NovelToon NovelToon
ANTARA CINTA DAN DENDAM

ANTARA CINTA DAN DENDAM

Status: tamat
Genre:Mafia / Balas Dendam / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Tamat
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Sania, seorang dokter spesialis forensik, merasakan hancur saat calon suaminya, Adam, seorang aktor terkenal, meninggal misterius sebelum pernikahan mereka. Polisi menyatakan Adam tewas karena jatuh dari apartemen dalam keadaan mabuk, namun Sania tidak percaya. Setelah melakukan otopsi, ia menemukan bukti suntikan narkotika dan bekas operasi di perut Adam. Menyadari ini adalah pembunuhan, Sania menelusuri jejak pelaku hingga menemukan mafia kejam bernama Salvatore. Untuk menghadapi Salvatore, Sania harus mengoperasi wajahnya dan setelah itu ia berpura-pura lemah dan pingsan di depan mobilnya, membuat Salvatore membawanya ke apartemen. Namun lama-kelamaan Salvatore justru jatuh hati pada Sania, tanpa mengetahui kecerdikan dan tekadnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Menyadari bahaya yang mengancam janin Sania akibat racun dan obat penunda kelahiran dosis tinggi yang diberikan Salvatore, Bima tahu ia tidak bisa menunggu Sania sadar atau pulih.

Setiap detik berarti bagi keselamatan anak mereka.

"Kita harus mengeluarkannya sekarang, Pa," ucap Bima tegas, mengambil kembali peran sebagai pemimpin dalam situasi darurat ini.

Papa Erwin menganggukkan kepalanya dengan, wajahnya pucat.

"Lakukan yang terbaik, Bim. Aku akan membantu."

Bima segera menyiapkan meja operasi darurat di ruang bawah tanah.

Sebagai mantan paramedis dan kepala operasi gelap, ia memiliki keahlian dasar untuk melakukan prosedur medis jika terdesak.

Keputusan telah dibuat oleh Bila dan mau tidak mau, operasi Caesar harus segera dilakukan untuk menyelamatkan bayi mereka.

Papa Erwin memegangi Sania untuk memastikan ia tidak bergerak, sementara Bima menyiapkan peralatan anestesi.

Kondisi psikologis Sania yang rapuh membuatnya tidak mungkin menjalani operasi dalam keadaan sadar.

Bima menyuntikkan obat bius.

Saat obat itu mulai bereaksi, Sania yang setengah sadar dan ketakutan secara naluriah berontak.

Ia menjerit pelan, air mata mengalir dari sudut matanya, berusaha melepaskan diri dari kedua pria asing yang ia pikir akan menyakitinya lagi.

Namun, hanya beberapa detik kemudian, obat bius itu bekerja sepenuhnya. Tubuh Sania yang lemah berhenti bergerak.

Ia pingsan, kembali terlelap ke dalam tidur yang dipaksakan.

Bima menarik napas dalam-dalam, menatap istrinya yang terbaring tak berdaya.

"Tahan, Sayang," bisiknya, lalu fokus pada perut Sania, memulai operasi penyelamatan yang kritis di bawah tanah.

Di bawah pencahayaan lampu darurat, Bima mulai melakukan operasi Caesar.

Tangannya bergerak cekatan, namun penuh kehati-hatian, dibimbing oleh pengetahuan medis dan didorong oleh cinta yang mendalam.

Papa Erwin berdiri di sampingnya, berperan sebagai asisten, menyeka keringat Bima dan memantau kondisi Sania.

Setelah momen yang terasa seperti keabadian, Bima akhirnya berhasil mengeluarkan bayi mereka.

Bayi itu berjenis kelamin laki-laki, kecil, dan pucat.

Bima segera melakukan tindakan resusitasi yang diperlukan, membersihkan jalan napasnya.

Namun, detik demi detik berlalu, dan keheningan yang mematikan memenuhi ruang bawah tanah itu.

Bayi mereka tidak mau menangis.

Bima berusaha sekuat tenaga, memijat dada kecil itu, memberikan napas buatan, tetapi tidak ada respons.

Jantung Bima mencelos. Setelah semua yang mereka alami, setelah semua pengorbanan Sania, racun Salvatore ternyata berhasil.

Bima ambruk di tempatnya, menundukkan kepala.

Kegagalannya melanda begitu keras. Ia membiarkan air mata yang selama ini ia tahan tumpah.

"Anakku..." Bima menangis sesenggukan, bahunya bergetar, memeluk tubuh mungil yang tak bergerak itu.

Papa Erwin memejamkan mata, berdoa dalam hati.

Namun, tak berselang lama, di tengah keheningan yang menyayat hati itu, terdengar suara yang paling indah dan paling ajaib yang pernah mereka dengar.

Suara bayi yang lemah, tetapi jelas dan lantang, memecah keheningan ruang operasi darurat.

Bima mengangkat kepalanya. Bayi itu, entah bagaimana, telah menemukan kekuatannya untuk bernapas dan menangis.

Air mata Bima masih mengalir, tetapi kini itu adalah air mata kelegaan dan syukur yang tak terhingga.

Ia menatap wajah kecil yang baru lahir itu hidup. Putra mereka selamat.

Setelah tangisan bayi itu memenuhi ruangan, Bima dengan cepat kembali profesional. Rasa syukur memberikan energi baru.

Ia segera menyelesaikan prosedur operasi dan membersihkan bayi mereka.

Dibantu Papa Erwin, Bima menempatkan putra mereka yang mungil ke dalam inkubator portabel yang sudah disiapkan di sudut ruangan.

Inkubator itu memberikan lingkungan hangat dan steril yang sangat dibutuhkan oleh bayi yang lahir dalam kondisi rentan dan terkontaminasi racun.

Bima mengambil nafas dalam-dalam, lalu mulai memeriksa keadaan putranya.

Ia memeriksa refleks, detak jantung, dan mengambil sampel darah kecil untuk memastikan tingkat racun sudah stabil.

"Dia kecil, Pa. Tapi detak jantungnya kuat," ujar Bima, suaranya dipenuhi kelegaan yang luar biasa.

"Kita harus terus memantau dia, tapi dia selamat. Dia kuat seperti ibunya."

Setelah memastikan putranya stabil dan tertidur pulas di dalam inkubator, Bima beralih pada Sania.

Bima memeriksa keadaan Sania dengan teliti. Ia membersihkan luka bekas operasi, menjahitnya dengan hati-hati, dan memastikan Sania kehilangan darah sesedikit mungkin.

Ia juga mengecek tanda-tanda vital Sania yang sudah kelelahan.

"Bagaimana Sania, Bim?" tanya Papa Erwin cemas.

"Operasinya lancar. Tapi dia sangat lemah, Pa. Tubuhnya terkontaminasi obat-obatan dan racun. Dan secara mental..."

Bima berhenti sejenak, menatap wajah Sania yang pucat, masih tertidur lelap di bawah pengaruh anestesi dan kelelahan.

"Dia butuh waktu lama untuk pulih, baik fisik maupun pikiran."

Bima duduk di samping Sania, memegang tangannya.Ia kini punya dua alasan untuk terus berjuang: istrinya yang terluka dan putranya yang baru lahir. Dendamnya pada Salvatore kini semakin besar.

Salvatore, yang baru saja kembali dari Jakarta, tiba di gerbang rumah sakit jiwa itu dengan mobil mewahnya.

Wajahnya keras dan penuh tuntutan. Kegagalan Marco menemukan flashdisk membuatnya berada di ambang kemarahan.

Salvatore menuju ke rumah sakit jiwa itu, langsung menuju koridor isolasi.

Anak buahnya yang berjaga di sana termasuk para perawat yang bertanggung jawab merasakan aura gelapnya dan segera menundukkan kepalanya serempak, gemetar ketakutan.

Salvatore mengabaikan mereka. Ia menunjuk ke pintu ruang isolasi.

"Buka. Aku ingin bicara dengan istriku."

Salah satu pengawal segera membuka pintu baja itu.

Salvatore melangkah masuk, mengharapkan pemandangan Sania yang terbaring lemah di ranjang. Namun, kamar itu kosong. Sprei acak-acakan, infus sudah dicabut, dan bau obat penenang menguap.

Salvatore terdiam. Keheningan yang menakutkan menyelimuti ruangan. Ia berjalan cepat ke ranjang, menyentuh sprei yang sudah dingin.

Ia baru menyadari jika Sania hilang. Bukan hanya Sania yang hilang, tetapi Bima pasti hidup dan berhasil menemukannya.

Selama berbulan-bulan, Sania berjuang, menahan rasa sakit, hanya untuk memberikan waktu bagi Bima.

Wajah Salvatore memerah padam. Humiliasi, kemarahan, dan kerugian menyatu menjadi ledakan yang tak tertahankan.

Ia berbalik, matanya liar dan penuh kegilaan, menatap anak buahnya dan para perawat yang menunduk di ambang pintu.

"Kalian," desis Salvatore, suaranya rendah dan tajam. "Kalian biarkan dia kabur?!"

Tidak ada yang berani menjawab. Salvatore meraih pistol dari pinggang pengawal terdekat.

"Kalian tidak berguna!" raungnya.

Tanpa peringatan, Salvatore menembak mereka semua satu per satu, tembakan itu bergema di koridor yang sepi. Darah berceceran di dinding putih rumah sakit jiwa itu.

Salvatore berdiri di antara mayat-mayat anak buahnya sendiri, dada naik turun menahan amarah. Senjata di tangannya mengepulkan asap.

"Bima! Kau akan mati! Aku bersumpah kau akan mati!" teriak Salvatore, suaranya bergema di rumah sakit jiwa itu, sebuah deklarasi perang pribadi yang baru saja dimulai.

1
kalea rizuky
buat pergi jauh lahh sejauh jauhnya
kalea rizuky
biadap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!