Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terjadi Kekacauan
Pak Johan dan Yoga keluar dari ruang meeting bersama usai meeting. Nampak pak Johan begitu puas karena keuntungan perusahaan cukup banyak.
"Yoga, ada beberapa hal yang ingin saya bicarakan, ikut saya ke ruangan saya!" titah pak Johan, jika di perusahaan mereka bersikap profesional, hal itu keinginan Yoga. Dia tidak ingin staf ataupun karyawan lain nya tahu jika dirinya spesial di mata bos mereka.
"Baik pak" angguk Yoga.
"Begini Yoga, saya ingin mengadakan acara tasyakuran, kamu undang anak yatim, sedangkan untuk karyawan kita kasih bonus untuk mereka, bagaimana menurutmu?" kata pak Johan meminta pendapat.
"Baik pak, nanti saya dan Bagas akan menghendle"balas Yoga.
"Ok, nanti akan saya bicarakan sama mama kamu, acaranya akan diadakan dimana nya" kata pak Johan.
"Saya permisi dulu" pamit Yoga pada pak Johan. Yoga pun berdiri dari duduk nya.
"Sampaikan salam untuk cucu papa dan juga istrimu!" pesan pak Johan pada Yoga sebelum beranjak. Yoga mengangguk lalu melangkah keluar. Ketika berjalan menuju lobi dia berpapasan dengan Anggun. Anggun menghentikan langkah Yoga.
"Yoga, gimana kalau malam ini kita dinner? sudah lama sekali kita gak jalan bersama!" ajak Anggun.
"Maaf, Anggun, aku sibuk" tolak Yoga.
"Fine, pasti kamu sibuk dengan pabrik mu, tapi bisa kan kapan-kapan kita dinner bareng?" lagi, bujuk Anggun.
Drrtt... Drrtt...
"Maaf, aku angkat dulu!" pamit Yoga mengambil ponselnya di saku, Anggun mengangguk.
"Ada apa?" tanya nya ketika membuka telfon.
"Ok, aku akan segera ke sana" kata Yoga seraya menutup panggilan. Yoga menarik nafas dalam, lalu dia berpamitan pada Anggun.
"Yoga.." panggilan Anggun menghentikan langkah Yoga dia pun berbalik.
"Hati-hati!" pesan Anggun dengan seulas senyum, Yoga hanya menjawab dengan mengangguk lalu kembali melangkah pergi.
Alana yang lagi membersihkan pantry juga menambah persediaan kopi dan teh, setelah itu dia mencuci cangkir bekas kopi.
PRANG
Alana terkesiap ketika cangkir yang dia bawah jatuh.
"Yumna, kamu kenapa?" tanya panik Tiara yang kebetulan masuk. Alana menarik nafas dalam sejenak lalu menggeleng.
"Mungkin tangan ku licin" balas Alana.
"Ya sudah, biar aku saja yang bersihin pecahan beling nya" kata Tiara seraya mengambil sapu dan serok.
"Terima kasih Tiara" ucap tulus Alana, dia pun mengambil air untuk di minum, entah kenapa perasaan nya berdebar.
"Sebentar lagi jam istirahat, kita ke loker dulu yuk, kebetulan pekerjaan kan sudah selesai" ajak Tiara pada Alana. Alana mengangguk, mereka berjalan bersama menuju loker untuk mengambil bekal juga ponsel yang di taruh di loker. Sampai di loker Alana segera mengambil ponselnya di lihatnya beberapa panggilan tak terjawab dari lapas. Dengan segera Alana menelfon balik.
"Maaf pak ada apa?" tanya Alana ketika menghubungi pihak lapas. Tiara hanya memperhatikan Alana sejenak yang terlihat gelisah.
"..."
"APA? Lalu bagaimana keadaan nya sekarang pak?"
"..."
"Baik pak saya akan segera ke sana" ucap Alana seraya menutup panggilan nya. Dia bergegas mengambil tas.
"Yumna, ada apa?" tanya Tiara menghampiri Alana yang terlihat khawatir.
"Aku ada urusan penting Tiara, maaf aku harus segera pergi" jawab Alana buru-buru pergi. Sedangkan Tiara memperhatikan kepergian Alana dengan penuh simpati. Dia tahu jika Alana begitu banyak masalah yang di hadapi dalam hidup nya tapi Alana tidak pernah bercerita, dia selalu memendam sendiri.
"Andai kamu bercerita, aku siap menjadi pendengar mu Yumna" guman Tiara setidaknya walaupun tidak dapat membantu tapi sedikit meringankan beban yang terus saja di pendam sendiri.
"Pak dimana ayah saya?" tanya Alana pada petugas sipir yang menjaga ketika sampai di lapas.
"Ada di ruang kesehatan mbak" jawab sipir. Alana segera datang ke ruang kesehatan yang ada di lapas.
"Maaf, anda tidak boleh masuk!" cegah petugas yang berjaga ketika Alana hendak menerobos masuk.
"Pak tolong izin kan saya melihat ayah saya pak" kata Alana memohon tapi petugas itu tak mengijinkan, tapi kekhawatiran Alana pada ayah nya begitu besar sehingga dia nekat untuk menerobos masuk begitu saja, tapi dengan cepat di tahan oleh kedua petugas itu, Alana semakin memberontak. Sehingga dia nekat menendang aset milik sipir itu dan menggigit lengan kokoh sipir yang satu nya dan terjadilah kekacauan.
Bagas dan Yoga berjalan masuk menuju ruang dimana Alana sedang di amankan oleh beberapa petugas.
"Pak Yoga, selamat datang" sambut Polsuspas pada Yoga, Yoga mengulurkan tangan untuk berjabat tangan begitu juga Bagas.
"Saya yang bertanggung jawab atas Bu Alana" kata Bagas yang mewakili Yoga.
"Baik, Bu Alana silahkan!" ujar petugas itu mempersilahkan Alana keluar.
Alana menatap Yoga yang juga menatap nya, Yoga menarik nafas dalam. Dia berjalan terlebih dahulu dan di ikuti Alana.
"Maafkan aku! Aku hanya ingin tahu keadaan Ayah" ujar Alana pada Yoga. Yoga hanya diam tak menimpali dia terus saja melangkah, merasa tak di hiraukan Alana berlari dan menghadang langkah Yoga. Yoga menatap tajam pada Alana.
"Aku bersedia menuruti perintah mu selama ini demi ayah dan anak ku hanya mereka yang ku punya" kata Alana bergetar.
"Lalu apa mau mu?" tanya Yoga menatap dalam Alana.
"Aku ingin melihat keadaan ayah" lirih Alana. Yoga menarik nafas dalam.
"Jangan menambah masalah, ikut aku sekarang!" tekan Yoga menarik lengan Alana. Alana ingin memberontak tapi dengan sigap Yoga mengangkat tubuh Alana dan di gendong layaknya karung beras.
BRAK
Yoga menutup keras pintu mobil setelah mendudukkan tubuh Alana di dalam jok, setelah itu dia berputar balik menuju pintu kemudi.
"Jika kau ingin ayahmu selamat diam lah!" sarkas Yoga mulai menyalahkan mesin mobil. Alana terisak, pikiran nya campur aduk, antara marah dan khawatir dengan dengan ayah nya. Yoga menghembuskan nafas kasar.
"Bagas sudah menangani semua, ayah mu keadaan nya sudah stabil tidak perlu di bawah ke rumah sakit" ujar Yoga seraya mulai melajukan mobil nya meninggalkan lapas. Alana masih tergugu menangis entah kenapa air matanya tak bisa terhenti meski dia sedikit lebih tenang mendengar perkataan Yoga. Yoga membiarkan Alana yang menangis setidaknya bisa membuatnya lega.
Setelah puas menangis Alana berpikir mereka akan kembali ke pabrik atau ke rumah, tapi pikiran nya salah, Yoga membawa nya ke tempat yang tak asing baginya, mobil Yoga berhenti di pinggir pantai.
"Kenapa kita kesini?" tanya Alana lirih.
"Apa kau mau membuat Emir khawatir dengan keadaan mu saat ini?" balas Yoga membuka sabuk pengaman. Alana terdiam, benar kata Yoga keadaan nya saat ini begitu menyedihkan.
"Turunlah, nanti sore kita baru kembali!" ajak Yoga lebih lembut. Alana turun bersama dengan Yoga.