersalah pada Zahra nya yang sedang mengandung anaknya tetapi dia tidak bisa selalu berada di sampingnya, bahkan pada saat kini istrinya itu sedang menginginkan sesuatu, dia tidak bisa memberikannya karena ulah istri pertamanya.
Sampai di rumah Mirna, Ustad Fariz hanya diam meredam amarahnya. Dia tidak mengatakan apapun karena takut kemarahannya akan terlampiaskan.
"Mas Fariz kenapa sih selalu mendahulukan wanita itu dibanding aku? Aku ini istri pertamamu Mas," Mirna meluapkan emosinya.
Ustad Fariz menghela nafasnya berat, dia menyiapkan hatinya agar tidak emosi,
"Rhea sekarang sedang membutuhkanku, dan aku hanya mengambilkan mangga saja setelah itu aku akan pulang kesini."
"Halah, alasan aja. Bilang aja kalian gak mau pisah, maunya nempel terus," sahut Mirna.
"Terserah kamu Mirna, aku capek dengan sikap kamu yang tidak mau mengerti orang lain. Karena sikapmu ini sekarang keadaan menjadi kacau. Harusnya di saat seperti ini kita semua bahagia, tapi-"
"Tapi apa Mas? Kamu gak bahagia bersamaku?" Mirna tersulut emosi.
"Astaghfirullahaladzim...," Ustad Fariz menghembuskan nafasnya berat.
"Terserah kamu," ucap Ustad Fariz seraya pergi meninggalkan rumah Mirna.
Masih terdengar di telinga Ustad Fariz ocehan-ocehan Mirna yang kini dilontarkan untuknya mengiringi kepergiannya dari rumah itu. Dia menuju Masjid Pondok Pesantren karena adzan isya' sudah berkumandang.
Rhea mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya secara perlahan-lahan, itu dilakukannya secara berkali-kali hingga rasa sesak dan sakit di dadanya berkurang. Kini dia sudah tenang, namun kram di perutnya sedikit dirasakannya kembali. Rhea duduk dan menenangkan diri, ternyata benar kata Dokter Shinta bahwa stress bisa memicu kram diperutnya.
Tadi Rhea sempat menghubungi Dokter Shinta tentang kram yang dirasakannya, karena dia tidak ingin terjadi hal buruk terhadap kandungannya.
Kini Rhea akan sebisa mungkin untuk bersikap tenang dan tidak stress memikirkan hal yang lain kecuali kandungannya.
Diambilnya air wudhu ketika dirasa perutnya sudah tidak kram lagi. Dipanjatkannya doa dengan khusyuk meminta agar dirinya dan kandungannya sehat hingga saat melahirkan dan dimudahkan pada saat persalinan, serta dia meminta agar dia bisa hidup bahagia bersama suami dan anaknya. Tak terasa air bening menetes di pipi Rhea mengiringi untaian doa nya.
Setelah shalat tarawih selesai di Masjid Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ustad Jaki diajak Umi Sarifah untuk mengambilkan Rhea buah mangga yang ada di pohon mangga yang ditunjukkan Rhea tadi.
Ustad Jaki mencari galah yang tadi dibuang Mirna entah ke arah mana. Sedangkan Umi Sarifah menjemput Rhea untuk mengambil mangga yang dia inginkan.
Rhea mengikuti Umi Sarifah dengan melingkarkan tangannya pada lengan Umi Sarifah. Dia merasa lebih tenang dengan keberadaan Umi Sarifah disisinya. Umi Sarifah benar-benar merupakan sosok Ibu pengganti disini.
"Yang itu Ustad," seru Rhea sambil menunjuk buah mangga yang dia inginkan.
"Yang ini?" tanya Ustad Jaki sambil memegang galah yang diarahkan ke arah buah mangga yang diinginkan Rhea.
"Iya... iya yang itu," mata Rhea berbinar melihat buah mangga yang diinginkannya.
"Heran deh, itu anak siapa sih? Anak Ustad Fariz apa anak Ustad Jaki? Kok aku yang repot ngurusin ngidamnya," gerutu Ustad Jaki sambil mengarahkan galah tersebut pada mangga yang ditunjuk Rhea.
"Udah gak usah gerutu gitu, gak baik dimintai tolong tapi gak ikhlas ngelakuinnya," tutur Umi Sarifah.
Mereka bertiga tidak tahu jika dibelakang mereka ada Ustad Fariz yang mendengarkan gerutuan dari Ustad Jaki.
"Udah dapat mangganya Ustad?" tanya Ustad Fariz datar.
Mereka bertiga menoleh ke belakang, ternyata sudah ada Ustad Fariz yang menatap mereka dengan datar.
Rhea tahu jika saat ini suaminya tidak dalam mood yang baik. Mungkin dia marah padanya karena meminta tolong pada Ustad Jaki untuk mengambilkan buah mangga yang dia inginkan.
"Udah dapet, nih," Ustad Jaki menunjukkan mangga yang baru dia ambil.
"Ada lagi yang kamu inginkan?" tanya Ustad Fariz datar pada Rhea, tidak seperti biasanya yang penuh dengan kasih sayang dan cinta.
Rhea menggelengkan kepalanya sambil menundukkan kepalanya. Dia tak kuasa melihat suaminya bertindak seperti itu padanya.
Katakanlah Rhea cengeng atau manja, bukan seperti itu sebenarnya, dia hanya seorang Ibu hamil yang merasa sensitif pada semua keadaan, dan memang benar sebagai seorang Ibu hamil dia ingin sekali diperhatikan dan dimanja oleh suaminya seperti Ibu hamil yang lain.
Rhea menatap sebentar mata suaminya yang penuh kecewa dan marah padanya. Setelah itu dia meraih tangannya dan mencium punggung tangannya untuk berpamitan pulang.
Ustad Fariz hanya melihat Rhea berjalan pulang menuju rumahnya, dalam hati dia ingin sekali mengejarnya, namun dia tidak bisa karena takut Mirna akan kembali berulah jika dia tidak segera kembali pulang.
Umi Sarifah menatap Ustad Fariz yang penuh kebimbangan, dia menyusul Rhea tanpa berbicara pada Ustad Fariz.
"Kok tumben gak dianterin pulang?" tanya Ustad Jaki heran pada Ustad Fariz.
Ustad Fariz hanya menatap tajam Ustad Jaki. Dia kecewa pada Rhea dan Ustad Jaki. Dia kecewa pada Rhea karena tidak memintanya kembali untuk mengambilkan mangga dan dia marah pada Ustad Jaki yang menanyakan bayi yang dikandung Rhea anaknya atau anak Ustad Jaki.
Astaghfirullahaladzim.... , batin Ustad Fariz yang mengaku bahwa dirinya dikuasai amarah dan cemburu.
Marah karena perbuatan Mirna tadi sehingga membuat keadaan kacau seperti sekarang ini. Seandainya tadi Mirna tidak melarangnya dan memarahi Rhea seperti tadi, mungkin Rhea saat ini sudah memakan buah mangga yang diambilkan Ustad Fariz yang merupakan suami Rhea dan Abi dari bayi yang dikandung oleh Rhea.
"Ustad... Ustad... Ustad Fariz... kok malah bengong sih," ucap Ustad Jaki sambil menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah Ustad Fariz.
"Astaghfirullahaladzim..... kenapa Ustad?" tanya Ustad Fariz ketika sudah tersadar dari pikirannya.
"Kok gak dianterin pulang istri tercintanya?" ledek Ustad Jaki pada Ustad Fariz.
"Aku bingung Ustad, tadi aja aku udah mau dapetin tuh mangga, eh malah Mirna datang dan merampas galah itu, entah dibuang kemana sama dia. Huffft... aku merasa bersalah sam Rhea, mana lagi tadi Mirna omongannya nyakitin hatinya Rhea lagi. Eh kenapa aku jadi curhat sama kamu? Aku kan lagi marah sama kamu," ucap Ustad Fariz dengan nada kesal.
"Hahaha... gara-gara aku mengambilkan mangga buat Rhea? Aku disuruh Umi, katanya takut anaknya lahir ileran, kan gak lucu anaknya ileran gara-gara Ibu nya pengen mangga gak ada yang mengambilkan," ucap Ustad Jaki yang merupakan ledekan untuk Ustad Fariz.
"Aku takut Mirna akan berulah lagi jika aku tidak cepat pulang. hufffttt...," ucap Ustad Fariz disertai hembusan kasar nafasnya.
"Apa Mbak Mirna belum tau jika Rhea hamil?" tanya Ustad Jaki.
"Belum, dan sepertinya Rhea belum ingin Mirna tau jika dia hamil," jawab Ustad Fariz.
"Kenapa?" tanya Ustad Jaki kembali.
"Sepertinya-"
"Mas Fariz... ayo cepetan pulang. Ngapain Mas Fariz lama-lama disitu?" teriak Mirna dari jarak kurang lebih 10 meter.
"Pulanglah Ustad, biar aku dan Umi yang mengurus Rhea," ucap Ustad Jaki terkekeh.
"Rhea istriku," ucap Ustad Fariz dengan tegas.
"Aku tau itu wahai saudaraku, aku hanya bercanda. Hahahaha....," Ustad Jaki tertawa puas melihat Ustad Fariz yang sedang cemburu padanya.
"Mas dipanggil diem aja sih, ayo pulang....," rengek Mirna sambil menarik tangan Ustad Fariz.
Hal itu membuat Ustad Jaki bertambah puas menertawakan Ustad Fariz.
salam kenal dan jika berkenan mampir juga di cerita aku