Season 1
Nora nggak mau menikah dengan Alan, Ma. Sudah berapa kali Nora bilang, Nora nggak mencintai Alan."
Nora Lee dipaksa menikah dengan Alan, demi kelangsungan perusahaan papanya. Namun, ia memilih kabur, satu-satunya jalan yang bisa menghentikannya dari perjodohan itu.
Devano Aldeva, bocah kelas tiga SMA, anak konglomerat tempat dimana Nora menemukan perlindungan. Akankah kebucinan Devano mampu meluluhkan hati Nora?
"Tant, jangan dingin-dingin nanti aku masuk angin." Devano Aldeva.
"Dev, sekolah yang bener, gombal melulu." Nora Lee.
"Kalo aku udah lulus sekolah, Tante mau nikah sama aku?"
Season 2
Bagaimana jika Darren Aldeva, pria tanpa mengenal cinta mengikuti jejak sang ayah? Mencintai perempuan yang jauh lebih tua?
Terlebih wanita itu adalah janda yang ditinggal mati suaminya, apakah Darren akan jatuh cinta dengan sosok Olivia Resha? atau justru takdir mempertemukannya dengan cinta yang lain.
Happy reading🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cara mencintaimu
Ketika dua buah keluarga disatukan, akan ada hal-hal yang membuatmu merasa berbeda, seperti yang di rasakan Nora saat ini, ia merasa sudah menjadi bagian dari keluarga Devano. Mama dan papanya yang super baik dan ramah meski jarak derajat kami berbeda, seperti halnya melihat papa, Nora bahagia karena kini papanya benar-benar kembali pada sifat yang dulu, sosok pelindung juga cinta pertamanya. Sosok terbaik yang tidak akan pernah menilai seseorang dari sudut pandang fisik dan materi.
"Terima kasih untuk jamuan makan malamnya jeng Kenia," ucap Mama Devano dengan seulas senyum. "Sama-sama jeng, maaf hanya makanan sederhana." tutur Kenia, setelah selesai makan, mereka kembali berbincang di ruang tamu keluarga.
"Ada apa pak Bayu, ada hal yang mengganggu fikiran anda?" tanya Shaka, Bayu menghembuskan napas, masih dengan wajah tegas berwibawa.
"Saya punya permintaan untuk pak Shaka dan keluarga," tutur Bayu memulai pembicaraan, sementara dua perempuan paruh baya memilih menyimak perbincangan mereka. Sama halnya dengan Zain dan Ziando yang memilih nongkrong di teras rumah dengan Zian.
Devano sengaja mengajak Nora duduk di taman, membiarkan kedua orang tua mereka membahas kesepakatan yang telah direncana, tanpa Nora tau pastinya.
"Kenapa gak ke dalem aja sih, Dev! Angin malam nggak baik tau?" kesal Nora, lagi-lagi sifat super ambekannya keluar, baru juga beberapa menit lalu ia berbinar bahagia, lebih tepatnya pura-pura bahagia.
"Dingin?" tanya Devano, Nora pun mengangguk.
"Itu yang aku rasain, kalau tante Nora dingin-dingin sikapnya." keluhnya namun dengan tangan melepas jas yang Devano kenakan dan membalutkannya di tubuh Nora. Nora terkesiap beberapa saat, ia semakin tak kuasa menahan rasa bersalahnya. Aku akan belajar, meski mungkin akhirnya akan terlambat mencintaimu.
Nora memandang wajah tampan Devano, wajah yang menurutnya sempurna tak bercacat. Ia hanya perlu meyakinkan hatinya, hati yang masih ragu bukan untuk menerima, Nora sudah menerima, hanya masih ragu untuk jatuh cinta.
"Apa itu pak, apa ini soal Nora?" tanya Shaka, Bayu seketika menggeleng. "Ini soal status Devano, saya ingin menikahkan mereka segera tapi saya punya permintaan untuk merahasiakanya sampai Devano lulus sekolah, setelah kuliah bebas mereka, terserah bahkan jika mau mengadakan resepsi besar-besaran pun saya tidak keberatan." tutur Bayu, Shaka memikirkan perkataan Bayu barusan, barulah ia paham maksud dari ucapan Bayu.
"Itu bukan hal yang sulit, Pak! Kita bisa menikahkan mereka hanya dengan dihadiri keluarga dekat, saya bisa memastikan tak akan ada yang tahu, Devano masih sekolah. Asal Devano dan Nora sendiri bisa menyembunyikan status pernikahannya." terang Shaka.
"Baiklah pak, apa pak Shaka dan bu Kenia setuju jika menikahkan mereka minggu depan, sebelum saya ada perjalanan bisnis ke luar negeri?" usul Bayu, "Iya kami mungkin akan lama di luar negeri, jadi sebelum itu, saya akan lega jika Devano sudah sah menjadi suami istri, bagaimana pak?" sambung Nara.
"Saya pun setuju, lagipula mereka saling mencintai, tidak ada yang salah jika kita sebagai orang tua ingin menyegerakan, toh untuk apa pacaran lama-lama, malah nggak nikah." terang Shaka, berniat menjawab ucapan orang tua Devano justru mendapat satu cubitan keras dari Kenia.
"Ampun ma," pekiknya sembari meringis.
"Salah papa sendiri, nyidir mama!" kesal Kenia, layaknya abg yang masih labil hingga lupa di depan mereka, Nara dan Bayu melihatnya dengan gemas.
"Maaf ya jeng, suka gitu papanya anak-anak." ucap Kenia malu-malu.
"Gak papa, kadang-kadang memang harus begitu biar ada greget-gregetnya." Nara terkekeh.
Lalu saat Nora dan Devano masuk, dan ikut duduk bersama, raut wajah mereka kembali serius.
"Devano, Nora, mama ada kabar bahagia." suara Nara terlihat antusias.
"Apa ma, tant?" sahut mereka hampir bersamaan.
"Kami semua berencana menikahkan kalian minggu depan." ucap Kenia dengan seulas senyum.
"APAAA...." ucap mereka bersamaan, dengan mata membulat sempurna dan tubuh mematung sesaat.
Saat sadar, Nora dan Devano saling tatap, seolah saling bertanya Bagaimana? lewat sorot mata. Namun, ini adalah kesepakatan mereka dari awal, hingga keduanya sama terjebak, bedanya Devano sangat menyukai jebakan ini.
Mengiyakan, meski dalam hati berkecamuk, cemas dan ragu menjadi satu, setelah kesepakatan dua keluarga itu, dan kepulangan Devano, Nora terus mondar-mandir di dalam kamar, tak bisa memejamkan matanya, lalu matanya terfokus pada kalung pemberian Devano. Sesaat memandangi benda itu, lalu ia ingat akan sebuah surat kecil yang tersemat di dalam kotak pembungkus kalung itu.
:
Jika mencintaimu adalah mimpi, aku ingin terus tertidur agar selalu bisa mencintaimu..
Jika mencintaimu adalah ilusi, maka izinkan aku berimajinasi selamanya..
Sesederhana itu caraku mencintaimu, seperti langit dan bulan yang saling bersisihan..
Tak berharap langit membalasnya, hanya meminta untuk tetap ada dan selalu ada disisinya..
**
"Alan, ada baiknya kamu segera mencari wanita lain, papa muak melihat kamu yang seperti ini." Keluh Carley, dengan sorot mata tajam menahan amarah. Setiap hari Alan selalu pulang malam dalam keadaan mabuk, hanya karena cintanya kepada Nora bertepuk sebelah tangan.
Alan menggeram kesal, "Akan lebih baik lagi kalau papa membantuku membujuk om Shaka, agar membuat Nora mau sama aku, dari pada papa terus menuntutku berhenti, ini bukan soal ada tidaknya wanita lain selain Nora, tapi ini soal harga diri yang terlukai." Alan membanting pintu kamarnya hingga berhasil membuat Carley berdecak.
"Anak keras kepala!" keluhnya, lalu membuang napas kasar.
Sementara Alfin memarkirkan motornya di depan rumah Karin, pagi tadi gadis itu tidak masuk sekolah hingga membuat hati pemuda tampan itu tergerak untuk mencari alamat rumah dan mengunjunginya.
Tok..Tok..Tok..
Alfin berulang kali mengetuk pintu, beberapa detik kemudian terdengar suara handle pintu terbuka.
"Alfin," Karin menautkan kedua alisnya heran, akan kehadiran pemuda jangkung itu ke rumahnya.
"Malam, Kar, udah sehat?" tanya Alfin, lebih ke memastikan keadaan gadis itu, gadis yang kemarin saat jalan-jalan ke mall menghilang dengan alasan sakit.
"Masuk, Fin! Ngobrol di dalam." Seru Karin, Alfin pun mengangguk lalu gegas turun dari motornya dan melangkah mengikuti Karin memasuki rumah.
Saat duduk di sofa tamu, netra Alfin mengedar. Melihat beberapa bingkai foto yang bersisihan dengan foto milik Karin.
"Itu kakak kamu, yang jemput kemarin?" tanya Alfin, saat Karin datang dari dapur membawa dua gelas minuman, Karin pun menggeleng.
"Kakakku sudah meninggal satu tahun yang lalu." cicit Karin.
Ternyata dibalik sikapnya yang kadang menyebalkan, ia memiliki kisah hidup menyedihkan..
Aku yakin, caramu mendekati Devano jelas bukan keinginanmu sebenarnya, terlebih aku pernah melihatmu dengan seseorang.. Dan seseorang itu adalah Alan Carley, aku harus mendekatimu, maaf! Aku hanya tak ingin kamu menjadi penghalang hubungan Devano dan Nora, maaf Karin..
**