NovelToon NovelToon
Asmarandana Titisan Ningrat

Asmarandana Titisan Ningrat

Status: tamat
Genre:Ibu Mertua Kejam / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cintapertama / Tamat
Popularitas:462.7k
Nilai: 5
Nama Author: sinta amalia

Ningrat dan kasta, sebuah kesatuan yang selalu berjalan beriringan. Namun, tak pernah terbayangkan bagi gadis proletar (rakyat biasa) bernama Sekar Taji bisa dicintai teramat oleh seorang berda rah biru.
Diantara gempuran kerasnya hidup, Sekar juga harus menerima cinta yang justru semakin mengoyak raga.

Di sisi lain, Amar Kertawidjaja seorang pemuda ningrat yang memiliki pikiran maju, menolak mengikuti aturan keluarganya terlebih perihal jodoh, sebab ia telah jatuh cinta pada gadis bernama Sekar.
Semua tentang cinta, kebebasan dan kebahagiaan. Mampukah keduanya berjuang hingga akhir atau justru hancur lebur oleh aturan yang mengekang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ATN 34~ Jika bertemu di kehidupan selanjutnya

Sekar merasa dirinya tak punya arah tujuan berjalan, selain dari---ia ingin pulang saat ini juga. Isakannya sudah berubah jadi sesenggukan. Berkali-kali ia hapus namun air mata itu seolah berlipat ganda mengalirnya.

Ia tiada daya melawan apapun, hingga akhirnya satu pelukan hangat membuatnya menangis sejadi-jadinya.

Puk...puk...

"Sudah---sudah. Saya paham rasanya." Mahiswar, ia tau jika tak adanya ketiga anggota keluarga, sudah pasti akan mendatangi Sekar.

Ia bahkan sudah ikut merasa getir, Mahiswar ikut merasakan jika tenggorokannya itu tercekat saat madunya begitu kejam begitu. Memang begitulah sifat asli Jembar Kasih, sejak dulu. Itu kenapa Anarawati memilih sibuk di rumah sakit.

Pelukan Sekar semakin kencang, badannya benar-benar sudah bergetar, untung saja ada Mahiswar yang langsung menangkap langkah gontai dan hampir terhuyung jatuh itu.

Suuuthhhh, layaknya seorang ibu kandung, ia mengusap punggung kecil Sekar. Tanpa ucap tanpa kata, yang dilakukan Sekar hanya menumpahkan tangisnya.

Pandangan Mahiswar jatuh ke belakang badan Sekar dimana dari arah depannya itu, ada Amar yang menyusul, Mahiswar memperingati pada putra suaminya itu untuk tak mendekat.

Mahiswar tidak membawa Sekar ke pendopo tamu, ia bahkan sudah menyuruh seorang biyung untuk bicara pada Mayang jika Sekar ia pinjam terlebih dahulu.

Ia membawa Sekar ke ruangannya, ruangan kecil yang berada di dekat kamarnya, hanya sebuah ruang untuknya mengekspresikan diri bersama beberapa penghargaan dan perlengkapan kesenian, barang-barang favoritnya.

Ia membiarkan gadis itu meluapkan seluruh isi tangisnya di sofa bludru merah, dimana ia biasa duduk sambil memandang album foto hitam putih atau bicara dari hati ke hati dengan Somantri sang putra, yang akhir-akhir ini ketularan virus pemberontak dari Amar.

Namun dia Sekar, yang selalu tangguh bak batu karang. Ia tidak lagi menangis namun justru kini lebih memilih menatap ke bawah, entahlah...kemana sorot matanya itu jatuh. Yang jelas gerakan tangannya sudah berusaha mencopot semua perintilan ngibing sudah berhasil mengoyak ronce melati dan kembang goyang dari kepalanya.

Seorang ambu membawa dua cangkir teh manis hangat beraromakan melati.

"Jika sedang lelah dengan dunia, saya memilih duduk disini dan memandang semua hal favorit milik pribadi, membawa kenangan dan ingatan dimana jamannya saya masih merasa bebas. Rasanya memang indah...." ujarnya ikut mengganti selop dengan sandal tanpa hak. Ia juga mengganti anting besarnya dengan yang lebih kecil.

Postur tubuh yang masih bagus di usia yang sudah tak lagi muda itu masih terjaga dengan baik, pantas jika ia menjadi selir kesayangan. Atau mungkin istri kesayangan sultan? Ia pernah meminta berpisah...tapi sayangnya, Somantri keburu hadir di perutnya.

Sekar mendekap cangkir teh manis dan menyesap aroma melati yang menenangkan.

"Mungkin kejadiannya tidak akan jadi begini, kalau....hal ini terjadi setelah Reksa menikah cukup lama, jika...hal ini terjadi setelah Amar menikah. Ceuceu Jembar tidak akan sefrontal ini..." kekehnya sumbang, "tapi dia memang Jembar kasih, jika tidak begitu, bukan Jembar Kasih." gelengnya.

Mahiswar duduk di samping Sekar, menyentuh pundaknya, "sudah lebih baikan, atau masih mau menangis? Riasan kamu luntur..." senyumnya mendengus geli, mengambil kapas, air mawar miliknya dan menggiring Sekar untuk berkaca.

"Hapus, perlihatkan lah wajah cantik aslimu pada dunia, Sekar. Perlihatkanlah kepolosanmu yang tak boleh tergoyahkan, saya yakin kamu tangguh di balik riasan ini."

Sekar menurut melakukan itu, ia benar-benar menggosok riasannya menampakan wajah sembabnya yang telah pias, meski bibir tipisnya masih menampakan warna ke pink-pink'an.

Mahiswar juga membuka sanggul yang sudah pasti membuat kepala Sekar sakit.

Lantas ia membawa Sekar kembali duduk untuk menyesap tehnya, "hatur nuhun nyai." Ucapnya kini bersuara.

"Kamu menyukai Reksa?" tanya nya tentu saja tanpa ragu Sekar menggeleng. Lalu kini tatapan Mahiswar menyipit saat ia kembali bertanya, "kamu menyukai Amar..."

Sekar sempat terdiam demi menatap sejenak bola mata coklat selir sultan itu, lalu menggeleng. Kemudian Mahiswar tertawa kecil, "kamu menyukai Amar.."

Sekar menggeleng, kali ini lebih cepat dari sebelumnya.

"Saya tidak sedang bertanya, Sekar. Tapi ini sebuah pernyataan...penilaian. Saya bisa lihat itu. Kamu menyukai Amar..." senyumnya menatap wajah polos Sekar, namun Sekar langsung membuang muka dan memilih menyesap tehnya saja.

"Kamu tau...bukan kamu penyebabnya, hari ini...hanya ledakan atas kejadian sebelum-sebelumnya. Amar----yang begitu, ia adalah anak yang ingin sekali merubah tatanan aristokrat disini. Jiwanya selalu bertentangan dengan aturan menak. Sementara Reksa...ia sebenarnya baik, hanya ingin menjadi contoh adik-adiknya di depan ibunda dan ayahandanya. Dia penyayang hanya saja---dia tak pernah tau bagaimana caranya menjadi menyenangkan di mata orang lain."

"Dia temperamental... Tapi belum pernah saya melihat dia seperti ini sebelumnya, sementara Amar, ya...seperti yang kamu kenal. Kebalikan dari Reksa. Tapi diantara keduanya, saya tau anak-anak sambung saya itu tulus mencintai kamu."

"Tapi cinta mereka itu akan membuat saya hancur...lalu apa bedanya?"

"Berikan kesempatan, untuk Amar berjuang...dia hanya sedang--- on process..."

"Saya tidak pernah bermimpi untuk memiliki hubungan dengan keluarga menak. Jadi setelah ini selesai, saya hanya akan kembali ke kehidupan saya seperti semula...yahh ..dan kami kembali ke jalur masing-masing."

"Dengan menghianati hatimu sendiri? Menyakitinya? Membuat patah hati? Hanya dapat hinaan saja?"

Sekar mengangguk, "saya sudah biasa menghianati hati, menyakiti diri sendiri demi orang lain. Dan hinaan itu adalah rem pakem untuk saya untuk tidak semakin mendekat sebab saya hanya akan hancur lebur."

"Apa mimpimu Sekar?" tanya Mahiswar.

"Saya hanya ingin hidup tenang....meski harus bekerja keras. Saya ingin menjadi ronggeng, menjadi pelaku seni yang dihargai, melanglangbuana...dan mengangkat harkat derajat keluarga saya."

"Saya yakin, kamu akan dapatkan itu. Oh..." amih Mahiswar teringat sesuatu, ia lantas beranjak dari sofa dan melengos ke arah laci cermin rias demi mengambil sesuatu.

"Saya lihat potensi besar kamu, kalau kamu memang berminat, nanti...kamu bisa bertemu dengan pimpinan sanggar tari Cinde, di Bandung. Sanggar dimana saya tumbuh besar sebagai sinden dan banyak juga yang jadi dari sana. Jika kamu berminat, nanti saya antar...datang saja ke sanggar Ciptagelar, saya akan ada disana setiap hari Sabtu. Tau kan sanggar Ciptagelar? Sudah pernah mengobrol dengan amih Bulan?"

Sekar mengangguk dan menggenggam kartu nama.

Sekar keluar dari ruangan Mahiswar setelah beberapa waktu ia habiskan, bahkan seisi penghuni keraton di tempat acara tadi mencari keduanya, termasuk Somantri yang baru saja selesai dan menemukan Sekar keluar dari ruangan sang ibu.

"Sekar?"

"Den bagus. Permisi..." ucap Sekar melengos tak lama, ibunya yang keluar, "amih? Amih sama Sekar sejak tadi?" tanya Somantri.

"Iya...ayahmu mencari amih? Atau bundamu?"

Somantri mengangguk, "ayah dan....Amar." Jawab Somantri.

"Amih sama Sekar habis melakukan apa?" tanya Somantri, namun ibunya itu hanya tersenyum jahil, "mau tau aja." Coleknya di hidung sang putra melengos.

"Kalo amih bilang, akan menjadikan Sekar istrimu mau apa?" kelakarnya.

"Apa? Oh ayolah amih, aku tidak mau bersaing dengan kakang dan Amar. Mereka brutal!" ujar Somantri menyusul.

Sekar berjalan dengan langkah yang lebih baik dari sebelumnya, memandang kartu nama yang diberikan Mahiswar, dimana nama sanggar beserta alamatnya di Bandung, selangkah lebih dekat pada cita-citanya, bukankah begitu?

"Saya cari kamu kemana-mana, Sekar..." Sekar mendongak lalu menyembunyikan kartu nama itu dalam genggaman di belakang badannya.

"Atas nama kakang dan ibunda saya meminta maaf yang sebesar-besarnya." terlihat wajah kacau Amar menghampiri Sekar yang justru mundur, "jangan mendekat. Sudah cukup disana."

Langkah Amar terhenti, "saya sudah bilang kemarin, dunia kita berbeda raden. Ucapan Gusti Raden ayu tadi, adalah rem pakem dan pengingat jika saya bukanlah siapapun."

Amar mele nguh frustasi, "oh ayolah Sekar, tidak begitu. Saya tidak melihat itu...oke, mungkin untuk sekarang keluarga saya begitu. Tapi tolong, bolehkah saya meminta kamu bersabar dan dukung saya berjuang untuk mengubah aturan?"

Sekar mengernyit, "bersabar untuk apa? Tidak ada yang sedang saya tunggu sekarang selain waktu kepulangan dari tempat suci ini."

"Katakan, kamu juga menyukai saya Sekar?" mohonnya, "katakan jika perasaan saya terbalas? Kamu memiliki perasaan yang sama dengan saya? Hal itu akan cukup menjadi alasan saya memperjuangkan kamu, dan hubungan kita nantinya..."

Sekar diam, menatap Amar nyalang dengan sorot mata yang hampir meluruhkan kembali air matanya, ia mendekat memangkas jaraknya menghampiri wajah lelaki yang sejak tadi sudah khawatir dan gelisah mencarinya, menyimpan potret pahatan Tuhan terindah di depannya itu dalam memory otak.

Ia bahkan sudah menangkup rahang wajah kanan Amar, "sampai jumpa di kehidupan lainnya, den. Jika bertemu dengan saya lagi dengan kasta berbeda, maka jangan dekati saya..." Lirih Sekar melewati Amar dan melangkah menjauh.

.

.

.

1
Tata Shin
jadi penasaran kana lagu bangbung hideung, semistis itu kah😍
Adeeva Haboo
abis ini siapa nih?
teh itu ceren ga mau ada lanjutan gitu siapa tau si kai mau sama neng dara kan sama² turunan ningrat🤭🤭
Kasandra Kasandra
kpn kisah senja Maru di lanjut kak
Erni Fitriana
bhahureksa nekat euy
R Melda
mak sin ku sayang jgn tinggalin kmi ke lapak lain ya,sehat² bnyk inspirasi terus berkarya😍😍😍
Erni Fitriana
wahhh ritual nya😖😖😖😖
Erni Fitriana
berat marrrr...berattttt
Trituwani
q kira bakalan kena strok beneran min si bunda raden ayu jembar kasih,eh sama mimin dibikin end ternyata... /Silent/
/Grin/
Erni Fitriana
pepet terus marrtttt
Erni Fitriana
teh din imas baik" aja???...gak diambil sesuatu sama dujun cabul itu???...ya Allah sekar..kyknya kamu tuh bisa manfa'atin amar deh buat nolong kamu kali ini
Erni Fitriana
wahhhh dukun cabul
Trituwani
awal mula si amih bukan jd dirinya sendiri meskipun sudah tidak tinggal dikeraton dan dekat dengan raden ayu.. tp kuasanya masih mengungkung pundak amih sampai anak anakny kelak.. dr a'bajra sampai neng sasi/Sleep/
Bunda Idza
jampi2 nya apa dong artinya Thor??
Trituwani
bikin rasanya kek nano nano min... /Sleep/
Farani Masykur
seperti biasa karya teh Shinta selalu luar biasa
jangan berhendti utk terus berkarya
Trituwani
wahh cinta yg syulit akang.. semoga dikehidupan yg lain kmu bertemu sekar sekar yg lain... karna sekar yg ini... udah ditandain sama penguasa hati/Smirk//Sneer/
Trituwani
mau baca kepalaq masih lieur min rasanya kayak muter"bikin mual kayak baru naik bis... baru baca lg min maapken...
Sustika Ekawati
aku mampir mak sin....ehhhh tau tau udah banyak aja bab nya....💃💃
Erni Fitriana
ya Allah imas segitu niat nyaj😁😁😁😁😁
Erni Fitriana
lmassss...imasss😁😁😁😁😁😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!